"Bismillahiraahmanirrahim.., Perjuangan itu dirintis oleh orang-orang yg ALIM, diperjuangkn oleh orang-orang yg IKHLAS, dan dimenangkan oleh orang orang yang PEMBERANI.."

Suka Blog Ini..?

Kamis, 12 Juni 2014

Perang Uhud & Guilty Feeling




by : Halley–Psikolog

Perang Uhud adalah perang di mana kaum muslimin mengalami kekalahan. Yang menarik adalah situasi sebelum terjadinya perperangan. Kita semua tahu kalau Perang Uhud merupakan ajang balas dendam kaum musyrikin.

Pada saat mendapat kabar berperang dari kaum musyrikin, sebenarnya Rasulullah menginginkan bertahan saja di Madinah. Namun bukanlah seorang Leader bila keputusan yang diambil bukan keputusan dengan musyawarah. Pada saat disampaikan kepada sahabat lainnya, ternyata mereka lebih memilih menyerang. Memang semangat para sahabat luar biasa untuk berperang karena kebanyakan mereka adalah anak muda yang bukan alumni Badar. Mereka ingin merasakan pertempuran layaknya Perang Badar. Dikarenakan banyak yang menginginkan keluar berperang, akhirnya Rasulullah SAW menyutujui untuk keluar kota Madinah.  Keputusan sudah diambil. Akhirnya terjadilah pertempuran.

Kita semua tahu bagaimana kesudahannya. Kaum Muslimin mengalami kekalahan.  Kalah menang dalam sebuah pertempuran adalah hal yang biasa. Yang luar biasa adalah bagaimana sikap Rasulullah menghadapi situasi yang terjadi. Rasulullah saat itu tidak mengungkit-ungkit bagaimana pendapatnya dulu tidak disetujui oleh para sahabat. Bahasa pasarnya, sering kita dengar bila pendapatnya tidak diikuti dengan ungkapan “Apa gue bilang, mestinya bertahan saja. Coba kalau tidak maju perang, nggak bakalan seperti ini jadinya”. Ini kalimat yang keluar bagi orang-orang yang melempar kesalahan pada orang lain. Ini kalimat yang biasa keluar dari mulut-mulut orang munafik.

Rasulullah SAW sebagai orang yang dididik dengan kejujuran dan disiapkan Allah SWT sebagai seorang Leader bagi makhluk di bumi ini pantang bersikap seperti cuci tangan begitu. Dia tunjukkan ke-Leader-annya dengan memberi support dan motivasi kepada sahabat agar tetap bertahan dan berjuang.

Kisah ini memberikan pelajaran dan hikmah kepada kita dalam hidup ini. Sikap yang tidak pantas dilakukan dengan mengatakan bahwa “makanya apa saya bilang, mestinya begini......begitu......., coba kalau mengikuti apa kata saya kan tidak akan seperti ini jadinya,..” sering kita dengar kalimat ini bagi sebagian orang yang kurang mengerti kejiwaan manusia. Bahkan tidak sedikit dari orang yang merasa punya ilmu kejiwaan, tapi tidak mampu menghiasinya dalam perilaku sehari-harinya. Seolah-olah ilmu psikologi ini hanya buat orang lain, tidak untuk dirinya sendiri.

Mengungkit-ungkit kesalahan masa lalu akan membuat seseorang merasa “Guilty Feeling”. Perasaan selalu merasa bersalah. Puaskah kita pada saat orang yang kita tuding-tuding berbuat kesalahan tersebut akhirnya merasa bersalah, sehingga dengan kepala tertunduk meminta maaf, dan bahkan tidak kuat menatap wajah kita? Inilah yang harus dijadikan pelajaran.

Sebagai sarana muhasabah mungkin kita perlu menjawab pertanyaan ini didalam hati. “Sudah berapa kali-kah kita membuat bawahan kita di kantor merasa ‘Guilty Feeling’ di saat hasil pekerjaannya kurang memuaskan?” “Seberapa sering kah kita melontarkan kalimat kepada anak kita -Makanya belajar yang rajin!. Coba kamu ikuti apa kata Bapak/Ibu, tentu kamu tidak mendapatkan nilai yang jelek itu. Coba kamu pilih jurusan yang Bapak/Ibu bilang tentu kamu bla..bla..bla..”, seolah – olah apa yang kita katakan adalah yang paling benar.

Adakah dari Anda yang merasa PUAS membuat bawahan, atau anak-anak Anda, atau teman-teman merasa bersalah dengan apa yang dilakukan? Kalau “ya” jawabannya, berarti mungkin Anda termasuk orang yang sedang sakit jiwa. 

Wallahua'lam..




Tidak ada komentar:

Posting Komentar