Seperti dikisahkan
sebelumnya, Si Fahim adalah remaja paling soleh juga paling muda di antara
semua remaja di masjid Mas Bro. Boleh dibilang dari segi keimanan Si Fahim
terhitung lebih dewasa dibandingkan teman-teman remaja yang lainnya (ini menurut
Mas Bro lho ya, hihi.. ^_^). Lantas apa buktinya??
Nah, bentuk kedewasaan
itu Mas Bro lihat dari kesadarannya untuk selalu sholat berjamaah di masjid,
dari sholat Subuh –Isyak. Belum hafalan Al-Quran –nya yang sampai detik ini
belum ada remaja yang mengalahkan termasuk Mas Bro sendiri (iih. nggak malu tuh
Mas Bro, -_-?!!). Bacaan Quran nya pun fasih, indah, dan lancar. Tentunya melebihi
Mas Bro dan remaja lainnya (waaah, maafin Mas Bro ya kawan karena banyak
kurangnya ~_~)
Saat ini usia Si Fahim menginjak
14 tahun alias kelas 2 SMP. Bahkan sejak dua tahun yang lalu pun (yang berarti
Si Fahim masih kelas 6 SD), Mas Bro sudah menyimpulkan bahwa anak ini memang memiliki
kesadaran beragama yang jauh lebih dewasa dari teman-temannya yang lain. Hal ini
terekam jelas di benak Mas Bro lewat percakapan ringan & singkat namun
penuh makna antara Si Fahim dan Si Ucup (siapakah Si Ucup? Ah ndak penting kok,
yang jelas dia jauh lebih tua tapi tak lebih dewasa dari Si Fahim, hehe.. ^_^).
Si
Ucup:
“Yang namanya ujian sekolah itu ya
nyontek ndak pa-pa”, kata Si Ucup penuh kebanggan.
Si
Fahim: “Ya jangan,
ndak boleh, kan curang namanya.!”, protes Si Fahim.
Si
Ucup:
“Daripada nilai nya jelek, yo mending
nyontek biar bisa naik kelas”, Si ucup kembali mengeluarkan statemen
konyolnya (haha.., kayak artis-artis aja pakai statement segala ^_^)
Si
Fahim: “Ya kalau ujiannya
curang dosa lah sama Allah, ndak takut sama Allah?”, dengan lugunya Si Fahim
coba mengingatkan.
Si
Ucup:
“Klo aku ndak bisa jawab soal ya aku nyontek,
udah biasa, lagian aku ndak pernah ketahuan, hebat kan, haha..!!”, kata Si Ucup
makin bangga (aduuh Cuup., maksiat kok bangga seeh -_-!!?)
Si
Fahim: “Wah kebangetan.!!
Kebiasaan buruk itu namanya.!!”
Si
Ucup:
“Daripada ndak naik kelas, terus nilainya
jelek, belum dimarahi ortu. Lagian ndak naik kelas? Di kamusku ndak ada
ceritanya kayak gitu.!! Haha..!!”, Si Ucup makin bangga dengan skill
konyolnya. (waalah Mas Bro, Si ucup ini beneran konyol ternyata -_-!?)
Si
Fahim: “Lha tapi
kan kalau nyontek berarti dosa. Klo curang kan brarti nilainya jadi tidak
berkah. Kalau nilainya tidak berkah ya gimana.?”, Si Fahim mencoba memahamkan.
Si
Ucup:
“Lha terus kenapa? Berkah gimana sih
maksudmu?”, Si Ucup garuk-garuk kepala (tuh kan dia ndak ngerti maksudnya
Fahim, belajar agama lagi yang rajin ya Cup..!! -_-)
Si
Fahim: “Em.. ya
gimana ya? Ya pokok-nya kalau tidak berkah jadinya jelek lah. Ya gitu deh..!!”,
Si Fahim juga ikut garuk-garuk kepala.
Nah, dari percakapan sederhana
tadi Mas Bro melihat bahwa Si Fahim (yang kala itu masih SD) ternyata pemikiran-nya
sudah sampai pada tahap -menyadari akibat dari perbuatan yang dilakukan- , bahkan
mampu mengaitkannya dengan Allah swt. Suatu bentuk pola pikir dan kesadaran beragama
yang belum tentu orang dewasa bisa mencapainya termasuk Si Ucup yang saat itu masih
kelas 2 SMP.
Mengingat saat itu Si
Fahim masih SD, masih dalam masa pertumbuhan & perkembangan, maka sangat wajar
jika dia belum bisa menjelaskan secara detail kepada Si Ucup soal berkah ini. Lagian,
sepertinya Si Ucup juga bukan tipe manusia yang bisa memahami perkara semacam
ini secara cepat. (memang iya Mas Bro, sudah kelihatan dari percakapan tadi,
hehe..)
So.. yang jadi pertanyaan
nya adalah, bagaimana Si Fahim bisa mencapai tahap pola pikir dan kesadaran
seperti itu.?? Yoosh, jawaban-nya insyaAllah ada di kisah Mas Bro edisi selanjutnya
(akan di posting sampai batas waktu yang belum ditentukan ^_^). Oke sampai
jumpa & selalu semangat menebar kebaikan..!! Alhamdulillah…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar