Ketika
diangkat nabi oleh Allah swt, Nabi Isa baru berusia 30 tahun. Namun, sebagai
Nabi, ia sangat bijaksana dan cepat tanggap, meskipun umurnya masih muda. Sayangnya,
sebagian dari kaumnya tidak puas dan selalu berusaha mencari-cari kelemahannya.
Pada
suatu hari, ada salah seorang dari mereka yang berkata, “Bagaimana mungkin engkau patut menjadi pemimpin kami? Umurmu masih
terlalu muda.”
Nabi
Isa dengan tenang menjawab, “Tidak, saya
sudah cukup tua dibandingkan dengan Nabi Ibrahim ketika baru dilahirkan.”
Orang
itu terdiam mendongkol. Namun, masih ada orang lainnya yang kurang puas. Orang kedua
ini lantas berkata, “Di zaman
kepemimpinan Nabi Zakaria, kehidupan di sini sangat tenteram, tetapi di masa
kenabianmu sekarang, banyak sekali terjadi kerusuhan.”
Tanpa
sikap marah Nabi Isa berkata, “Memang
betul, sebab di zaman Nabi Zakaria umatnya seperti saya, sedangkan di masa
sekarang umatnya seperti engkau semua.”
Kedua
pembangkang itupun tidak bisa berbicara lagi. Mereka kehabisan kata untuk
membantah kebijakan Nabi Isa.
Pada
kesemoatan yang berbeda, seorang murrid Nabi Isa bertanya, “Apakah yang paling berharga bagi manusia?”
“Akal,”
kata Nabi Isa. “Sebab dengan akal manusia
bisa menyejahterakan hidupnya.”
“Kalau tidak ada?”
“Sahabat yang mau memberikan nasihat.”
“Kalau tidak ada?”
“Harta yang halal dan dapat dibanggakan.”
“Kalau tidak ada?”
“Diam.”
“Kalau tidak bisa diam?”
“Mati,” jawab
Nabi Isa. “Sebab, manusia jika tidak
punya apa-apa, tetapi tidak bisa diam, biasanya mulutnya hanaya akan dipakai untuk
mengeluh dan dengki.”
Demikianlah
cara Nabi Isa memberikan pengertian kepada muridanya dan kepada para
sahabatnya.
Pernah
pada suatu hari Nabi Isa bertanya kepada para sahabatnya, “Andaikata kelian melihat salah seorang saudaramy terbuka auratnya
ketika tidak sadar, misalkan sewaktu sedang tidur, apa yang akan kalian
lakukan?” Apakah akan kau tutup auratnya, atau kau buka sekalian biar telanjang
bulat?”
Para
sahabatnya menjawab, “Selaku orang-orang
waras, tentunya akan kami tutupi supaya auratnya tidak kelihatan lagi. Masak akan
kami buka sampai telanjang bulat?”
Nabi
Isa lalu berkata, “Begitulah seharusnya
sebagai orang-orang yang beradab. Tetapi, mengapa apabila aib saudaramu
terbuka, malah seringkali dibeberkan ke mana-mana, bahkan ditambah dengan
membongkar aib-aibnya yang lain? Apakah hal itu tidak berarti sama saja dengan
menelanjangi saudaramu sendiri di muka masyarakat? Jika seseorang telah
dibentangkan seluruh aibnya di tengah masyarakat, biasanya akan jadi nekad di
dalam maksiat serta akan malu untuk kembali kepada masyarakat yang sopan. Karena
itu, janganlah suka membongkar aib orang lain, apalagi membeberkannya hingga
meluas ke mana-mana. Orang yang mempunyai aib seharusnya diberi peringatan
secara bijaksana agar mau bertaubat.”
sumber : 30
Kisah Teladan Jilid 1_kh.Abdurrahman
Tidak ada komentar:
Posting Komentar