Alhamdulillah..!! kali
ini saya bakalan nge-share novel keren lagi. Novel berjudul Futatsu no Nagareboshi alias Kisah 2 Bintang Jatuh ini adalah novel terakhir dari trilogi kisah samurai hasil
karya Hikozza. So., saya sarankan Anda untuk baca lebih dahulu novel 1 & 2
yakni Seven Samurai & Hikari no Tsurugi-Samurai Cahaya (silakan di klik u/
prolognya).
Di story ketiga ini, Hikozza
mengisahkan tentang dua tokoh sentral yang dijuluki “2 bintang jatuh” yakni Sano
Ryu (sang Cahaya) & Yakushimaru
Toshi (sang pewaris Samurai Cahaya). Kisah tentang Sano Ryu yang seakan
ditunjukkan jalan takdir untuk bertemu dan melindungi seorang gadis sebagai
satu-satunya putri dari lelaki bermata iblis. Juga kisah tentang Yakushimaru
Toshi yang berusaha bangkit dari kematiannya dan mencoba merebut kembali
Natsue, tanah kelahirannya.
Yuups., intinya di
novel terakir ini bang Hikozza ingin menegaskan kepada kita bahwa di dunia ini tidak
ada yang namanya ‘kebetulan’, semuanya hanyalah ‘garis takdir’ yang memang sengaja
disediakan oleh Sang Pencipta untuk
kita selesaikan dengan indah. Oke cukup kayaknya, hehe.. Berikut sedikit prolognya..
^^
******
“Benarkah.? Ini seperti sebuah
kebetulan..” Sano Ryu menatap Kana tidak percaya.
Kana cepat menggeleng. “Ya.., mungkin seperti sebuah
kebetulan,” gumamnya. “Tapi, aku lebih suka menyebutnya…
garis takdir. Engkau memang sudah ditunjukkan untuk kemari, Itulah yang kemudian
membuat haha,
begitu saja percaya padamu, untuk membawaku pergi..” (Futatsu no
Nagareboshi hal 93)
Tanah Natsue, di ujung
Pulau Honshu terasa muram. Debu menebal dan bertebaran garang. Menyapu dan
menyelimuti apapun yang ada.
Jauh dari kastil
Keluarga Yokushimaru, tepat di ambang gerbang utara kastil, lelaki itu masih
memandang nanar kejauhan. Ratusan prajurit berpakaian gusoku, pakaian tempur lengkap, berdiri di depannya dalam posisi jodan, atau mengacungkan samurai ke atas
kepalanya dengan dua tangan.
Saat itu matahari
sangat terik menyengat seakan marah. Angin terus menggelora membuat langit
tertutup debu.
Lelaki itu memicingkan
mata. Ia meyapukan pandangannya ke semua samurai di depannya. Ia merasa masih
mengenal wajah-wajah itu, dan yakin wajah-wajah itu pun masih sangat mengenal
dirinya.
Tapi, kilauan bilah
samurai yang tertimpa sinar matahari segera menyadarkannya. Dengan gerakan
berlahan, ia membawa tangannya untuk menyentuh samurainya dan mengelurakan dari
sarungnya.
Semua mata tidak lepas
melihat gerakannya. Karena seiring dengan itu cahaya menyilaukan tiba-tiba saja
muncul dari arah bilah samurai itu. Semakin lama semakin menyilaukan, begitu
mencolok di antara butir-butir debu yang mengangkasa.
Seketika semuanya
tertegun. Bahkan lelaki yang mengeluarkan samurai itu sendiri. Ia sudah
beberapa kali memegang samurai ini dan memainkannya, namun tidak pernah
bercahaya sekemilau ini.
Ia tidak bisa berpikir
terlalu lama tentang keheranan ini. Pertanyaan lain sudah menggantung di
benaknya.
“Apa kau harus tetap maju ke depan? Menghadapi semua samurai di depanku?”,
batinnya bimbang. “Bukankah ini juga
tanahku? Dan mereka merupakan orang-orang yang dulu mungkin pernah ku latih?”
Lelaki itu terdiam
sejenak. Angin yang kemudian kembali menjawab pertanyaan-pertanyaannya.
Tidak bisa dielakkan
lagi, ia terbawa kenangan-kenangan di tanah ini. Ia teringat pada ayah-ibunya,
pada masa kecil bersama saudara-saudaranya…
Satu tetes air matanya
jatuh.
“Maafkan
aku, Ayah…”
Lelaki itu menguatkan
hati. Dengan cahaya terus berpendar di samurainya, ia mengangkat samurainya
membentuk posisi jodan yang terlihat
begitu kokoh.
Lalu dengan satu
sentakan, ia mulai berteriak keras. Teriakannya begitu kerasnya hingga para
samurai di sekitarnya tersentak kaget. Bahkan orang-orang yang berada jauh dari
gerbang, terutama yang berada di dalam kastil, dapat mendengar dengan jelas gema teriakannya.
Ia pun, mulai melangkah
ke depan…
******