"Bismillahiraahmanirrahim.., Perjuangan itu dirintis oleh orang-orang yg ALIM, diperjuangkn oleh orang-orang yg IKHLAS, dan dimenangkan oleh orang orang yang PEMBERANI.."

Suka Blog Ini..?

Senin, 09 Maret 2015

Kisah Mas Bro : Kedewasaan Si Fahim





Seperti dikisahkan sebelumnya, Si Fahim adalah remaja paling soleh juga paling muda di antara semua remaja di masjid Mas Bro. Boleh dibilang dari segi keimanan Si Fahim terhitung lebih dewasa dibandingkan teman-teman remaja yang lainnya (ini menurut Mas Bro lho ya, hihi.. ^_^). Lantas apa buktinya??

Nah, bentuk kedewasaan itu Mas Bro lihat dari kesadarannya untuk selalu sholat berjamaah di masjid, dari sholat Subuh –Isyak. Belum hafalan Al-Quran –nya yang sampai detik ini belum ada remaja yang mengalahkan termasuk Mas Bro sendiri (iih. nggak malu tuh Mas Bro, -_-?!!). Bacaan Quran nya pun fasih, indah, dan lancar. Tentunya melebihi Mas Bro dan remaja lainnya (waaah, maafin Mas Bro ya kawan karena banyak kurangnya ~_~)

Saat ini usia Si Fahim menginjak 14 tahun alias kelas 2 SMP. Bahkan sejak dua tahun yang lalu pun (yang berarti Si Fahim masih kelas 6 SD), Mas Bro sudah menyimpulkan bahwa anak ini memang memiliki kesadaran beragama yang jauh lebih dewasa dari teman-temannya yang lain. Hal ini terekam jelas di benak Mas Bro lewat percakapan ringan & singkat namun penuh makna antara Si Fahim dan Si Ucup (siapakah Si Ucup? Ah ndak penting kok, yang jelas dia jauh lebih tua tapi tak lebih dewasa dari Si Fahim, hehe.. ^_^).

Si Ucup: “Yang namanya ujian sekolah itu ya nyontek ndak pa-pa”, kata Si Ucup penuh kebanggan.

Si Fahim: “Ya jangan, ndak boleh, kan curang namanya.!”, protes Si Fahim.

Si Ucup: “Daripada nilai nya jelek, yo mending nyontek biar bisa naik kelas”, Si ucup kembali mengeluarkan statemen konyolnya (haha.., kayak artis-artis aja pakai statement segala ^_^)

Si Fahim: “Ya kalau ujiannya curang dosa lah sama Allah, ndak takut sama Allah?”, dengan lugunya Si Fahim coba mengingatkan.

Si Ucup: “Klo aku ndak bisa jawab soal ya aku nyontek, udah biasa, lagian aku ndak pernah ketahuan, hebat kan, haha..!!”, kata Si Ucup makin bangga (aduuh Cuup., maksiat kok bangga seeh -_-!!?)

Si Fahim: “Wah kebangetan.!! Kebiasaan buruk itu namanya.!!”

Si Ucup: “Daripada ndak naik kelas, terus nilainya jelek, belum dimarahi ortu. Lagian ndak naik kelas? Di kamusku ndak ada ceritanya kayak gitu.!! Haha..!!”, Si Ucup makin bangga dengan skill konyolnya. (waalah Mas Bro, Si ucup ini beneran konyol ternyata -_-!?)

Si Fahim: “Lha tapi kan kalau nyontek berarti dosa. Klo curang kan brarti nilainya jadi tidak berkah. Kalau nilainya tidak berkah ya gimana.?”, Si Fahim mencoba memahamkan.

Si Ucup: “Lha terus kenapa? Berkah gimana sih maksudmu?”, Si Ucup garuk-garuk kepala (tuh kan dia ndak ngerti maksudnya Fahim, belajar agama lagi yang rajin ya Cup..!! -_-)

Si Fahim: “Em.. ya gimana ya? Ya pokok-nya kalau tidak berkah jadinya jelek lah. Ya gitu deh..!!”, Si Fahim juga ikut garuk-garuk kepala.

Nah, dari percakapan sederhana tadi Mas Bro melihat bahwa Si Fahim (yang kala itu masih SD) ternyata pemikiran-nya sudah sampai pada tahap -menyadari akibat dari perbuatan yang dilakukan- , bahkan mampu mengaitkannya dengan Allah swt. Suatu bentuk pola pikir dan kesadaran beragama yang belum tentu orang dewasa bisa mencapainya termasuk Si Ucup yang saat itu masih kelas 2 SMP.

Mengingat saat itu Si Fahim masih SD, masih dalam masa pertumbuhan & perkembangan, maka sangat wajar jika dia belum bisa menjelaskan secara detail kepada Si Ucup soal berkah ini. Lagian, sepertinya Si Ucup juga bukan tipe manusia yang bisa memahami perkara semacam ini secara cepat. (memang iya Mas Bro, sudah kelihatan dari percakapan tadi, hehe..)

So.. yang jadi pertanyaan nya adalah, bagaimana Si Fahim bisa mencapai tahap pola pikir dan kesadaran seperti itu.?? Yoosh, jawaban-nya insyaAllah ada di kisah Mas Bro edisi selanjutnya (akan di posting sampai batas waktu yang belum ditentukan ^_^). Oke sampai jumpa & selalu semangat menebar kebaikan..!! Alhamdulillah…




Tidak ada komentar:

Posting Komentar