by : H. Ahmad Faiz Zainuddin, S.Psi,
M.Sc
Lester
Levenson adalah seorang wirausahawan sukses dan pakar
fisika. Pada tahun 1952, di usia yang ke-42, ia menderita berbagai penyakit
fisik dan psikologis. Kesusesan karir dan finasial tidak membuatnya bahagia. Ia
menderita depresi berat, sakit ginjal, lever membengkak, hyperacidity, dan
beberapa komlikasi parah lainnya. Satu hari, dokter yang menanganinya menyerah
dan mempersilakan dia pulang untuk menjemput kematian dengan damai di
apartemennya di Central South Park, New York.
Lester Levenson adalah
pria yang suka tantangan, alih-alih menyerah, dia melah memutuskan untuk
kembali ke laboratorium dan mencari jalan keluar atas masalahnya. Dia melakukan
refleski dan akhirnya menemukan cara untuk “pasrah”
melampaui segala keterbatasan diri, “to
letting go of all any inner limitation”, begitu dia menyebutnya. Selama 3
bulan dia mempraktikan metode “pasrah” ini. Dan secara ajaib semua
penyakitnya sembuh, bahkan memasuki kondisi kedamaian hati dan kebahagiaan yang
terus ia rasakan hingga hari kematiannya, 18 Januari 1994, atau 40 tahun
setelah divonis dokter.
Metode “pasrah” ala Lester Levenson ini
sekarang diajarkan oleh murid setianya, Hale Dwoskin dan dinamai dengan The Sedona Method (Sedona adalah nama
kota kecil di Amerika, tempat Lester Levenson dan Hle Dwoskin mengajarkan
teknik ini). Sampai saat ini ratusan ribu orang telah memetik manfaat dari
Sedona Method, dan efektifitasnya sudah diakui oleh para ahli dan dibuktikan
oleh beberapa penelitian ilmiah, salah satunya dilakukan oleh lembaga penelitian
terkemuka, Harvard Medical School.
Pasrah berbeda dengan
iklhas. Ikhlas adalah menerima dengan legowo apapun yang kita alami saat ini,
sedangkan pasrah adalah menyerahkan apa yang terjadi nanti hanya kepada Allah
SWT. Kita pasrahkan pada-Nya apa yang terjadi nanti. Apakah nanti rasa sakit
yang kita alami makin parah, makin membaik, atau sembuh total, kita pasrahkan
semuanya kepada Allah SWT.
Pasrah bukan berarti fatalism,
psarah yang sejati disertai usaha optimal untuk mencari solusi. Pasrah (atau tawakal)
berarti bahwa kita berusaha sekuat tenaga sambil hati kita hanya bergantung
kepada Allah SWT. Ora et Labora,
kerjaku adalah doaku. Dari dulu kita telah diajari untuk berdoa: Bismillahi tawakkaltu ‘ala Allah.. ini adalah
doa berangkat kerja (sebelum memulai aktivitas), bukan doa “pulang kerja”. Maka
pasrah-tawakal harus dilakukan bahkan sebelum kita berusaha, bukan setelah
mentok usahanya baru berpasrah, bukan pula doa “akan tidur” yang berarti
setelah kita “pasrah” lalu berangkat tidur tanpa perlu berusaha lagi.
Pasrah bukan berarti
tidak berusaha. Pasrah adalah sebuah kondisi jiwa kita menyerahkan diri kita
sepenuhnya kepada Allah SWT, tentu saja dibarengi dengan semangat juang dan
usaha yang pantang menyerah. Pasrah memberikan ketenangan jiwa dan kedamaian
pikiran, karena kita yakin bahwa segala permasalahan kita dalam genggaman-Nya.
Dan bagi orang pasrah,
Allah SWT akan mengambil alih masalahnya. Dia sendiri yang akan turun tangan
untuk menyelesaikan permasalahan orang tersebut.
Seperti Nabi Ibrahim
yang berdoa “Cukuplah Allah sebagai
penolongku”, maka jadi dinginlah api yang hendak membakarnya, atau Nabi
Musa yang berdoa “Dan aku serahkan
msalahku pada Allah, sesungguhnya ia Maha Melihat segala urusan hamba-Nya.”
Allah-pun berpesan, “Dan jika telah kau bulatkan tekadmu, maka
selanjutnya, pasrahkanlah kepada Allah SWT, sesungguhnya Ia mencintai
orang-orang yang berpasrah diri”, dan “(Katakanlah)
dengan Rahmat dan karunia Allah hendaklah kamu berbahagia, karena Rahmat dan
karunia-Nya lebih baik dari semua yang kamu
usahakan.”
sumber
= Faiz, Ahmad. 2005. SEFT For Healing +
Success + Happiness + Greatness. Jakarta : Afzan Publish
Tidak ada komentar:
Posting Komentar