by : reza putra
Salah satu kekurangan
saya adalah sulit menghafal jalan. Jangankan jalan panjang, yang pendek saja, terlebih
banyak kelokan, apalagi gang-gang sempit, sulit sekali hafalnya, kecuali jika
sudah ratusan kali melewatinya. Hehe.., mungkin ini semacam penyakit psikologis
kali ya? Makanya, sebelum datang ke sebuah acara, saya terbiasa survei jalanan
terlebih dahulu, kalau tempatnya dekat dari rumah, seringkali dengan bersepeda
ba’da subuh, itung-itung olahraga juga.
Nah, kejadian serupa
terjadi hari ahad lalu, saat saya & remaja masjid Al-Mukarrom diundang di
sebuah acara workshop pelatihan kultum Ramadhan di masjid Baitusy Syukur (BS)
di Bulak Indah, Karangasem. Oia, saya pernah melewati masjid ini sekali, ketika
agenda alaqo silaturahim ke rumah Ustadz Giyanto, salah satu pembina remaja
masjid BS yang rumahnya tepat di depan masjid BS. Saat itu malam hari (ba’da
sholat Isyak), mengikuti Murobbi yang motoran di depan, kami melewati gang-gang
dan belokan hingga sampai di tujuan.
So, agar perjalanan
workshop ke masjid BS lancar, ahad pagi ba’da subuh saya sempatkan survei,
napak tilas perjalanan pertama saya ke BS waktu agenda alaqo dulu. Dimulai dari
gang sempit di samping rumah murobbi, saya melaju dengan santai, sesuai ingatan
saya saat ke masjid BS dulu. Tapi aneh, semakin jauh melaju, saya makin asing
dengan kondisi jalan. “Lhah ini kok jalannya
beda gini ya?”, saya cuman bisa mbatin saja. Setengah jam pertama saya
cuman keliling-keliling saja, bahkan sempat tersesat juga, sampai di jalan antah brantah nan gelap, gang-gang di sini sempit & luarbiasa banyaknya.
Hampir satu setengah
jam keliling tanpa hasil, hingga akhirnya pada percobaan terakhir saya hanya
bisa pasrah. Kalau bisa nemu masjidnya ya Alhamdulillah, kalau tidak ya ndak
pa-pa lah. Dan tanpa diduga, ternyata Allah memberi jalan kemudahan. Tiba-tiba
saja masjid BS sudah di depan mata. “Ya
Allah beneran ini? Yeeeess,,!!”, lagi-lagi saya
mbatin, sambil nangis-nangis, sebenarnya mau jungkir balik juga tapi
sayang ndak bisa, hehe.. Alhamdulillah yang penting ketemu, saatnya pulang, istirahat
& sarapan, terus siap-siap ke workshop. Jujur saja, saat perjalanan pulang,
saya tidak berhenti senyam-senyum sendiri :-)
Jam setengah 8 pagi saya
mulai hubungi remaja, “Ayo Gan segera
siap-siap, jam 8 bawa motor kumpul di Al-Muk ya”, kira-kira begitu tulisan
di sms saya. Akhirnya jam 8 lebih sedikit, ada 4 sukarelawan termasuk saya yang
berangkat menuju masjid BS. Lantaran saya sudah survei lebih dulu, kelak-kelok
perjalanan ke sana hanya memakan waktu kurang dari10 menit saja. Sampai di sana
Alhamdulillah acara belum dimulai, kami disambut hangat, bersalaman,
berkenalan, mengisi absensi, dapat buku gratis, notebook, & snack kardusan,
duduk bersila mengikut acara, mendengarkan materi sambil terbahak-bahak saking
lucunya, sampai dzuhur, lantas pamitan, kembali saling bersalaman, and then
pulang dengan suksenya.
Nah di sini saya mulai
sadar, kalau selama ini orang tahunya saya datang ke acara itu saja, mengikuti
serangkaian cara seperti biasa, ya.., seperti kebanyakan peserta lainnya.
Sungguh, mereka tidak tahu betapa beratnya perjalanan saya menemukan jalan
menuju masjid BS ini. Dan ingat.!! mungkin juga ada banyak peserta di BS kemarin
yang mengalami proses tidak biasa seperti saya. Mungkin ada yang rela kehilangan
waktu berkumpul bersama keluarga demi mendatangi acara ini, atau ada yang harus
merayu-rayu temannya dengan susah payah, dengan imbalan besar, hanya agar mau ikut acara ini, serta proses-proses
luar biasa lainnya yang -baik panitia acara maupun saya sebagai sesama peserta-
“tidak harus tahu” akan hal itu.
Akhirnya saya
simpulkan, bahwa kisah seseorang
berproses menuju sesuatu itu., ternyata jauh lebih luar biasa, dibandingkan
hasil yang ia dapatkan dari proses tadi. Kita sebagai manusia terkadang
hanya melihat dan menilai seseorang berdasarkan hasil yang sudah ia capai,
tanpa pernah menghargai betapa heboh
dan luar biasanya proses yang harus ia lakukan untuk mencapai hal tersebut.
Bahkan untuk hasil yang -menurut kita- paling sederhana sekalipun.
Orang yang jarang ke
masjid misalnya, tiba-tiba dia datang dan sholat di masjid. Daripada
menyindirnya dengan kata-kata, “Ce,ileee
ke masjid nih yee.!!”, atau, “Eh akhirnya ke masjid juga, udah tobat lu?”,
atau mungkin, “Wah ndak biasanya nih ke
masjid, ada perlu apaan?”, dan kata-kata sindiran lainnya, alangkah lebih
baiknya jika kita berkata, “Alhamdulillah,
nanti berangkat bareng ya” atau memberi pujian atas tindakan sholat di masjidnya
tadi. Ya, kita harus ingat, mungkin saja orang ini harus melalui pergolakan
batin yang luar biasa dahsyat sebelum memutuskan untuk melangkahkan kakinya ke
masjid.
So kawan, mulai dari
sekarang marilah kita belajar menghargai proses. Ini juga yang mungkin menjadi alasan
mengapa ALLAH Subhanahuwata’ala, Rabb
kita Azzawajalla ini begitu menyukai
proses dibandingkan hasilnya. Dan kita juga kudu ingat nih, kalau ALLAH Subhanahuwata’ala pun memberi pahala
pada suatu amalan tergantung kadar kepayahannya dalam melaksanakan amal tersebut.
Sekali lagi, marilah kita mulai belajar menghargai proses, jangan hanya terpaku pada hasilnya semata. Karena seringkali kawan, hasil yang di mata kita 'besar' ternyata dicapai seseorang, dengan proses yang teramat sangat mudah.., dan
seringpula, hasil yang 'kecil' di mata kita, ternyata dicapai seseorang dengan
perjuangan yang teramat sangat berat.
Semoga kita semua bisa peka. Amin...