"Bismillahiraahmanirrahim.., Perjuangan itu dirintis oleh orang-orang yg ALIM, diperjuangkn oleh orang-orang yg IKHLAS, dan dimenangkan oleh orang orang yang PEMBERANI.."

Suka Blog Ini..?

Minggu, 21 April 2013

Serdadu Kumbang dalam Perspektif Psikologi Sekolah (Bag 1/6)





Alhamdulillah, sebelumnya saya ucapkan terimakasih kepada bu Aulia selaku dosen Psikologi Sekolah yang telah memberikan tugas review film dan analisisnya. Klo tanpa tugas dari beliau, saya ndak bakalan sempat nonton apalagi nganalisis film keren ini, hehe.. Yah, jujur film ini sedikit banyak telah menginspirasi saya tentang pentingnya peran psikolog di masyarakat dan sekolah.

Meski film ini bukan kisah tentang seorang psikolog, tapi kewajiban psikolog sangat kentara terlihat di film ini terlebih dalam mendampingi anak-anak di persiapan menghadapi UN, memberi dukungan moral dan spiritual, membersamai mereka dikala belajar, istirahat, bahkan di saat mereka bermain. Yah, bagi saya itu semua semata tidak hanya agar anak-anak ini bisa lulus UN, namun lebih jauh lagi adalah mengajarkan mereka untuk mampu dewasa & bijaksana dalam menghadapi dan menyikapi hidup. 

Oke berikut ringkasan film ‘Serdadu Kumbang’ berdasarkan perspektif Psikologi Sekolah dari catatan pribadi saya, hehe.. Semoga bermanfaat!!


~~ Film “Serdadu Kumbang” mengkisahkan seorang anak berusia ± 12 tahun bernama Amek bersama kawan-kawannya yang tinggal di suatu pedesaan kecil di Sumbawa. Meski memiliki bibir sumbing, Amek terkenal sebagai seorang joki kuda yang handal hingga akhirnya ia terpilih mewakili desanya untuk suatu perlombaan. Amek tinggal bersama ibu dan kakaknya, sedangkan ayahnya bekerja di Malaysia. Bersama teman-temannya, Amek menempuh pendidikan di suatu sekolah yang hanya memiliki 5 guru, serta ± 15 murid SD dan ± 15 murid SMP. Meskipun sudah memiliki ruangan kelas dan gedung, namun sekolah Amek masih minim fasilitas seperti kursi yang kerap kali patah.

amek dkk, menjadi 'trio nakal tapi baik hati' di film ini



Amek dan teman-temannya seringkali merasa lelah bersekolah karena setiap masuk mereka sering dihukum oleh salah satu guru yang terkenal galak yaitu Pak Alim. Hukuman yang diberikan lebih menjurus pada aktifitas fisik seperti lari, skotjump, dan pushup yang berlebihan hingga pernah terjadi kasus pingsannya salah seorang teman Amek akibat kelelahan. Ketegasan yang terkesan kaku ini diberikan Pak Alim lantaran tidak ingin siswa-siswanya tidak disiplin sehingga menyebabkan mereka kembali tidak bisa lulus UN untuk kedua kalinya. Meski demikian, masih ada dua orang guru yang mengajar dengan cara yang baik dan tulus sehingga mereka dicintai oleh murid-muridnya. Salah satu guru tersebut yakni bu Imbok, yang bahkan rela mendatangi rumah murid-muridnya yang membolos sekolah demi sekedar memberikan pengertian bahwa membolos itu tidak baik dan bersekolah itu sangatlah penting. Guru ini pula yang menyediakan waktu luangnya untuk memberikan pelajaran tambahan pada anak-anak tersebut, bahkan bagi para penduduk terutama lansia yang buta huruf di desa Amek. 

waktu dihukum sama pak Alim


Salah satu masalah yang paling riskan terjadi pada siswa-siswa dan orangtua wali adalah kala mereka akan menghadapi Ujian Nasional (UN). UN mungkin benar-benar menjadi momok terbesar warga di desa Amek sehingga hal ini menyebabkan beberapa orangtua wali murid bahkan tidak segan untuk meminta pertolongan ke dukun serta meminta jimat agar anaknya lulus meskipun mereka tahu hal itu syirik dan berdosa. Salah satu murid tercerdas yang dipresdiksi akan lulus adalah kakak perempuan Amek sendiri yang bernama Minun. Namun sayang, pada saat pengumuman kelulusan, semua siswa SMP dinyatakan tidak lulus UN termasuk Minun yang notebene adalah juara kelas dan peraih piala penghargaan. Pihak sekolah sempat diprotes oleh orangtua wali dan mempertanyakan mengapa siswa secerdas Minun bahkan tidak bisa lulus UN. Klimaks dari dampak ketidaklulusan ini menyebabakan Minun merasa tertekan sehingga ia melakukan suatu tindakan yang pada akhirnya merengut nyawanya sendiri.


Kematian Minun begitu mengguncang jiwa keluarga terutama Amek. Amek pun jatuh sakit karena menolak untuk untuk makan dan memilih diam. Namun, mengingat jasa kakaknya yang rela mengeluarkan tabungan demi menebus kuda Amek yang digunakan untuk jaminan hutang, Amek akhirnya bangkit kembali untuk berlatih kuda dan belajar dengan sungguh-sungguh agar ia bisa lulus UN. Pada akhirnya, Amek dan teman-temannya berhasil meraih impiannya yaitu lulus UN Sekolah Dasar. Hal ini juga berkat bimbingan bu guru Imbok yang rela mengajar anak didiknya diluar jam sekolah, serta bimbingan Papin, salah seorang ustadz yang turut memotivasi anak-anak agar mengerjakan UN dengan cara yang baik (jujur). Tidak hanya itu, Amek pun akhirnya berhasil memenangkan kejuaraan balap kuda. Bahkan, ia kini mendapatkan sesuatu yang tidak akan ia duga-duga yakni operasi bibir sumbing gratis. ~~


Alhamdulillah, demikian postingan hari ini, untuk postingan selanjutnya insyAllah akan kita analisis film ini berdasarkan teori-teori Psikologi Sekolah (tentu saja dari materi dosen dan catatan saya, hehe..). Yups, yang terpenting bukanlah seberapa panjang analisisnya, tapi pelajaran apa saja yang dapat kita ambil, dan kemudian kita contoh dari analisis tersebut. Oke kawan, terimakasih atas perhatiannya, and sayonara..!!!! ^^    Oia, galeri2 lainnya : 


kumpul bersama kawan-kawan

suasana kelas Amek, siiip!!! pada antusias semua

Papin selalu memotivasi anak didiknya

bu Guru Imbok tidak segan membersamai murid-muridnya, 
patut kita contoh!! ^^

pengajian di masjid, agenda dakwah yang patut di pertahankan

always together, hehe..






Tidak ada komentar:

Posting Komentar