Membandingkan dua hal
terkadang memudahkan kita mendapatkan pemahaman. Nah, agar lebih seru saya akan
ajak antum memasuki legenda nyata, sebuah adidaya tua di Timur Tengah :
Imperium Persia. Suatu pagi, sekitar tahun 30 Hijri, terdengar suara
menggelegar dari dalam kelambu sutera kemah sang Kisra.
“Celaka..! Kini aku
tinggal punta seribu perawat kuda, seribu dayang-dayang, dan seribu juru masak!
Bagaimana kau bisa hidup?”
Inilah kata-kata yang
meluncur gusar dari mulut Yazdajird III, Kisara terakhir Imperium Persia dari
keluarga Sassanid. Istana putih Madain telah jatuh ke tangan kamum muslimin di
bawah pimpinan sahabat Nabi yang mulia, Sa’ad ibn Abi Waqqash. Dan inilah ‘rintihan
agung’ itu, rintihan manusia yang tak bisa hidup meski dilayani 3000 manusia
lainnya.
Mari sejenak kita
membandingkan dengan penggantinya. ‘Umar ibn Al Khaththab, mengangkat Salman Al
Farisi sebagai Gubernur yang membawahi bekas wailayah Imperium Yazdajird III
itu. Ya, orang yang tepat. Salman adalah orang yang paling tahu tentang seluk
beluk geografis, demografis, dan sosiologis Persia. Karena ini tanah kelahiran
dan tanah petualangannya.
Jadi, seperti apa hidup
Salman saat menjadi Gubernur dengan wilayah dan wewenang yang sama dengan
Yazdajird III? Salman ahli menganyam. Pekerjaan yang tak pernah ia tinggalkan
karena gajinya sebagai Gubernur selalu masuk Baitul Maal untuk kepentingan
masyarakat. Dengan modal satu dirham ia menganyam untuk dijual seharga tiga
dirham. Hasil penjualan itu dibagi tiga, satu dirham untuk kebutuhan
sehari-hari, satu dirham untuk modal esok hari, dan satu dirham untuk
bersadaqah. Selesai. Begitu simpel hidupnya. Dan rakyat Persia pun tercengang
melihat Gubernurnya.
sumber : Saksikan bahwa Aku Seorang Muslim_Salim A. Fillah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar