"Bismillahiraahmanirrahim.., Perjuangan itu dirintis oleh orang-orang yg ALIM, diperjuangkn oleh orang-orang yg IKHLAS, dan dimenangkan oleh orang orang yang PEMBERANI.."

Suka Blog Ini..?

Minggu, 31 Mei 2015

Imam Masjid London & Kelebihan Kembalian 20 Sen




SEORANG imam masjid di London biasa naik bus untuk bepergian. Kadang-kadang ia membayar ongkosnya langsung pada sopir bus (bukan kondektur).

Suatu kali ia membayar ongkos bus, lalu segera duduk setelah menerima kembalian dari sopir.

Setelah dia hitung, ternyata uang kembalian dari sopir ada kelebihan 20 sen. Ada niatan sang imam untuk mengembalikan sisa kembaliannya itu karena memang bukan haknya. Namun terlintas pula dalam benaknya untuk tidak mengembalikannya, toh hanya uang receh yang tak begitu bernilai.

Umumnya orang juga tak ambil pusing dalam hal begini. Lagi pula, berapa sen pula yang didapat sang sopir karena sisa pembayaran penumpang yang tidak dikembalikan oleh kebanyakan sopir karena hanya receh, artinya sopir tidak rugi kalau ia tidak mengembalikan receh 20 sen itu.

Bus berhenti di halte pemberhentian sang imam. Tiba-tiba sang imam berhenti sejenak sebelum keluar dari bus, sembari menyerahkan uang 20 sen kepada sopir dan berkata, “Ini uang Anda, kembalian Anda ada kelebihan 20 sen yang bukan hak saya.”

Sang sopir mengambilnya dengan tersenyum dan berkata, “Bukankah Anda imam baru di kota ini? Saya sudah lama berpikir untuk mendatangi Masjid Anda demi mengenal lebih jauh tentang Islam, maka sengaja saya menguji Anda dengan kelebihan uang kembalian tersebut. Saya ingin tahu sikap Anda.”

Saat sang imam turun dari bus, kedua lututnya terasa lemas dan hampir jatuh ke tanah, hingga ia berpegangan pada tiang yang dekat dengannya dan bersandar.

Pandangannya menatap ke langit dan berkata, “Ya Allah, hampir saja saya menjual Islam hanya dengan 20 sen saja.”

*al-Brithani wa amaanatul Imam, Ahmad Khalid al-Utaiby




aumber: Islampos




Senin, 25 Mei 2015

Allah Lebih Menyukai Proses-nya



by : reza putra

Salah satu kekurangan saya adalah sulit menghafal jalan. Jangankan jalan panjang, yang pendek saja, terlebih banyak kelokan, apalagi gang-gang sempit, sulit sekali hafalnya, kecuali jika sudah ratusan kali melewatinya. Hehe.., mungkin ini semacam penyakit psikologis kali ya? Makanya, sebelum datang ke sebuah acara, saya terbiasa survei jalanan terlebih dahulu, kalau tempatnya dekat dari rumah, seringkali dengan bersepeda ba’da subuh, itung-itung olahraga juga.

Nah, kejadian serupa terjadi hari ahad lalu, saat saya & remaja masjid Al-Mukarrom diundang di sebuah acara workshop pelatihan kultum Ramadhan di masjid Baitusy Syukur (BS) di Bulak Indah, Karangasem. Oia, saya pernah melewati masjid ini sekali, ketika agenda alaqo silaturahim ke rumah Ustadz Giyanto, salah satu pembina remaja masjid BS yang rumahnya tepat di depan masjid BS. Saat itu malam hari (ba’da sholat Isyak), mengikuti Murobbi yang motoran di depan, kami melewati gang-gang dan belokan hingga sampai di tujuan.

So, agar perjalanan workshop ke masjid BS lancar, ahad pagi ba’da subuh saya sempatkan survei, napak tilas perjalanan pertama saya ke BS waktu agenda alaqo dulu. Dimulai dari gang sempit di samping rumah murobbi, saya melaju dengan santai, sesuai ingatan saya saat ke masjid BS dulu. Tapi aneh, semakin jauh melaju, saya makin asing dengan kondisi jalan. “Lhah ini kok jalannya beda gini ya?”, saya cuman bisa mbatin saja. Setengah jam pertama saya cuman keliling-keliling saja, bahkan sempat tersesat juga, sampai di jalan antah brantah nan gelap, gang-gang di sini sempit & luarbiasa banyaknya.

Hampir satu setengah jam keliling tanpa hasil, hingga akhirnya pada percobaan terakhir saya hanya bisa pasrah. Kalau bisa nemu masjidnya ya Alhamdulillah, kalau tidak ya ndak pa-pa lah. Dan tanpa diduga, ternyata Allah memberi jalan kemudahan. Tiba-tiba saja masjid BS sudah di depan mata. “Ya Allah beneran ini? Yeeeess,,!!”, lagi-lagi saya mbatin, sambil nangis-nangis, sebenarnya mau jungkir balik juga tapi sayang ndak bisa, hehe.. Alhamdulillah yang penting ketemu, saatnya pulang, istirahat & sarapan, terus siap-siap ke workshop. Jujur saja, saat perjalanan pulang, saya tidak berhenti senyam-senyum sendiri :-)

Jam setengah 8 pagi saya mulai hubungi remaja, “Ayo Gan segera siap-siap, jam 8 bawa motor kumpul di Al-Muk ya”, kira-kira begitu tulisan di sms saya. Akhirnya jam 8 lebih sedikit, ada 4 sukarelawan termasuk saya yang berangkat menuju masjid BS. Lantaran saya sudah survei lebih dulu, kelak-kelok perjalanan ke sana hanya memakan waktu kurang dari10 menit saja. Sampai di sana Alhamdulillah acara belum dimulai, kami disambut hangat, bersalaman, berkenalan, mengisi absensi, dapat buku gratis, notebook, & snack kardusan, duduk bersila mengikut acara, mendengarkan materi sambil terbahak-bahak saking lucunya, sampai dzuhur, lantas pamitan, kembali saling bersalaman, and then pulang dengan suksenya.

Nah di sini saya mulai sadar, kalau selama ini orang tahunya saya datang ke acara itu saja, mengikuti serangkaian cara seperti biasa, ya.., seperti kebanyakan peserta lainnya. Sungguh, mereka tidak tahu betapa beratnya perjalanan saya menemukan jalan menuju masjid BS ini. Dan ingat.!! mungkin juga ada banyak peserta di BS kemarin yang mengalami proses tidak biasa seperti saya. Mungkin ada yang rela kehilangan waktu berkumpul bersama keluarga demi mendatangi acara ini, atau ada yang harus merayu-rayu temannya dengan susah payah, dengan imbalan besar, hanya  agar mau ikut acara ini, serta proses-proses luar biasa lainnya yang -baik panitia acara maupun saya sebagai sesama peserta- “tidak harus tahu” akan hal itu.

Akhirnya saya simpulkan, bahwa kisah seseorang berproses menuju sesuatu itu., ternyata jauh lebih luar biasa, dibandingkan hasil yang ia dapatkan dari proses tadi. Kita sebagai manusia terkadang hanya melihat dan menilai seseorang berdasarkan hasil yang sudah ia capai, tanpa pernah menghargai betapa heboh dan luar biasanya proses yang harus ia lakukan untuk mencapai hal tersebut. Bahkan untuk hasil yang -menurut kita- paling sederhana sekalipun.

Orang yang jarang ke masjid misalnya, tiba-tiba dia datang dan sholat di masjid. Daripada menyindirnya dengan kata-kata, “Ce,ileee ke masjid nih yee.!!”,  atau, “Eh akhirnya ke masjid juga, udah tobat lu?”, atau mungkin, “Wah ndak biasanya nih ke masjid, ada perlu apaan?”, dan kata-kata sindiran lainnya, alangkah lebih baiknya jika kita berkata, “Alhamdulillah, nanti berangkat bareng ya” atau memberi pujian atas tindakan sholat di masjidnya tadi. Ya, kita harus ingat, mungkin saja orang ini harus melalui pergolakan batin yang luar biasa dahsyat sebelum memutuskan untuk melangkahkan kakinya ke masjid.

So kawan, mulai dari sekarang marilah kita belajar menghargai proses. Ini juga yang mungkin menjadi alasan mengapa ALLAH Subhanahuwata’ala, Rabb kita Azzawajalla ini begitu menyukai proses dibandingkan hasilnya. Dan kita juga kudu ingat nih, kalau ALLAH Subhanahuwata’ala pun memberi pahala pada suatu amalan tergantung kadar kepayahannya dalam melaksanakan amal tersebut. Sekali lagi, marilah kita mulai belajar menghargai proses, jangan hanya terpaku pada hasilnya semata. Karena seringkali kawan, hasil yang di mata kita 'besar' ternyata dicapai seseorang, dengan proses yang teramat sangat mudah.., dan seringpula, hasil yang 'kecil' di mata kita, ternyata dicapai seseorang dengan perjuangan yang teramat sangat berat.


Semoga kita semua bisa peka. Amin...






Minggu, 17 Mei 2015

"Sholat" di mata Rasulullah dan Para Sahabat



Salah satu hikmah terbesar terjadinya Isra’ Mi’raj adalah diturunkannya wahyu / perintah Sholat Wajib 5 Waktu bagi umat muslim. Uniknya, perintah sholat ini adalah satu-satunya wahyu Allah SWT yang diturunkan secara langsung kepada Nabi Muhammad saw. tanpa perantara malaikat Jibril. Lantas, seberapa istimewanya-kah perintah sholat ini sampai-sampai Allah SWT menyampaikannya langsung kepada Rasulullah? Lewat pembahasan “Sholat ala Rasulullah, para sahabat, & ulama shalih” yang saya ambil dari buku Hayya ‘Alaa Shalah  berikut semoga bisa menjadi gambaran betapa istimewanya Rasul dan para sahabat memperlakukan ibadah sholat.

*****

Aisyah ra. bercerita, “Rasulullah saw. sering berbincang-bincang dengan kami, tetapi jika tiba waktu sholat, beliau akan pergi seolah-olah tidak kenal dengan kami. Beliau benar-benar akan menyibukkan dirinya dengan Allah SWT.”

Aisyah ra. juga pernah berkata, Rasulullah saw. bangun untuk sholat malam, sehingga pecah-pecah kakinya. Maka saya bertanya, “Mengapakah kau berbuat demikian ya Rasulullah, padahal Allah telah mengampuni dosa-dosamu yang lalu dan yang kemudian?” jawab Nabi saw., “Tidakkah layak aku menjadi hamba yang bersyukur?”

Di dalam kitab  Bahjatun Nufus diceritakan tentang seorang sahabat Rasulullah saw. yang sedang sholat tahajud dan melihat seorang pencuri yang datang mencuri kudanya, tetapi beliau tidak menghentikan sholatnya. Keesokan harinya orang-orang bertanya, “Mengapa tidak anda tangkap pencuri itu?” Beliau menjawab, “Sholat yang sedang kau kerjakan itu lebih berharga daripada kudaku.”

Ada satu kisah menegani sahabat Ali ra. yang sangat masyhur, ketika beliau terkena anak panah di pahanya dalam suatu peperangan, dan anak panah tersebut dikeluarkan ketika beliau sedang sholat. Awalnya orang-orang berusaha untuk mengeluarkan anak panah tersebut, tetapi tidak dapat dicabut walaupun sudah berulang kali dicoba. Karena rasa sakit yang beliau derita,  di antara para sahabat kemudian bermusyawarah dan mengambil keputusan bahwa anak panah akan dicabut ketika beliau sedang sholat. Maka ketika beliau sedang sholat dan sedang sujud,  orang-oorang berusaha mencabut anak panah tersebut dengan sekuat tenaga. Setelah selesai sholat beliau melihat orang-orang berkumpul di sekelilingnya. Beliau bertanya, “Apakah kalian berkumpul untuk mencabut anak panah ini?” Ketika beliau diberitahu bahwa anak panah itu sudah dicabut, beliau mengatakan bahwa beliau tidak merasakannya sewaktu anak panah tersebut dicabut.

Masih tentang Ali ra., jika waktu sholat telah tiba, air mukanya akan berubah, tubuhnya akan bergetar. Seseorang bertanya kepada beliau tentang penyebabnya. Beliau menjawab, “Sekarang waktunya untuk menunaikan amanat yang langit dan bumi tidak mampu untuk memikulnya, begitu pula gunung-gunung. Saya pun tak tahu, apakah saya mampu untuk menunaikan (sholat).”

Umar bin Khatab ra. dalam sholat-sholat subuhnya selalu membaca surat-surat Al-Quran yang panjang-panjang. Kadang-kadang beliau membaca surat Al-Kahfi, Thaha, dan surat lainnya. Ia membaca Al-Quran sambil menangis terisak-isak sehingga suara tangisnya terdengar hingga beberapa shaf ke belakang. Demikian pula dalam sholat-sholat tahajudnya, kadang-kadang beliau terus membaca surat Al-Quran sambil menangis sehingga terjatuh dan sakit.

Abu Ubaidah bin Jarrah ra. pernah mengimami sholat dan setelah selesai beliau berkata kepada jamaahnya, “Syaithan telah menggodaku. Di dalam hatiku dimasukkan olehnya perasaan bahwa sayalah yang paling bagus di antara kalian. (Oleh karena itu), saya tidak akan sholat mengimami kalian lagi, untuk yang akan datang.”

Masih banyak lagi kejadian dan kisah-kisah mengenai sholat Rasulullah saw. dan para sahabat, serta orang-orang shalih setelah masa para sahabat yang tidak dapat dituliskan satu persatu di buku ini.

Hakikat kita sholat adalah kita sedang bercengkerama dengan Allah SWT, berbincang-bincang dengan-Nya. Namun bila kita lalai dalam sholat kita, maka sama saja seperti kita berbicara tanpa kita tahu apa yang sedang kita bicarakan kepada Allah SWT. Sehingga sholat pada akhirnya haya menjadi kebiasaan saja, dan perbuatan kita tidak sesuai dengan lafadz-lafadz dalam bacaan sholat kita. Sepertihalnya saat kita mengigau dalam tidur maka orang lain akan mengacuhkan kita, begitu pula dalam sholat yang penuh kelalaian maka Allah SWT akan mengacuhkannya. Sholat yang tidak benar, tidak dikerjakan dengan sungguh-sungguh, tidak akan memberikan manfaat apa-apa untuk kita. Allah SWT pun akan berpaling dari kita. Untuk itu sangatlah penting bagi kita mengerjakan sholat dengan penuh perhatian dan menyesuaikan tingkah laku kita dengan semua kata-kata yang kita ucapkan dalam sholat.



sumber buku : Hayya ‘Alaa Shalah (2007), hal: 260-263_ DR. H. Muh. Mu’inudinillah Bashri, MA., dkk_ Surakarta: Indiva Publishing





Selasa, 12 Mei 2015

Tujuh Pekerjaan Mulia



Ketika sedang berjalan-jalan, suatu hari Rasulullah bertemu dengan Sa’ad bin Ma’az al Anshari. Ketika sedang berjabat tangan, Rasulullah merasakan sesuatu  yang kasar di telapak tangan Sa’ad.

“Kenapa tanganmu? Coba kulihatnya,” tanya Rasulullah.

“Ini bekas mis-ha yang kupukul-pukulkan ke tanah untuk mencari nafkah bagi keluargaku,” jawab Sa’ad. Mis-ha adalah sejenis alat pertanian yang menyerupai cangkul.

Mendengar jawaban itu, Rasulullah lalu mencium tangan Sa’ad dan berkata, “Inilah tangan yang tidak akan disentuh oleh api neraka.”

Sabda Rasulullah itu menunjukkan betapa mulianya pekerjaan sebagai seorang petani. Dalam hadist yang lain, dari Anas bin Malik yang diriwayatkan oleh Bazzar dan Abu  Nu’aim, Rasulullah bersabda :

“Ada tujuh macam pekerjaan seseorang yang pahalanya masih tetap mengalir meski dia sudah masuk kubur, yaitu : 1. Mengajarkan ilmu pengatahuan, 2. Mengalirkan air sungai, 3. Menggali sumur untuk minum, 4. Menanam pohon untuk penghijauan, 5. Mendirikan masjid, 6. Mewariskan kitab suci Al-Quran, dan 7. Mendidik anak yang berbakti dan memohonkan ampunan baginya sesudah dia meninggal dunia”


 sumber : 30 Dongeng Sebelum Tidur_ Kidh Hidayat_ Surabaya : Penerbit Mitra Umat




Senin, 11 Mei 2015

Siapa yang lebih utama? (Kajian Seputar Akhlak)




Mana yang lebih utama, antara orang yang tercipta di atas akhlak yang terpuji, dengan seseorang yang sungguh-sungguh dalam melawan nafsunya agar memiliki akhlak yang terpuji? Mana yang lebih tinggi kedudukannya di antara keduanya?

Sebagai jawaban atas masalah ini, dapat kami katakan bahwa orang yang dicipta di atas akhlak yang baik sudah barang tentu lebih sempurna. Hal ini bila ditinjau dari keber-akhlaqkannya dengan akhlak yang baik itu, atau jika ditinjau dari adanya akhlak yang baik itu pada dirinya, karena ia tidak perlu susah payah untuk memiliki sifat tersebut dan juga tidak akan kehilangan di mana pun ia berada. Sebab, akhlak yang baik itu sudah menjadi perangai dan karakternya. Di setiap waktu, engkau akan senantiasa menemukan dirinya berakhlak yang baik. Demikian juga di setiap tempat dan keadaan, engkau akan mendapatinya selalu berakhlak yang baik. Dilihat dari sudut ini, sudah tentu ia lebih sempurna.

Sedangkan yang lain, yang selalu bersungguh-sungguh di dalam melatih dirinya agar berakhlak yang baik, sudah barang tentu ia mendapatkan pahala atas kesungguhnannya. Dengan demikian, ia lebih uatama dari sudut ini. Akan tetapi, dari aspek kesempurnaan akhlak tentu memiliki kekurangan yang jauh dibandingkan dengan diri orang pertama.

Jika seseorang dianugerahi dua macam akhlak di atas, akhlak yang alami dan akhlak yang merupakan hasil bentukan manusianya, maka tentu ia menjadi lebih sempurna. Dengan demikian, dalam hal ini, manusia terbagi menjadi empat kategori :


  1. Orang yang terhalang mendapatlan akhlak yang baik/mulia, dari sudut karakter bawaannya maupun dari karakter bentukannya.
  2. Orang yang terhalang mendapatkan akhlak yang baik.mulia, dari sudut karakter bawaanannya, namun mendapatkan karakter baik tersebut melalui upaya (usaha) bentukannya sendiri.
  3. Orang yang dianugerahi akhlak yang baik/mulia, dari sudut karakter bawaan maupun melalui karakter yang ia bentuk.
  4. Orang yang dianugerahi akhlak yang baik/mulia, dari sudut karakter bawaan, namun tidak dianugerahi akhlak tersebut nelalui karakter yang ia bentuk.

Tidak diragukan lagi bahwa kategori  ketiga adalah kategori yang terbaik di antara keempat macam kategori di atas, karena ia menggabungkan karakter bawaan dengan karakter bentukan yang merupakan hasil upayanya untuk memiliki akhlak yang baik.13)

______________________________________________________________
13) Ibnu Qoyyim mengatakan bahwa seluruh bentuk akhlak yang itama itu tumbuh dari dua hal :
-Pertama : Kekhusyukan (al-khusyu’)
-Kedua : Ketinggian tekad (uluwwu ‘i-himmah)
Dalam kitab Al-Fawa’id (210-211), Ibnu Qoyyim mengatakan, “Akhlak-akhlak yang utama seperti : sabar, berani, adil, kejantanan, kesucian diri, penjagaan, kedermawanan, penyantun, pemaaf, lapang dada, tabah, berani, menggung beban, mementingkan orang lain (itsar), kemuliaan diri dari segala perbuatan rendahan, rendah diri, puas dengan segala yang ada (qona’ah), jujur, ikhlas, membalas kebaikan dengan semisal atau yang lebih baik, melupakan kesalahan orang lain, meninggalkan segala hal yang tidak bermakna, mencela segala perilaku yang buruk, dan seterusnya, sesungguhnya lahir dari kekusyukan dan ketinggian tekad. Alloh Subhanahuwata’ala memberitahukan tentang bumi bahwa ia dalam keadaan khusyuk, lalu Alloh Subhanahuwata’ala menurunkan air hujan kepadanya sehingga bumi pun bergoyang (tumbuh subur tanamannya), dan mulai memperlihatkan perhiasannya dan keceriaannya. Demikianlah pulalah dengan  makhluk yang ada di bumi ini jika mendapatkan taufik dari Alloh Subhanahuwata’ala”





sumber : Rahasia Hidup Bahagia (Meraup Melimpahnya Pahala dengan Berhias Akhlak Mulia)_ hal : 22-24_ Muhammad bin Sholih Al-‘Utsimin_ 2007_ Solo : Al-Qowam




Jumat, 08 Mei 2015

Nobita Papercraft (Stand by Me)



Alhamdulillah, melanjutkan papercraft “Doraemon Stand by Me” postingan Oktober silam, kali ini giliran sang partner setia yakni Nobi Nobita yang bakalan saya share. Masih dengan style legenda ala Nobita : baju kuning, celana pendek & sepatu warna biru, plus kacamata super besar. Oke langsung saja, this is it..

Name   : Nobita
Design : Julius Perdana / paper-replika.com
Skill level : Easy
Paper : A4 80 gsm, 4 pages

Template & instruction : klik here..!!

Berikut hasil jadinya, mohon maaf ndak bagus-bagus amat, hehe.. ^^


Tampak depan, terlihat sangat bijaksana, padahal.. (ah tau sendiri lah ^^)


Nobita tamoak samping..


Nobita tampak belakang..


Nobita & Doraemon, bersama selamanya.. "stand by me" 




Rabu, 06 Mei 2015

Kolam Ikan dan Sholat Berjamaah


kolam ikan dipekarangan rumah & sholat berjamaah di AlMuk


by : reza putra

Adakah hubungan antara kolam ikan dengan sholat berjamaah? Secara ilmiah, tentu saja tidak ada! Ya, ini semua hanya karangan saya semata kok, so ndak usah terlalu serius ya bacanya, hehe..^^

Bicara tentang kolam, Alhamdulillah di rumah saya ada seonggok kolam yang sudah dibangun 2 tahun silam, ukuran 1 x 1,5m dengan kedalaman ±1 meter. Awal-awal saya & keluarga coba memelihara kakap & gurameh. Katanya sih mudah, tapi sebagai amatiran kenyatanya memelihara ikan saja sangat sulit. Hampir semua ikan kakap satu persatu mati, finally hanya 4 gurameh saja yang bertahan hidup sampai sekarang.

Beberapa kali kami gonta-ganti ikan (dari kakap, nila, patin, koi) & sempet beli alat penyaring air yang lumayan mahal. Jangankan ikan nya jadi besar, bertahan hidup saja tidak, bahkan alat penyaring airnya malah jadi sarang nyamuk. Ah.. sudahlah, kami putuskan untuk fokus memelihara 4 gurameh yang  tersisa, tentu dengan pemeliharaan yang biasa saja.

Beberapa bulan kemudian, 4 gurameh yang kami pelihara kian lama kian besar. Luar biasa bahagianya, hehe.. Namun, kami pikir sayang rasanya kalau kolam sebesar ini hanya berisi gurameh saja. Maka berbekal ilmu dari mbah google dan tekad doang, kami beli lagi ikan Nila. Di luar perkiraan, ternyata ikan nila bisa bertahan dan ukurannta mulai besar. Tak hanya itu, beberapa bulan kemudian, bibit-bibit ikan nila mulai bermumculan, bergerombol dan berenang dengan lincah. Alhamdulillah, ikan nila tadi tak hanya tumbuh besar bahkan mulai berkembang biak.

Namun ujian tak berhenti sampai di situ. Dahulu pun kami pernah mengalami hal serupa, yakni melihat lahirnya bibit-bibit ikan nila. Namun sayang, beberapa hari setelah kelahiran, bibit-bibit itu habis dimakan ikan-ikan lainnya. Pernah juga kami coba pindahkan indukan dan anak-anaknya tadi supaya aman dari kejaran ikan lain, tapi lantaran tidak tahu cara memelihara yang baik & benar, pada akhirnya bibit ikan tadi satu persatu mati juga.

So.., peristiwa lahirnya bibit nila kali ini sungguh membuat kami bahagia, sekaligus bersedih juga. Bahagia lantaran melihat bibit-bibit ikan yang lincah tadi seakan melihat sebuah harapan baru yang mulai tumbuh. Dan sedih juga, karena kami takut bibit ikan tadi akan bernasib sama seperti pendahulunya, hilang atau mati satu persatu.

Akhirnya kami hanya bisa pasrah, kami putuskan untuk tetap membiarkan bibit-bibit itu di habitat asli bersama induknya di kolam, biarlah seleksi alam berjalan sebagaimana mestinya. Yang penting kami istiqomah memelihara ikan seperti biasanya. Satu pekan kemudian, bibit-bibit tadi sudah tak tampak lagi di permukaan, jujur kami mulai harap-harap cemas. Tapi toh kami sudah komitmen untuk ikhlas seandainya bibit ikan tadi sudah habis dilahap ikan lain, di sisi lain kami juga mencoba tetap berprasangka baik siapa tahu bibit-bibit tadi selama ini hidup di dasar kolam yang memang tak terlihat dari atas.

grombolan ikan di kolam dalam rumah


Alhamdulillah tak pernah kami sangka, bibit-bibit itu ternyata selama ini bertahan meskipun jumlahnya tak sebanyak seperti saat pertamakali mereka menetas. Mereka mulai terlihat di permukaan, tumbuh dengan ukuran tubuh yang sudah tidak mungkin dimangsa oleh ikan-ikan besar lainnya. Berenang bergerombol dengan sangat lincahnya. Sesekali terlihat mereka berkejaran dengan ikan yang lebih besar, ntahlah mau dimangsa atau malah diajak main, hehe..

Yup, generasi ikan pertama ini terus tumbuh hingga saat ini, bahkan sudah seukuran induknya. Tak sampai di situ, bibit-bibit ikan lain mulai terlahir & juga terus tumbuh, dan finally Alhamdulillah saat ini bibit ikan generasi ketiga kami  sedang berjuang menapaki masa pertumbuhannya. Jujur, begitu bahagia dan damainya hati melihat kolam ikan kami yang kini sangat merah meriah.

Nah terus, apa hubungannya kisah yang panjang lebar tadi dengan sholat berjamaah..?? Sekali lagi saya tegaskan tidak ada, hehe..^^ Hanya saja guru ngaji saya pernah bilang, “Masjid yang baik itu kalau sholat berjamaah tiap harinya lengkap”. Apa maksudnya lengkap? “Kalau semua generasi”, lanjut beliau, “Bisa sholat di situ. Dari orang tua, dewasa, remaja, juga anak-anak., asalkan masing-masing generasi tadi ada yang mewakili di setiap sholat berjamaah, itu sudah jadi tanda kalau masjid tadi 'hidup' & masa depannya baik, kata guru saya.

Berkaca dari kolam tadi, memanglah  benar demikian. Melihat ikan-ikan, ada yang kecil ada yang besar, berenang bersama dengan damai sangatlah menenangkan hati. Begitu pula perihal sholat, melihat anak-anak, remaja, bapak-bapak, ataupun orang tua yang sudah sepuh & beruban, bisa sholat berjamaah bersama-sama, saling bersalaman, duduk bersama, bercengkerama seusai sholat, terasa begitu mendamaikan. Bagi saya orangtua menjadi simbol kebijaksanaan, para remaja menjadi simbol semangat, dan anak-anak menjadi simbol masa depan yang cerah. Ah.. sungguh membahagiakan.. ^^

sholat berjamaah di Al-Muk tercinta


Saya juga teringat bagaimana susahnya mengajak anak-anak dan remaja untuk aktif terlibat di kegiatan masjid. Alih-alih aktif, sekedar ngajak untuk sholat di masjid saja nyatanya sangatlah sulit. Dari berpuluh-puluh anak dan remaja yang diajak, (mungkin) hanya 50%  saja yang mau menyambut seruan tadi. Dari 50% tadi, (mungkin) hanya setengahnya saja yang bersedia istiqomah, dan yang istiqomah tadi saya dapati mereka adalah orang-orang yang berkualitas spiritualnya. Maka memang tak dipungkiri dalam hal kebaikan selalu ada seleksi dari Allah SWT. Tapi bener kan ya? kondisi ini persis seperti kisah bibit ikan tadi kan? Hehe..

Bagaimanapun, ternyata kuncinya adalah istiqomah, ikhlas, dan pasrah. Istiqomah memelihara ikan dengan baik, sembari memasrahkan sepenuhnya hasil kepada Allah SWT, & (harus) ikhlas menerima hasilnya apapun itu, Alhamdulillah (kok ya lhadalah) Allah justru memberikan yang terbaik. Begitupula dalam  mengurus masjid, mengajak, mendidik anak-anak atau remaja, saya kira kuncinya pun sama, yakni istiqomah, ikhlas, dan pasrah. Istiqomah berbuat kebaikan amar ma’ruf nahi munkar, memasrahkan sepenuhnya hasil kepada Allah SWT, dan kudu ikhlas menerima apapun hasilnya kelak, maksudnya jangan sampai kita sakit hati kalau-kalau ajakan kebaikan kita ditolak, ya pokoknya ikhlas saja.

Toh kita semua paham, bahwa tidak ada keputusan atau kehendak Allah SWT yang buruk, pastilah semuanya yang terbaik buat hamba-Nya, apapun itu, tak peduli bagaimana pandangan kita.. Yah.., ALLAH mah emang gitu, hehe.. ^^



Wallahu’alam bi shawab..






Senin, 04 Mei 2015

The Power of Surrender (Kekuatan “Pasrah”)




by : H. Ahmad Faiz Zainuddin, S.Psi, M.Sc

Lester Levenson adalah seorang wirausahawan sukses dan pakar fisika. Pada tahun 1952, di usia yang ke-42, ia menderita berbagai penyakit fisik dan psikologis. Kesusesan karir dan finasial tidak membuatnya bahagia. Ia menderita depresi berat, sakit ginjal, lever membengkak, hyperacidity, dan beberapa komlikasi parah lainnya. Satu hari, dokter yang menanganinya menyerah dan mempersilakan dia pulang untuk menjemput kematian dengan damai di apartemennya di Central South Park, New York.

Lester Levenson adalah pria yang suka tantangan, alih-alih menyerah, dia melah memutuskan untuk kembali ke laboratorium dan mencari jalan keluar atas masalahnya. Dia melakukan refleski dan akhirnya menemukan cara untuk “pasrah” melampaui segala keterbatasan diri, “to letting go of all any inner limitation”, begitu dia menyebutnya. Selama 3 bulan dia mempraktikan  metode “pasrah” ini. Dan secara ajaib semua penyakitnya sembuh, bahkan memasuki kondisi kedamaian hati dan kebahagiaan yang terus ia rasakan hingga hari kematiannya, 18 Januari 1994, atau 40 tahun setelah divonis dokter.

Metode “pasrah” ala Lester Levenson ini sekarang diajarkan oleh murid setianya, Hale Dwoskin dan dinamai dengan The Sedona Method (Sedona adalah nama kota kecil di Amerika, tempat Lester Levenson dan Hle Dwoskin mengajarkan teknik ini). Sampai saat ini ratusan ribu orang telah memetik manfaat dari Sedona Method, dan efektifitasnya sudah diakui oleh para ahli dan dibuktikan oleh beberapa penelitian ilmiah, salah satunya dilakukan oleh lembaga penelitian terkemuka, Harvard Medical School.

Pasrah berbeda dengan iklhas. Ikhlas adalah menerima dengan legowo apapun yang kita alami saat ini, sedangkan pasrah adalah menyerahkan apa yang terjadi nanti hanya kepada Allah SWT. Kita pasrahkan pada-Nya apa yang terjadi nanti. Apakah nanti rasa sakit yang kita alami makin parah, makin membaik, atau sembuh total, kita pasrahkan semuanya kepada Allah SWT.

Pasrah bukan berarti fatalism, psarah yang sejati disertai usaha optimal untuk mencari solusi. Pasrah (atau tawakal) berarti bahwa kita berusaha sekuat tenaga sambil hati kita hanya bergantung kepada Allah SWT. Ora et Labora, kerjaku adalah doaku. Dari dulu kita telah diajari untuk berdoa: Bismillahi tawakkaltu ‘ala Allah.. ini adalah doa berangkat kerja (sebelum memulai aktivitas), bukan doa “pulang kerja”. Maka pasrah-tawakal harus dilakukan bahkan sebelum kita berusaha, bukan setelah mentok usahanya baru berpasrah, bukan pula doa “akan tidur” yang berarti setelah kita “pasrah” lalu berangkat tidur tanpa perlu berusaha lagi.

Pasrah bukan berarti tidak berusaha. Pasrah adalah sebuah kondisi jiwa kita menyerahkan diri kita sepenuhnya kepada Allah SWT, tentu saja dibarengi dengan semangat juang dan usaha yang pantang menyerah. Pasrah memberikan ketenangan jiwa dan kedamaian pikiran, karena kita yakin bahwa segala permasalahan kita dalam genggaman-Nya.

Dan bagi orang pasrah, Allah SWT akan mengambil alih masalahnya. Dia sendiri yang akan turun tangan untuk menyelesaikan permasalahan orang tersebut.

Seperti Nabi Ibrahim yang berdoa “Cukuplah Allah sebagai penolongku”, maka jadi dinginlah api yang hendak membakarnya, atau Nabi Musa yang berdoa “Dan aku serahkan msalahku pada Allah, sesungguhnya ia Maha Melihat segala urusan hamba-Nya.”

Allah-pun berpesan, “Dan jika telah kau bulatkan tekadmu, maka selanjutnya, pasrahkanlah kepada Allah SWT, sesungguhnya Ia mencintai orang-orang yang berpasrah diri”, dan “(Katakanlah) dengan Rahmat dan karunia Allah hendaklah kamu berbahagia, karena Rahmat dan karunia-Nya  lebih baik dari semua yang kamu usahakan.”




sumber = Faiz, Ahmad. 2005. SEFT For Healing + Success + Happiness + Greatness. Jakarta : Afzan Publish