"Bismillahiraahmanirrahim.., Perjuangan itu dirintis oleh orang-orang yg ALIM, diperjuangkn oleh orang-orang yg IKHLAS, dan dimenangkan oleh orang orang yang PEMBERANI.."

Suka Blog Ini..?

Senin, 01 Februari 2016

Beda di 'Peka'





Saya pernah bertanya pada seorang remaja yang saya kenal sangat rajin beribadah. Pertanyaan saya cukup sederhana, “Teman-teman mu pada kemana tho ini? Kok sekarang pada jarang banget ke masjid ya. Ndak kamu ajak? lewat SMS, WA, atau BBM gitu?”


Jawaban si remaja tadi cukup mengejutkan, “Ndak pernah mas. Lagian buat apa? Mereka kan sudah pada gedhe/dewasa. Suatu saat mereka juga bakalan berangkat sendiri, ndak perlu lah diajak-ajak gitu. Kalau ngajak itu yang jelas-jelas mau ke masjid”.


Wow, jujur saja saya sangat kaget dengan jawaban tadi. Se-individual inikah dia? Tidak inginkah ia melihat teman-temannya bisa rajin beribadah seperti dirinya? Apakah kebanyakan remaja juga akan menjawab seperti itu?


Untuk pertanyaan terakhir Alhamdulillah tidak terjadi. Saya masih mendapati ada 1-2 remaja yang rela mendatangi kediaman temannya dan mengajaknya ke masjid. Saya sangat bangga dengan hal ini ^_^


Di waktu yang lain, saya juga pernah meminta tolong ke seseorang yang saya anggap dihormati, disegani, juga termasuk ahli ibadah. Saat itu ada masalah pada beberapa murid TPQ yang sulit untuk saya selesaikan.


Saat saya meminta tolong, beginilah jawaban beliau : “Wah kalau seperti ini ya susah. Kita itu tidak punya hak untuk ngasih tau mereka (anak-anak TPQ ini). Toh mereka juga bukan anak kita, mereka punya orangtua yang harusnya lebih berhak ngasih mereka nasehat.”


Wow.. wow..!! Lagi-lagi saya dibikin kaget dengan jawaban yang saya terima. Kok hampir mirip dengan remaja di atas tadi ya? Saya jadi kepikiran, kalau mereka yang rajin ibadah saja acuh seperti itu, bagaimana yang tidak?


Jujur, kejadian tadi sukses membuat saya bingung luar biasa. Di saat hati nurani saya ingin mengajak orang lain baik, kemudian meminta tolong pada orang yang saya anggap mampu, ternyata jawaban mereka menjadikan seakan-akan kekhawatiran saya tidaklah berarti. Seakan hati nurani saya telah salah dalam merasa & mengambil keputusan.


Kegundahan hati saya ini membawa saya untuk bertanya pada guru ngaji saya, sekaligus senior yang selama ini mengajari saya dalam hal membina remaja masjid.


Dengan mantap dan sederhana beliau menjelaskan kepada saya :

“Kalau kamu bertanya pada orang yang tidak pernah bersentuhan langsung dengan dakwah, wajar kalau jawabannya seperti itu. Kita berdakwah, ngajar TPQ dan segala macam, itu artinya kita berkurban, waktu, tenaga, dan seluruhnya. Kita berdakwah, itu artinya kita harus rela memikirkan sesuatu yang seringkali orang tidak peduli dengan hal tersebut. Maka kalau ada yang bilang dakwah itu berat ya memang benar. Saat ada orang lain melakukan hal yang tidak baik, orang yang tidak paham dakwah meskipun dia baik dan rajin ibadah, otomatis dia pasti hanya akan acuh saja. Sedang orang yang paham dengan dakwah, kalau melihat orang lain melakukan hak yang tidak baik yang ada dipikirannya hanya satu, yakni mencari cara bagaimana menjadikan orang ini kembali ke jalan yang benar. Di situlah letak bedanya, ada pada rasa peka & rasa pedulinya kepada orang lain.”  


Alhamdulillah jawaban ini kembali menentramkan hati saya, dan saya belajar bahwa tak semua orang muslim mau berdakwah atau menjadi da’i. Ada yang menjadi da’i hanya untuk diri sendiri, atau keluarganya. Ada pula yang mau menjadi da’i untuk diri, keluarga, serta masyarakat luas. Bahkan ada juga golongan orang muslim yang tidak menjadi da’i, baik bagi dirinya sendiri apalagi untuk orang lain.



So., akhirnya posisi saya saat ini menjadikan saya bersyukur luar biasa. Setidaknya saya bersyukur masih memiliki rasa peduli dan empati terhadap orang lain. Saya ingin melihat orang lain baik, saya ingin melihat anak-anak & remaja di masjid saya pada rajin sholat, bisa mengaji Al-Quran dengan baik. Sungguh, (asalkan) bisa melihat itu semua rasanya sangat bangga dan bahagia. (^_^)