"Bismillahiraahmanirrahim.., Perjuangan itu dirintis oleh orang-orang yg ALIM, diperjuangkn oleh orang-orang yg IKHLAS, dan dimenangkan oleh orang orang yang PEMBERANI.."

Suka Blog Ini..?

Selasa, 29 Mei 2012

Praktikum Psikologi Faal : Tes Swabach



             Identitas Subjek
              Nama               : AU
              Usia                 : 22 tahun
              Jenis Kelamin   : Laki-laki

1.      Tujuan
Untuk mengetahui perbaandingan hantaran suara antara testee dan tester.

2.      Dasar Teori
Gelombang-gelombang dalam endolymphe dapat ditimbulkan oleh getaran yang datang melalui udara dan getaran yang datang melalui tengkorak, khususnya osteo temporal. Pada tes ini, penguji meletakkan pangkal garputala yang sudah digetarkan pada puncak kepala probandus. Probandus akan mendengar suara garputala itu makin lama makin melemah dan akhirnya tidak mendengar suara garputala lagi. Pada saat garputala tidak mendengar suara garputala, maka penguji akan segera memindahkan garputala itu, ke puncak kepala orang yang diketahui normal ketajaman pendengarannya (pembanding). Bagi pembanding dua kemungkinan dapat terjadi : akan mendengar suara, atau tidak mendengar suara. (http://doctorology.net, 21/04/12, 19.33 WIB)


Swabach
Metode
Hantaran tulang pasien di bandingkan dengan subjek normal
Normal
Sama dengan pemeriksa
Tuli Hantaran
(satu telinga)
Hantaran tulang lebih baik daripada normal (gangguan ini menyebabkan efek bising masking tidak ada)
Tuli Saraf
(satu telinga)
Hantaran tulang lebih buruk daripada normal

Tabel  9-1. Uji-uji garpu tala yang sering dugunakan untuk membedakan antara tuli sarafi dan tuli hantaran (William F. Ganong, 2001 : 176).

3.      Prosedur
§  Alat dan Bahan
a. Garputala 426,6 Hz no 25
b.   Kertas HVS / lembar kerja
c.    Alat tulis (pensil dan bolpoint)
d.   Inform Consent

§  Langkah Kerja
Tester terlebih dahulu memegang garpu tala 426,6 Hz dengan benar, yaitu dengan cara memegang erat ujung pada garpu tala. Kemudian, tester memukulkan garpu tala pada bantalan (busa) kursi sehingga garpu tala bergetar. Setelah garpu tala dipukulkan, tester langsung menempelkan ujung garpu tala pada tulang di belakang telinga testee. Tester kemudin menginstruksikan kepada testee agar segera member isyarat apabila getaran di garputala sudah tidak terdengar.


Saat testee sudah tidak mendengar getaran pada garpu tala, tester melepaskan garpu tala dari telinga testee dan langsung menempelkannya ke tulang di belakang telinga tester sendiri untuk mengetahui apakah masih terdengar getaran atau tidak. Dalam tes ini, tester berperan sebagai pembanding yang memiliki ketajaman pendengaran normal, sehingga hasil akhir kondisi testee ditentukan oleh tester. Setelah hasil diketahui, tester menuliskan pada lembar kerja.

4.      Hasil

Telinga Kanan
Telinga Kiri
Testee
-

-
-
Tester
+

-
-
Keterangan
Memendek
Sama dengan pemeriksa



Keterangan :
Testee        :  (-) mendengar getaran
Tester        :  (-) tidak mendengar getaran
                     (+) masih mendengar getaran

5.      Analis
Keterangan hasil pada telinga kiri testee adalaah sama dengan pemeriksa. Artinya hantaran tulang testee sama dengan hantaran tulang normal sehingga pendengaran testee dikatakan normal. Hal ini juga dikarenakan hantaran suara pada tulang testee sudah tidak terdengar pada tester sebagai pembanding normal.
Sedangkan keterangan hasil pada telinga kanan testee adalah memendek. Artinya suara getaran masih terdengar di hantaran tulang tester setelah hantaran tulang testee selesai. Ini menunjukkan bahwa hantaran tulang testee lebih buruk dari hantaran tulang tester sebagai pembanding. Hal ini sesuai dengan teori pada Tabel 9-1 Tes Rinne, William F. Ganong (2001 : 176) bahwa hantaran tulang yang lebih buruk dari normal merupakan indikasi tuli saraf.

