وَكَانَ تَحْتَهُ كَنزٌ لَّهُمَا وَكَانَ أَبُوهُمَا صَالِحًا
.......“Maksud ‘al-khanzu’ (harta simpanan) di sini adalah lempengan emas yang padanya tertulis tujuh kalimat berikut:
Suatu ketika, Rasulullah SAW pernah bersabda, “Ada tiga hal yang sangat aku senangi di dunia ini, yaitu : wangi-wangian, istri yang solehah, dan ketenangan saat sholat..”
Ketika itu beliau sedang duduk bersama sahabat-sahabatnya. Tiba-tiba Abu Bakar Ash-Shidiq Ra berkata, “Benar Engkau, ya Rasulullah, aku pun menyukai tiga hal lainnya, yaitu: senang melihat wajah Rasulullah, menafkahkan hartaku menurut kemauan Rasulullah SAW, dan aku senang putriku berada di bawah pemeliharaan Rasulullah..”
Umar bin Khatab Ra lantas berkata, “Benar engkau, ya Abu Bakar, aku pun senang akan tiga hal lainnya, yaitu: mengajak kepada kebaikan, mencegah kemungkaran, dan berpakaian sederhana.."
Ustman bin Affan Ra pun menyahut, “Benar engkau, wahai Umar, aku pun menyukai tiga hal lainnya, yaitu: mengenyangkan orang yang sedang lapar, memberi pakaian kepada orang yang tidak memiliki busana, dan membaca Al-Quran..”
Selanjutnya, Ali bin Abi Thalib Ra juga berkata, “Benar engkau, wahai Ustman, aku pun menyukai tiga hal lainnya, yaitu: melayani tamu, puasa pada musim panas, dan memukul musuh dengan pedang..”
Ketika mereka sedang berbincang-bincang, lalu malaikat Jibril datang dan berkata (kepada Nabi SAW), “Allah SWT telah mengutusku ketika mendengar pembicaraan kalian. Allah memerintahkan kepadamu wahai Rasulullah, supaya engkau bertanya kepadaku tentang sesuatu yang aku cintai apabila aku menjadi penghuni dunia..”
Rasulullah SAW pun bertanya, “Wahai Jibril, apa yang engkau cintai jika engkau menjadi penghuni dunia?” Jibril menjawab, “Memberikan petunjuk kepada orang yang sesat, menemani orang yang taat kepada Allah, dan menolong keluarga yang fakir..”
Selanjutnya Jibril berkata, “Allah SWT, Tuhan Yang Maha Mulia dan Maha Agung mencintai tiga hal yang ada pada diri hamba-Nya, yaitu: mencurahkan segala kemampuan dalam berbakti kepada Allah, menangis karena menyesal telah berbuat maksiat, dan sabar ketika mengalami kefakiran..”
sumber : Buku, Menjadi Santun dan Bijak (Nashailul Ibad)
Pengaruh usia ketika balita terhadap masa kedewasaan seorang anak sungguh amat besar. Apa yang dialami anak dalam umur balita biasanya cesara dominan membentuk kepribadian anak tersebut di masa dewasanya.
Karena itu, awasilah pendidikan anak agar jangan tersesat oleh tangan jahat kaum iblis. Mereka punya cara yang licik untuk menyelewengkan anak dari jalan kebaikan. Tanyakanlah kepada anak-anak setiap mereka pulang sekolah, apa yang mereka alami dan pengalaman apa saja yang mereka dapatkan hari ini. Niscaya dengan demikian, selain mempererat hubungan orang tua dan anak, juga dapat mengetahui kondisi anak selama di bangku sekolahnya.
Satu contoh, sebuah perilaku menyesatkan yang dilakukan oleh seorang ibu guru tidak bertuhan kepada anak didiknya di taman kanak-kanak. Setelah anak-anak dengan rapi duduk di bangku masing-masing, berkatalah Bu Guru, “Selamat pagi anak-anak.”
“Selamat pagi ..,” jawab mereka serempak.
“Kalian tadi di rumah sudah berdoa?”
“Sudah...”
“Kepada siapa kalian berdoa?”
“Kepada Tuhan.”
“Nah,” kata Bu Guru. “Sekarang kita ingin tahu apakah Tuhan mengabulkan doa kita atau tidak. Ayo, anak-anak, semuanya angkat tangan ke atas dan pejamkan mata kalian. Lalu ikutilah doa Bu Guru.”
Setelah semua murid melakukan apa yang di suruhkannya, Bu Guru pun berkata, “Ya, Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Berilah kami peremen coklat sebungkus tiap orang.”
Anak-anak gembira, karena kali ini berdoa minta peremen dari Tuhan, mereka serentak mengikuti ucapan gurunya.
Kemudian Bu Guru berkata, “Nah bukalah sekarang mata kalian. Ada permen tidak di depanmu?”
Memang tidak ada permen di situ. Jadi anak-anak menjawab, “Tidak ada...”
Lalu Bu Guru berkata lagi, “Tibalah saatnya kita berdoa kepada Bu Guru. Pejamkan mata, angkat lah tangan kalian masing-msing, buka telapak tangannya, lantas tirukan ucapan Bu Guru.”
Anak-anak menurut. Mereka mengikuti perkataan gurunya, “Wahai, Bu Guru yang tercinta. Berilah kami permen coklat seorang satu bungkus.”
Segera Bu Guru berjalan berkeliling mendatangi murid-muridnya sambil meletakkan sebungkus permen coklat di telapak tangan mereka satu demi satu. Sesudah kebagian semua, Bu Guru pun berkata, “Bukalah mata kalian sekarang. Ada permen tidak?”
Anak-anak dengan suka cita menjawab, “Ada...”
Bu Guru kemudian bertanya, “Jadi, manakah yang pelit, Tuhan tau Bu Guru?”
Anak-anak tanpa bimbang menyahut, “Tuhan...”
“Mengapa kamu berpendapat seperti itu?”
Mereka menerangkan, “Sebab Tuhan dimintai permen coklat tidak memberi dan Bu Guru dimintai permen coklat langsung memberi.”
Bu Guru dengan bangga, karena siasatnya berhasil, lantas menjelaskan, “Anak-anak. Hal itu bukannya karena Tuhan pelit. Sebabnya cuma satu, lantaran Tuhan memang tidak ada, jadi tidak bisa memberi permen coklat meskipun diminta seribu kali.
Tentu saja anak-anak mengangguk-angguk. Belum sampai pikiran mereka untuk mendebat ucapan Bu Guru. Bahwa pada hakikatnya karunia dan kasih sayang Tuhan tidak bisa diukur secara lahir, melainkan terasakan dalam hati dan jiwa yang beriman. Sebab tidak semua rezeki bersifat materi, teraba oleh pancaindera.
Oleh : Fathi Yakan
I. PENDAHULUAN
......Da'wah merupakan perjalanan panjang yang penuh dengan duri dan rintangan. Kemenangan da'wah akan diperoleh apabila para anggota-anggotanya komitmen dan teguh dalam menapaki jalan da'wah.
......Sudah menjadi sunnatullah bahwa akan ada anggota da'wah yang berjatuhan, baik bentuknya penyelewengan, penyimpangan, pengunduran diri dan sebagainya, sebelum meraih kemenangan. Fenomena ini tidak bisa dihindari, sehingga ada sebagian orang memandang hal ini sebagai suatu fenomena yang wajar / sehat guna memperbaharui sel-sel intinya, dan membebaskan da'wah dari segala hal yang memberatkan dan menghambat pergerakan.
II. FENOMENA YANG BERJATUHAN DI ZAMAN NABI
......Pada zaman Rasulullah saw, sudah terjadi fenomena pembelotan para anggota jama’ah untuk melepaskan tanggung jawab ataupun sekedar bermalas-malasan dalam berda’wah. Beberapa peristiwa berjatuhan di jalan da'wah yang sempat terjadi adalah:
a. Kelompok mutakhollifin (orang-orang yang tidak berangkat) pada perang Uhud, diantaranya: Ka’ab bin Malik, Muroroh Ibnu ‘Ar-Rabi’ dan Hilal bin Umayyah. Namun mereka bertiga ini kemudian diterima taubatnya oleh Allah swt, dan penerimaan taubat mereka diabadikan di dalam Al Qur’an dalam surat al Bara-ah, dan karena pertaubatan besar inilah surat ini juga dinamakan surat at-Taubah.
b. Pembocoran rahasia negara oleh Hathib bin Abi Balta’ah. Namun mengingat kebaikan masa lalunya, yaitu keikut sertaannya dalam perang Badar yang merupakan yaumul furqan, Rasulullah saw mengampuni dan tidak menghukumnya.
c. Haditsul Ifki (berita kebohongan besar) terhadap Ummul Mukminin ‘Aisyah ra. Diantara orang-orang yang terlibat dalam penyebaran berita ini, ada tiga sahabat nabi, mereka telah mendapatkan hukuman had, yaitu masing-masing di dera 80 kali, dan setelah itu merekapun bertaubat. Mereka itu adalah: Hassan bin Tsabit, Hamnah binti Jahsy dan Misthah bin Utsatsah.
d. Pengkhianatan Abu Lubabah yang membocorkan rahasia hukum yang akan diterapkan kepada orang-orang Yahudi Bani Quraizhah. Dia telah menyatakan taubat kepada Allah swt dan Rasul-Nya, dan Allah swt-pun telah menerima taubatnya.
e. Peristiwa berdirinya masjid dhirar.
