“Bertaubatlah kamu semua kepada Allah wahai
orang-orang yang beriman agar kamu sekalian berbahagia.” (QS. An-Nuur : 31)
Pernahkah anda
merasakan bahagia? Ya, pasti. Kelulusan sekolah, kelahiran anak tercinta,
menyambut kepulangan sanak saudara, pergi berwisata, mendapatkan hadiah, dan
peristiwa lainnya. Kita akrab dengan momen-momen bahagia tersebut. Allah Swt
sang Maha Pengasih & Penyayang lah yang menganugerahkan jutaan momen bahagia di rentang hidup manusia. Tapi,
pernahkan kita berpikir tentang momen penting di mana justru Allah swt-lah yang
berbahagia?
Simaklah ilustrasi
berikut ini :
“Di tengah gurun tandus,
yang setiap butir pasirnya menguapkan hawa panas, tampak seorang musafir
berlari kebingungan kesana-kemari. Matanya menatap jauh. Keringatnya sedari
tadi sudah kering. Pana matahari membuat kulit bibirnya terkelupas. Musafir itu
mulai berpikir tentang akhir hidupnya. Kematian akan menjemput karena onta yang
membawa semua perbekalannya tak kuasa ia temukan. Di saat itulah samar-samar
matanya menangkap bayangan berjalan. Ia songsong bayangan itu. Semakin dekat,
semakin dekat. Seperti terbius, ia lalu berlari kencang dan memekik senang. Untanya
ditemukan.!!”
Demikianlah ilustrasi
indah yang dikemukakan Nabi Saw menggambarkan kebahagiaan Allah Swt. Kebahagiaan
yang bukan hanya kadarnya yang besar tapi juga mengharukan. Allah swt berbahagia
setiap hamba-Nya memanjatkan TAUBAT.
Setiap taubat yang melintasi
langit dan menyentuh Arsy-Nya. Dia sambut
dengan kegembiraan luar biasa seperti seorang musafir yang menemukan untanya di
padang pasir. “Sungguh Allah Swt gembira
menerima taubat hamba-Nya, melebihi kegembiraan seorang di antara kamu sekalian
yang menemukan kembali untanya yang hilang di tengah-tengah padang sahara,”
ujar sang Nabi Saw sebagaimana diriwayatkan Bukhari-Muslim dari Anas bin Malik.
Adapun para ulama telah
sepakat bahwa diterimanya taubat seorang hamba harus memenuhi tiga syarat. Pertama, orang itu harus langsung
menhentikan dosa itu, seperti halnya seorang pemuda yang berniat zina, namun
tiba-tiba meninggalkan wanita cantik yang telah ada di ranjangnya. Kedua, menyesal sepenuhnya, yakni
penyesalan yang harus memenuhi seluruh ruang hatinya secara paripurna. Ketiga, berketetapan hati tak akan lagi
mengulanginya. Inilah komitmen paska taubat. Jika perbuatan dosa itu diulangi,
taubat akan gugur karenanya. Ketiga syarat ini menjadi standar derajat taubat
tertinggi yaitu Taubatan Nasuha.
Kebahagiaan Allah Swt
tentu bukan kebahagiaan satu arah. Dia-lah Tuhan yang menyambut hamba yang
berjalan dengan berlari. Karenanya, seorang hamba yang bertaubat akan
memperoleh anugerah kebahagiaan tak terhingga dari Allah Swt. Kutipan surat An-Nuur di atas menjadi garansinya. Kita
bertaubat dan kita jugalah yang akan berbahagia. Tak perlu dirinci kebahagiaan
macam apa yang akan diraih. Kita tak akan mampu membayangkannya.
Potensi taubat seseorang
berada dalam ruang yang amat luas. “Jangan
pernah takut taubat kita tak akan diterima”, demikian petuah para ulama. Pintu
taubat adalah pintu yang Maha Besar. Selamanya, pintu itu berada dalam kondisi
siaga menerima taubat, kapan dan dari mana pun. Sabda Rasulullah Saw, “Pintu itu senantiasa terbuka menerima
taubat. Tidak akan ditutup sampai matahari terbitdari sebelah barat (kiamat).”
(HR.At-Tirmidzi)
Maka, jika hari ini
ada seorang hamba berjalan ke pintu TAUBAT itu dengan segenap hatinya, itulah
hari ketika Allah Swt berbahagia. Wallahu
‘alam Bishawab.
sumber: majalah hidayah 2005 (Aditia)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar