"Bismillahiraahmanirrahim.., Perjuangan itu dirintis oleh orang-orang yg ALIM, diperjuangkn oleh orang-orang yg IKHLAS, dan dimenangkan oleh orang orang yang PEMBERANI.."

Suka Blog Ini..?

Jumat, 29 Maret 2013

Mind Mapping, Metode Belajar Unik Ala Psi.Kognitif


Dalam mata kuliah Psikologi Kognitif, kita diajarkan untuk membuat sebuah "Mind Mapping" dengan tujuan mempermudah kita dalam mengingat materi-materi kuliah yang bejibun banyaknya. Salah satu ciri khas dari mind mapping adalah adanya gambar atau animasi berwarna (yang subjektif-menurut si pembuat) dianggap mampu menggambarkan topik yang dituliskan.

Mind mapping sendiri merupakan salah satu metode belajar ala Psikologi Kognitif, dan akan sangat bermanfaat bagi kita-kita yang memiliki gaya belajar visual dimana mata dan objek-objek / gambar-gambar memiliki peranan penting pada keberhasilan memahami materi pelajaran. Oke, berikut "mind mapping" kreasi saya berdasar materi PERSEPSI (bab 2 Psi.Kognitif) yang dipadu dengan editing via photoshop, hehe.. This is it :


(oia, silakan klik untuk memperbesar gambar..!!)


Selasa, 12 Maret 2013

Riba VS Bagi Hasil, Siapakah yang Menang?





Sempurnanya suatu sistem yang diatur dalam Islam memang tidak diragukan lagi. Nah, salah satu sistem terbaik dan paling berpengaruh untuk kesejahteraan umat dunia adalah “Sistem Ekonomi Islam/Syariat.” Jika anda mencari info perbedaan sistem ekonomi konvesional (sistem bunga/riba) dengan sistem ekonomi Islam (sistem bagi hasil), sungguh banyak sekali akan anda dapati entah dari media cetak ataupun dunia maya. Maka, kali ini akan sedikit kami jelaskan perbedaannya dalam contoh atau aplikasi nyata. Semoga bermanfaat..!! ^^

A. Pada sistem bunga
Penentuan besarnya pengembalian  ditentukan di awal, jadi untung atau ruginya peminjam tidak menjadi perhatian dan tanggung jawab pihak bank. Contoh :

--Misalnya, si A meminjam uang di sebuah bank konvensional sebesar Rp. 10.000.000,- dengan jangka waktu pelunasan selama 12 bulan. Besar bunga yang harus dibayar si A, ditetapkan bank secara pasti, misalnya 24 % setahun. Dengan demikian si A  harus membayar Rp. 200.000 per bulan, selain pokok pinjaman.

--Pada bulan pertama si A mendapatkan keuntungan bersih misalnya, sebesar Rp. 1.000.000,- maka yang disetorkannya kepada bank tetap Rp. 200.000,-
--Pada bulan kedua, keuntungannya meningkat, misalnya menjadi Rp. 1.500.000,- maka yang disetorkan kepada Bank tetap Rp. 200.000,-

--Pada bulan ketiga, keuntungan mungkin saja menurun, misalkan Rp. 750.000,- maka pengembalian yang dibayarkan pada bulan tetap Rp. 200.000,- demikian seterusnya hingga bulan cicilan selesai.

A.    Pada sistem bagi hasil
Penentuan jumlah besarnya tidak ditetapkan sejak awal, karena pengemblian bagi hasil didasarkan kepada untung rugi dengan pola nisbah (rasio) bagi hasil. Maka jumlah bagi hasil baru diketahui setelah berusaha atau sesudah ada untungnya. Contoh :

--Misalnya, si A menerima pembiayaan mudhrabah sebesar Rp. 10.000.000,- dengan jangka waktu pelunasan 12 bulan. Jumlah bagi hasil yang harus dibayarkan kepada Bank belum diketahui sejak awal. Kedua belah pihak hanya menyepakati porsi bagi hasil misalkan 80 % bagi hasil dan 20 % untuk bank syariah.

--Pada bulan pertama si A mendapatkan keuntungan bersih misalnya, sebesar Rp. 1.000.000,- maka bagi hasil yang disetorkannya kepada bank syariah ialah 20 % x Rp. 1.000.000,- = Rp. 200.000,- jadi bagi hasil yang harus dibayarkan ialah Rp. 200.000,- ditambah pokok pinjaman.

--Pada bulan kedua, keuntungannya meningkat, misalnya menjadi Rp. 1.500.000,- maka bagi hasil yang disetorkan sebesar 20 % x Rp. 1.500.000,- = Rp. 300.000,- maka jumlah setoran bagi hasil pada bulan kedua sebesar Rp. 300.000,-

--Pada bulan ketiga, keuntungan mungkin saja menurun, misalkan Rp. 750.000,- maka bagi hasil yang dibayarkan pada bulan tersebut ialah 20 % x Rp. 750.000,- = Rp. 150.000,- dan seterusnya hingga bulan cicilan selesai.