III. SEBAB-SEBAB BERJATUHAN
a. Sebab-sebab yang berhubungan dengan pergerakan
1. Lemahnya segi pendidikan.
2. Tidak menempatkan personal dalam posisi yang tepat.
3. Distribusi penugasan yang tidak merata pada setiap individu.
4. Tidak adanya monitoring personal secara baik.
5. Tidak menyelesaikan berbagai urusan dengan cepat.
6. Konflik intern. Konflik intern ini disebabkan oleh:
- Lemahnya kepemimpinan.
- Adanya tangan tersembunyi dan kekuatan luar yang sengaja menyebar fitnah.
- Perbedaan watak dan kecenderungan individu.
- Persaingan dalam memperebutkan kedudukan.
- Tidak adanya komitmen dan penonjolan tingkah laku individu.
- Kevakuman aktifitas dan produktifitas.
.....Dalam sejarah, konflik yang pernah terjadi antar ummat Islam adalah pada peristiwa konflik golongan Aus dan Khazraj. Dalangnya (provokatornya) adalah orang-orang Yahudi, yaitu Syammas bin Qais. Atas prakarsa Rasulullah saw maka golongan Aus dan Khazraj bersatu kembali. Hal tersebut terbukti dengan turunnya QS Ali Imran: 100 – 105.
7. Kepemimpinan yang tidak ahli dan qualified. Sebabnya antara lain:
- Kelemahan dalam kemampuan idiologi.
- Kelemahan dalam kemampuan organisatoris.
>>Oleh karena itu, seorang pemimpin yang diangkat haruslah memiliki syarat:
- Mengenal da'wah.
- Mengenal diri sendiri.
- Pengayoman yang kontinyu.
- Teladan yang baik.
- Pandangan yang tajam.
- Kemauan yang kuat.
- Kharisma kepribadian yang fitri.
- Optimisme.
b. Sebab-sebab yang berhubungan dengan individu
Yaitu berjatuhannya anggota disebabkan oleh atau bersumber pada pribadi anggota. Yang termasuk dalam hal ini adalah:
1. Watak yang tidak disiplin, sehingga menyebabkan dia tidak bisa menyesuaikan diri dengan organisasi / jama’ah.
2. Takut terancamnya diri dan periuk nasinya (QS 4 : 120, QS 3 : 175).
Tersebut dalam hadits:
حُفَّتِ الْجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ، وَحُفَّتِ النَّارُ بِالشَّهَوَاتِ (رواه أحمد ومسلم والترمذي).
“Syurga dipagari dengan hal-hal yang tidak menyenangkan, dan neraka dikelilingi oleh segala hal yang menyenangkan”. (HR Ahmad, Muslim dan At-Tirmidzi).
3. Sikap ekstrim dan berlebih-lebihan.
Tersebut dalam hadits:
“Hendaklah kamu menjauhi sikap ekstrim dalam agama. Sesungguhnya orang yang sebelum kamu binasa karena ekstrim dalam beragama”. (HR Ahmad dan An-Nasai).
4. Sikap terlalu memudah-mudahkan dan meremehkan.
Tersebut dalam hadits:
“Sesungguhnya kamu melakukan pekerjaan-pekerjaan dosa menurut pandangan mata kamu lebih halus dari rambut. Di masa Rasulullah saw, kami menggolongkan perbuatan itu termasuk al muubiqoot (hal-hal yang menghancurkan)”. (HR Bukhari).
5. Tertipu kondisi gemar menampilkan diri (QS 28 : 83)
6. Kecemburuan terhadap orang lain / kedengkian. (QS 5 : 27 – 30)
7. Bencana senjata / penggunaan kekuatan.
>>Syarat-syarat penggunaan kekuatan:
- Habis segala usaha dengan jalan lain.
- Urusannya dipegang oleh pimpinan dan jama’ah Islam dan bukan oleh individu.
- Tidak menjurus pada pengrusakan dan bencana.
- Tidak boleh keluar dari ketentuan syara’.
- Penggunaan kekuatan sesuai skala prioritas.
- Penggunaan senjata harus mempunyai persiapan yang matang dan cermat.
- Hati-hati akan pancingan berbagai reaksi.
- Tidak boleh menjerumuskan ummat Islam bila posisi kekuatan tidak seimbang.
c. Tekanan Luar
1. Tekanan dari suatu cobaan (QS 3 : 175).
2. Tekanan keluarga dan kerabat (QS 9 : 24).
3. Tekanan Lingkungan.
4. Tekanan gerakan agitasi (penyebaran kritik dan keragu-raguan).
5. Tekanan figuritas (QS 7 : 12).