6.      Kesimpulan
Hasil tes Swabach bahwa testee telinga kiri testee sama dengan pemeriksa yang berarti pendengaran testee normal, sedangkan telinga kanan testee memendek yang artinya testee diindikasikan mengalami gangguan pendengaran berupa tuli saraf.


sumber : Laporan Praktikum 2 Psikologi Faal_ UMS_ Fk.Psikologi_ Muh Reza Putra_ F100104016_ 26 April 2012
 
 
 

Senin, 28 Mei 2012

Praktikum Psikologi Faal : Tes Weber



        
          Identitas Subjek
             Nama               : AU
             Usia                 : 22 tahun
             Jenis Kelamin  : Laki-laki


1.      Tujuan
Untuk mengetahui perbaandingan hantaran suara pada median tulang tengkorak pada telinga kanan dan kiri.


2.      Dasar Teori
Smeltzer (2002), menyatakan bahwa uji Weber memanfaatkan konduksi tulang untuk menguji adanya lateralisasi suara. Sebuah garpu tala dipegang erat pada gagangnya dan pukulkan pada lutut atau pergelangan tangan pemeriksa. Kemudian diletakkan pada dahi atau gigi pasien. Pasien ditanya apakah suara terdengar di tengah kepala, di telinga kanan, atau di telinga kiri. Individu dengan pendengaran normal akan mendengar suara seimbang pada kedua telinga atau menjelaskan bahwa suara terpusat di tengah kepala. Bila ada kehilangan pendengaran konduktif (otosklerosis, ototis media), suara akan lebih jelas terdengar pada sisi yang sakit. Ini disebabkan karena obstruksi akan menghambat ruang suara sehingga akan terjadi peningkatan konduksi tulang. Bila terjadi kehilangan sensorineural, suara akan mengalami lateralisasi ke telinga yang pendengarannya lebih baik. Uji Weber berguna untuk kasus kehilangan pendengaran unilateral (Arif Muttaqin, 2010 : 120).


Weber
Metode
Pangkal garpu tala yang bergetar diletakkan di vertex tengkorak
Normal
Mendengar sama keras di kedua sisi
Tuli Hantaran
(satu telinga)
Bunyi lebih keras di telinga yang sakit karena efek masking oleh bunyi lingkungan tidak ada
Tuli Saraf
(satu telinga)
Bunyi lebih keras di telinga normal

Tabel  9-1. Uji-uji garpu tala yang sering dugunakan untuk membedakan antara tuli sarafi dan tuli hantaran (William F. Ganong, 2001 : 176).


3.      Prosedur
§  Alat dan Bahan
a.    Garputala 426,6 Hz no 25
b.   Kertas HVS / lembar kerja
c.    Alat tulis (pensil dan bolpoint)
d.   Inform Consent

§  Langkah Kerja
Tester terlebih dahulu memegang garputala 426,6 Hz dengan benar, yaitu dengan cara memegang dengan erat ujung pada garputala. Kemudian, tester memukulkan garputala pada bantalan (busa) kursi sehingga garputala bergetar. Setelah garpu tala dipukulkan, tester langsung menempelkan ujung garputala tepat di atas kepala, atau di median tulang tengkorak. Tester kemudian bertanya kepada testee pada telinga manakah (kanan, kiri, atau keduanya) getaran garpu tala lebih terasa. Setelah itu, tester menuliskan hasilnya pada lembar kerja. 



4.      Hasil
Telinga Kanan
Telinga Kiri
Keterangan
+
-
Laterlisasi kanan

Keterangan :
+    : mendengar
-          : tidak mendengar

5.      Analis
Tester mengalami lateralisasi kanan, artinya tester lebih cenderung mendengarkan getaran garpu tala pada telinga kanannya. Sesuai teori Smeltzer (dalam Arifin Muttaqin : 2010), bahwa individu dengan pendengaran normal akan mendengar suara seimbang pada kedua telinga atau menjelaskan bahwa suara terpusat di tengah kepala, maka kondisi pendengaran testee dikatakan tidak normal.
Smeltzer juga menyebutkan apabila terjadi kehilangan sensorineural, suara akan mengalami lateralisasi ke telinga yang pendengarannya lebih baik dan apabila ada kehilangan pendengaran konduktif, suara akan lebih jelas terdengar pada sisi yang sakit. Maka diindikasikan testee mengalami tuli konduktif atau tuli saraf.
Namun, jika berdasarkan Tabel 9-1 Tes Rinne, William F. Ganong (2001 : 176), maka testee belum tentu mengalami baik tuli hantaran (konduktif) ataupun tuli saraf. Hal ini dikarenakan munculnya faktor masking, dimana terdengar sumber suara lain selain dari getaran garpu tala akibat ruangan praktikum yang tidak kedap suara sehingga testee sulit merasakan dimana getaran garpu tala yang sesungguhnya terdengar.

6.      Kesimpulan
Hasil tes Weber adalah testee mengalami lateralisasi kanan. Artinya pendengaran testee tidak normal atau terjadi gangguan. Gangguan ini dapat berupa tuli konduktif (hantaran) atau tuli saraf. 


sumber : Laporan Praktikum 2 Psikologi Faal_ UMS_ Fk.Psikologi_ Muh Reza Putra_ F100104016_ 26 April 2012

 
 

Praktikum Psikologi Faal : Tes Rinne


 

          Identitas Subjek
             Nama               : AU
             Usia                 : 22 tahun
             Jenis Kelamin   : Laki-laki

1.      Tujuan
Untuk mengetahui perbandingan hantaran suara dari tulang dan udara pada telinga kanan dan kiri.

2.      Dasar Teori
Smeltzer (dalam Arif Muttaqin, 2010) menyatakan uji Rinne, gagang garpu tala yang bergetar ditempatkan di belakang aurikula pada tulang mastoideus (konduksi tulang) sampai pasien tak mampu lagi mendengar suara. Prosesus Mastoideus adalah bagian tulang temporalis yang terletak di belakang telinga (Evelyn Pearce, 1972 : 327).
Kemudian garpu tala dipindahkan pada jarak 1 inci dari meatus kanalis auditorius eksternus (konduksi udara). Pada keadaan normal, pasien dapat terus mendengar suara, hal ini menunjukkan bahwa konduksi udara berlangsung lebih lama dari konduksi tulang. Pada kehilangan pendengaran konduktif, konduksi tulang akan melebihi konduksi udara, begitu konduksi tulang melalui tulang temporal telah menghilang, pasien sudah tak mampu lagi mendengar garpu tala melalui mekanisme konduktif yang biasa. Sebaliknya, kehilangan pendengaran sensorineural memungkinkan suara yang dihantarkan melalui udara lebih baik dari tulang, meskipun keduanya merupakan konduktor yang buruk dan segala suara diterima sangat jauh dan lemah. (Arif Muttaqin, 2010 : 120).



Rinne
Metode
Pangkal garpu tala yang bergetar diletakkan di prosesus mastoideus sampai subjek tidak lagi mendengarnya, lalu garpu tala tersebut diletakkan di dekat telinganya
Normal
Mendengar getaran di udara setelah hantaran tulang selesai
Tuli Hantaran
(satu telinga)
Getaran di udara tidak terdengar setelah hantaran tulang selesai
Tuli Saraf
(satu telinga)
Getaran terdengar di udara setelah hantaran tulang selesai, selama tuli sarafnya bersifat sebagian

Tabel  9-1. Uji-uji garpu tala yang sering dugunakan untuk membedakan antara tuli sarafi dan tuli hantaran (William F. Ganong, 2001 : 176).

Dengan pemindahan garputala itu, maka ada dua kemungkinan yang bisa diperoleh : 1. subjek akan mendengar garputala lagi, disebut Tes Rinne Positif dan 2. subjek tidak mendengar suara garputala lagi, disebut Tes Rinne Negatif. Interpretasinya, normal apabila tes rinne positif, dan mengalami tuli konduksi apabila tes rinne negatif / getaran dapat didengar melalui tulang lebih lama.  (http://doctorology.net, 21/04/12, 19.33 WIB).

3.      Prosedur
§  Alat dan Bahan
a.    Garputala 426,6 Hz no 25
b.   Kertas HVS / lembar kerja
c.    Alat tulis (pensil dan bolpoint)
d.   Inform Consent

§  Langkah Kerja
Tester terlebih dahulu memegang garputala 426,6 Hz dengan benar, yaitu dengan cara memegang erat ujung pada garputala. Kemudian, tester memukulkan garputala pada bantalan (busa) kursi sehingga garputala bergetar. Setelah garputala dipukulkan, tester langsung menempelkan ujung garputala pada tulang di belakang telinga testee. Tester kemudin menginstruksikan kepada testee agar segera member isyarat apabila getaran di garputala sudah tidak terdengar. 


Tester melepaskan garputala apabila testee merasa sudah tidak mendengar getaran dari garputala tersebut dan langsung mendekatkan bagian bercabang garputala dengan jarak ± 2,5 cm di dekat lubang telinga testee untuk mengetahui apakah testee masih mendengar getaran pada garputala ataukah tidak. Jika sudah diketahui, tester kemudian mencatat hasilnya pada lembar kerja. Percobaan ini dilakukan dua kali, yaitu pada telinga kanan terlebih dahulu hingga pencatatan hasil, kemudian pada telinga kiri dengan prosedur yang sama hingga pencatatan hasil kembali pada lembar kerja.

4.      Hasil
Telinga
Kanan
Kiri
Tulang
+
+
Udara
+
+
Keterangan
Rinne +
Rinne +

Keterangan :
+    : mendengar
-          : tidak mendengar


5.      Analis
Hasil menunjukkan bahwa testee mendengar kembali getaran garpu tala di kedua telinganya sehingga kedua telinga (kanan dan kiri) testee mengalami Rinne +. Maka, sesuai  teori dari Smeltzer (dalam Arif Muttaqin, 2010), testee dalam kondisi normal karena konduksi udara lebih lama dari konduksi tulang, tidak mengalami kelainan konduktif maupun sensorineural.
Juga sesuai dengan teori yang dikutip dari http://doctorology.net (21/04/12, 19.33 WIB), bahwa testee yang mendengar garputala lagi, disebut Tes Rinne Positif dan interpretasinya adalah, normal apabila tes rinne positif. Dalam tabel 9-1 Tes Rinne, William F. Ganong (2001 : 176) juga disebutkan bahwa pendengaran subjek dikatakan normal apabila subjek mendengar getaran di udara setelah hantaran tulang selesai.

6.      Kesimpulan
Hasil tes Rinne pada telinga kanan dan kiri positif, artinya testee memiliki pendengaran yang normal pada telinga kanan dan kiri. Hal ini ditandai dengan getaran garpu tala di udara yang masih terdengar setelah getaran dari tulang sudah tidak terdengar.


sumber : Laporan Praktikum 2 Psikologi Faal_ UMS_ Fk.Psikologi_ Muh Reza Putra_ F100104016_ 26 April 2012