Dengan demikian, jumlah bagi hasil selalu berfluktuasi dari waktu ke waktu, sesuai dengan besar kecilnya keuntungan yang diraih mudharib (pengelola dana / pengusaha). Hal ini tentu berbeda sekali dengan bunga. SubhanAllah..!!!

 
sumber : Tugas makul : “Muamalah dalam Perspektif Psikologi”_MuhRezaPutra_2012_disusun dari berbagai sumber


Berkah Kejujuran Seorang Gadis





Ketika Khalifah Umar bin Khatab melakukan perjalanan tidak resmi seorang diri, ia melihat seorang ibu dan anak gadisnya tenagh memerah susu. Dalam jarak yang tidak terlalu jauh, Khalifah Umar mendengar pembicaraan mereka. “Agar untungnya lebih banyak, campur saja susu kambing ini dengan air,” kata ibunya.

Bagaimana kita melakukannya?, sedang Amirul Mukminin sudah mengeluarkan peraturan yang melarang kita berdagang secara tidak jujur,” jawab anak gadisnya. “Khalifah Umar toh tidak mengetahui apa yang kita lakukan?” “Meskipun Khalifah Umar tidak mengetahui, Allah pasti tahu”, kata gadis itu.

Karena terkesan oleh keujuran gadisi itu, keesokan harinya Khalifah Umar bin Khatab menyuruh pengawal istana untukmencari tahu tentang gadis itu. Begitu mengetahui tentang gadis itu karena laporan pengawalnya, Khalifah Umar kemudian memanggil Ashim, putranya.

Nikahi gadis yang jujur itu. Aku berharap, dari dia akan lahir orang besar yang mampu memimpoin bangsa Arab ini”, kata Khalifah

Beberapa bulan kemudian, gadis pemerah susu itu resmi menjadi menantu Khalifah Umar bin Khatab. Dari perkawinan itu lahir seorang anak perempuan, yang setelah dewasa dinikahi oleh Abdul Aziz bin Marwan.

Dari pasangan itulah lahir seorang anak laki-laki yang luar biasa bernama Umar bin Abdul Aziz, yang kelak dijuluki sebagai Khalifah kelima yang terkenal sangat adil dan bijaksana.


Senin, 11 Maret 2013

Berkelana Dalam Pilihan




Ya Allah,
sesungguhnya Kau uji aku dengan nikmat-nikmat
Lalu aku bersyukur
Itu lebih aku sukai,
daripada Kau uji aku dengan musibah-musibah
Lalu akau harus bersabar

--Abu Darda’, Radhiyallhu ‘Anhu--


Jika kita ditimpa musibah atau dikaruniai nikmat, maka menisbatkannya kepada takdir dan ketetapan Allah adalah hal yang baik. Minimal, tidak masalah. Pada nikmat-nikmat itu kita berucap “Alhamdulillah”. Dan atau menambahkan “Jazakumullahu khairan”, ketika ada peran sesame di dalamnya.

Pada musibah-musibah itu kita berucap, “Innalillahi wa inna ilaihi raaji’un”. Tambahkan, semisal ada yang menyergah, “Semisal kalau kamu hati-hati, kamu oasti nggak jatuh!”, kita akan menjawab, “Iya, maaf. Saya memang kurang hati-hati. Tapi ini sudah ketentuan Allah kok.” Jawaban ini akan menjauhkan kita dari sesal kemudian yang tak berguna. Terlebih lagi, kita harus menutup “Seandainya” atau “Kalau saja”, agar tak menjadi gerbang hati penyambut syaithan.

Sebailknya, menisbatkan maksiat kepada takdir adalah perkara yang terlarang. Adalah seorang santri suatu malam memanjat pohon rambutan di depan rumah Ustadznya. Dan ia membawa karung. Diunduhnya semua yang terjangkau oleh tangannya. Akhirnya santri-santri sekompleksnya pun kenyang rambutan malam itu. Keesokan harinya, tanpa penyellidikan yang muluk-muluk, para santri yang tidak kebagian rambutan sudah menunjukkan tersangkanya pada Ustadz.

Sang guru bertanya, “Mengapa kau curi rambutan?

Takdir Ustadz..

Sang Ustadz menjewer telinga santrinya, memuntirnya, sampai tubuh bersarung itu terpuntir-puntir mengikuti telinganya.

Adao.. Sakit Ustadz. Kok saya dihukum? Padahal saya mencuri itu kan sudah menjadi takdir Allah?

Lho, jeweran ini juga takdir kan?

Begitulah takdir. Hanya disebut begitu ketika sudah terjadi. Tapi dalam hal berbuat maksiat, janganlah kita menisbat. Karena selalu ada ruang di antara rangsangan dan tanggapan. Dan ruang itu berisi pilihan-pilihan. Maka itulah gunanya misteri takdir. Agar kita memilih di antara bermacam tawaran. Untuk menyusun cita dan rencana. Lalu bertindah dengan prinsip indah, “Kita bisa lari dari takdir Allah yang satu ke takdir Allah yang lain, dengan takdir Allah pula.


sumber : JalanCintaParaPejuang_SalimAFillah_ProUMedia