"Bismillahiraahmanirrahim.., Perjuangan itu dirintis oleh orang-orang yg ALIM, diperjuangkn oleh orang-orang yg IKHLAS, dan dimenangkan oleh orang orang yang PEMBERANI.."

Suka Blog Ini..?

Jumat, 08 Maret 2013

Mencontek Memang Budaya, Ya Sudahlah.!!?



menunduk khitmat saat ujian.. ^^



ADA KASUS...!!!?
Rabu 13 Juni 2012, seperti dikutip dari Daily Mail diberitakan bahwa seorang siswa yang dirahasiakan identitasnya tengah kepergok sedang melirik jawaban dari kertas contekan sepanjang 10 meter buatannya. Siswa ini melilitkan kertas tersebut ke tubuhnya, dan menyembunyikannya di balik baju.  Terdapat lebih kurang 25.000 perkiraan jawaban ulangan dari beberapa mata pelajaran, seperti matematika, sejarah, Bahasa Rusia, serta Bahasa Kazakstan dalam kertas contekan. Menariknya, kertas contekan ini agaknya memang dipersiapkan dengan matang karena semua jawabannya diketik dengan rapi.

Juru bicara otoritas pendidikan Kazakstan, Bolatzhan Uskenbayev, menyayangkan peristiwa ini. "Jika saja niat belajarnya sebesar niatnya menggarap kertas contekan, dia akan mampu mengerjakan ulangan dengan lebih terhormat," kata dia. Siswa ini pun harus menanggung akibat perbuatan curangnya yang gagal total. Dia tidak akan mendapat ijazah SMA karena pihak sekolah sudah memutuskan untuk mendepaknya.

Hal ini tentu berbeda dengan kasus yang terjadi di Indonesia, di mana seperti dikutip dari harian Republika 17 Juni 2011 yang memberitakan bahwa terdapat sekolah yang mengkoordinasi murid-muridnya agar mereka saling membantu pada saat mengerjakan ujian nasional (UN), yang notabene nya adalah ujian untuk menentukan kelulusan siswa. Orang tua dari salah seorang murid yang diminta pihak sekolah untuk “membantu” teman-temannya saat ujian kemudian mengungkapkan kasus ini di media meskipun pada akhirnya  ia justru ditutut pihak sekolah karena dianggap mencemarkan nama baik sekolah. Selain kasus tersebut, juga terdapat kasus pembatalana hasil ujian di salah satu SLTA di Indonesia dikarenakan jawaban pada seluruh kertas ujian siswa sama semua, sehingga semua murid harus mengulang kembali ujian untuk ke dua kalinya.


ANALISIS--NYA...?
Dalam kasus-kasus yang terjadi di Indonesia di atas merupakan cerminan bahwa mencontek terlebih dilakukan secara massal atau berjama’ah, merupakan suatu budaya yang sudah mengakar bahkan sejak sekolah dasar. Hal ini semakin kuat karena diduga sekolah turut andil dalam melegalkan serta menyuburkan budaya tersebut. Artinya sekolah tidak melarang murid-muridnya untuk mencontek dan justru menganjurkannya. Tentu hal ini sangat bertentangan dengan budaya pendidikan yang saat ini sedang digodok matang-matang yaitu pendidikan karakter.

Jika kita bandingkan dengan kasus yang terjadi di Kazakstan sebelumnya, maka sungguh terdapat perbedaan yang sangat signifikan tentang pola didik maupun sistem pendidikan antara Indonesia dan sekolah manca negara. Kazakstan, begitu tegas terhadap murid yang ketahuan mencontek yakni dengan memberi hukuman bahkan tak segan-segan mengeluarkan dari sekolah siswa yang mencontek. Sedangkan mayoritas di Indonesia, siswa yang ketahuan mencontek terutama pada momen-momen menentukan seperti Ujian Nasional (UN) terkadang lebih sering dibiarkan saja bahkan seakan-akan difasilitasi oleh sekolah.

Apabila kita analisis lebih jauh, siswa di Kazakstan mencontek mungkin  karena merasa kurang mampu dalam hal akademik dibanding teman-temannya, sehingga ia terpaksa melakukan perilaku tersebut. Sedangkan di Indonesia, karena mencontek memang sudah menjadi budaya dan kebiasaan, maka siswa yang mungkin memiliki kemampuan akademik untuk bisa menjawab soal sendiri, akhirnya hanya bisa memodel atau mengikuti kebiasaan murid-murid yang lain untuk mencontek sehingga potensi siswa yang sebenarnya tidak terlihat.

Lebih jauh, hal ini juga berdampak pada prinsip kepercayaan diri serta kejujuran yang merupakan bentuk life skill yang wajib dimiliki peserta didik. Sudah menjadi tugas guru sebagai pendidik untuk tidak hanya memberikan skill-skill akademik, namun juga life skill kepada murid-muridnya. Jika prinsip kepercayaan diri dan kejujuran sejak dini sudah sangat rendah, maka akan sangat mengkhawatirkan bagaimana masa depan peserta didik kelak. Bisa jadi di masa depan anak akan terlalu bergantung kepada orang lain, ataupun menjadi peribadi yang menjadikan perilaku berbohong sebagai hal yang biasa saja. Maka tidak salah apabila plagiat atau mencontek merupakan akar dari budaya korupsi.

Dampak dari perilaku plagiat / budaya mencontek ini tentu tidak sekedar berhenti setelah anak menjalani ujian saja. Karena sudah menjadi budaya atau kebiasaan, maka hal ini akan berdampak pada masa depan anak terutama saat ia kuliah kelak. Hal inilah, seperti dikutip dari Jawa Pos 22 Februari 2012, yang menjadikan Dikti mengeluarkan surat edaran (SE) tentang kewajiban calon sarjana mempublikasikan karya ilmiahnya dalam jurnal ilmiah. Hal ini dilakukan demi mengantisipasi terjadinya plagiat karya ilmiah di kalangan mahasiswa.  Hal ini juga menuntut Universitas mampu menyiapkan software canggih yang bisa mendeteksi karya ilmiah yang masuk sebelum dibuat dalam jurnal ilmiah. Universitas of New England (UNE) di Australia dalam hal ini telah menerapkannya sehingga setiap ada karya ilmiah mahasiswa  yang terdeteksi plagiasi minimal 10 % wajib melakukan revisi sebelum di upload di Jurnal Ilmiah.

jawaban ne opo mas bro..??? aq puyeng kie.!!

Sanksi terhadap pelaku plagiat pun juga berpengaruh. Harvard University di Boston pernah menskors 60 mahasiswanya karena ketahuan mencontek pada saat ujian, dan ini menjadi skandal akademik terbesar dan memalukan yang pernah terjadi di Harvard. Senada dengan hal tersebut, di Australia pernah terjadi kasus pemecatan seorang doctor dikarenakan terbukti melakukan plagiarisme. Dalam dua kasus di atas jelas bahwa tindakan plagiat di lembaga pendidikan Internasional tampaknya sudah menjadi suatu tindak kejahatan yang tidak bisa diampuni sehingga pelakunya  harus segera ditindak tegas. Sedangkan di Indonesia sungguh sangat kontras. Seringkali sekolah ataupun universitas kurang mampu menindak secara tegas siswa / mahasiswa yang terbukti melakukan plagiat atau mencontek mungkin dengan alasan karena dapat merusak citra baik sekolah yang bersangkutan.



SO, KESIMPULAN--NYA..??
Berdasarkan pembahasan di atas, maka sekolah ataupun universitas (termasuk para guru ataupun dosen) yang menganggap remeh-temeh budaya mencontek tampaknya harus segera berbenah untuk memikirkan kembali bagaimana masa depan anak didiknya kelak. Jika teorinya adalah : anak yang sejak dini terbiasa mencontek besarnya bisa menjadi koruptor, || maka para pendidik juga perlu yakin bahwa jika anak sejak dini sudah dibiasakan untuk jujur maka besarnya ia kan menjadi orang teguh memegang amanah. Tentu hal ini bukan semata untuk masa depan anak didik saja. Lebih jauh hal ini adalah demi bangsa dan negara, karena mau tidak mau anak-anak itulah yang kelak akan menggantikan kita mengelola bangsa dan negara ini. Wallahua’lam bi shawab..


sumber : Tugas I Psikologi Sekolah UMS_MRezaPutra_f100104016_2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar