"Bismillahiraahmanirrahim.., Perjuangan itu dirintis oleh orang-orang yg ALIM, diperjuangkn oleh orang-orang yg IKHLAS, dan dimenangkan oleh orang orang yang PEMBERANI.."

Suka Blog Ini..?

Jumat, 31 Oktober 2014

Keterampilan Sosial, Definisi & Manfaatnya Untuk Terapi


  
Definisi keterampilan sosial
Ketrampilan sosial meliputi ketrampilan-ketrampilan memberikan pujian, mengeluh karena tidak setuju terhadap sesuatu hal, menolak permintaan orang lain, tukar pengalaman, menuntut hak pribadi, memberi saran kepada orang lain, pemecahan konflik atau masalah, berhubungan atau bekerja sama dengan orang lain yang berlainan jenis kelamin, berhubungan dengan orang yang lebih tua dan lebih tinggi statusnya, dan beberapa tingkah laku lain sesuai dengan ketrampilan yang tidak dimiliki oleh klien (Michelson, dkk. 1985). Pelatihan ketrampilan sosial ini diberikan berdasarkan tingkah laku apa saja yang akan diubah dari individu yang bersangkutan (Bulkeley dan Cramer, 1990).

Ketrampilan sosial merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki sejak dini agar individu tersebut sebagai makhluk sosial yang selalu terus menerus berinteraksi. Ketrampilan sosial ini tidaklah terbentuk secara tiba-tiba, namun merupakan imitasi dan pembiasaan dari lingkungan terdekat anak. ketrampilan sosial perlu dibiasakan sejak dini karena anak akan membawa kebisaannya tersebut hingga dewasa.

Ada banyak pelatihan ketrampilan psikologik yang dikemukakan oleh Goldstein (1981), yaitu pelatihan pemecahan masalah yang kreatif, pelatihan asertivitas, pelatihan wawancara pekerjaan, dan pelatihan ketrampilan sosial. Pada prinsipnya pelatihan ketrampilan psikologik ini dapat dilaksanakan melalui 4 tahap, yaitu:
(1) Modelling, yaitu tahap penyajian model yang dibutuhkan peserta pelatihan secara spesifik, detil, dan sering.
(2) Role playing, yaitu tahap bermain peran di mana peserta pelatihan mendapat kesempatan untuk memerankan suatu interaksi sosial yang sering dialami sesuai dengan topik interaksi yang diperankan model.
(3) Performance feedback, yaitu tahap pemberian umpan bahk. Umpan balik ini harus diberikan segera setelah peserta pelatihan mencoba agar mereka yang memerankan tahu seberapa baik ia menjalankan langkah-langkah pelatihan ini.
(4) Transfer training, yaitu tahap pemindahan ketrampilan yang diperoleh individu selama pelatihan ke dalam kehidupan sehari-hari.


Pelatihan ketrampilan sosial untuk terapi kesulitan bergaul
Pelatihan ketrampilan sosial diberikan kepada individu yang mengalami kelemahan dalam beberapa ketrampilan sosial. Ketrampilan sosial yang sering dikeluhkan individu antara lain tidak mampu melakukan komunikasi dengan baik, tidak memiliki ketrampilan sosial, baik secara implisit maupun eksplisit. Oleh karena itu Michelson, dkk. (1985) mengemukakan bahwa pelatihan ketrampilan sosial dirancang untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi dan ketrampilan sosial individu.

Sebagaimana pelatihan-pelatihan ketrampilan psikologik lainnya, pelatihan ketrampilan sosial mulai dikembangkan pada awal tahun 1970-an. Pendekatan ini ber-anggapan bahwa individu berada dalam 'masa belajar' dan bukan sebagai klien yang membutuhkan terapi. Pelatihan ini dilakukan berdasarkan anggapan bahwa yang dihadapi adalah seorang yang kekurangan dan kemampuan yang lemah, padahal kemampuan ini dibutuhkan untuk dapat hidup secara efektif dan memuaskan.

Dalam pelatihan ketrampilan sosial disajikan beberapa model atau contoh tingkah Iaku. Subjek atau klien diminta untuk mengobservasi, kemudian menirukan tingkah laku tersebut. Jadi dalam pelatihan ketrampilan sosial terkandung prinsip-prinsip belajar sosial seperti yang dikemukakan Bandura (dalam Hergenhahn, 1976). Individu melihat, mengobservasi, kemudian menirukan tingkah laku yang diajarkan tersebut. Apabila individu berhasil menirukan tingkah laku tersebut, pelatih akan memberikan pengukuh.

Tugas pelatih dalam pelatihan ini bukanlah membuat interpretasi, refleksi atau memberikan satu pengukuhan saja, tetapi secara aktif pelatih sengaja mengajarkan peri-laku yang diinginkan. Pelatih bukan melakukan intervensi seperti dalam melakukan psikoterapi, tetapi cenderung pada pelatihan. Arah pelatihan ketrampilan ini tertuju pada mengajarkan perilaku yang spesifik, bukan nilai, sikap, ataupun insight dan merupakan pendekatan perilaku yang dirancang untuk mengembangkan tindakan yang terlihat.

Selama kurang lebih lima tahun sejak tahun 1957 Suchman, (Rowe, 1978) yang sudah mempelajari sikap inkuiri pada siswa sekolah dasar menyatakan bahwa siswa  tidak terbiasa mendapat latihan mengajukan pertanyaan, dan jika mengajukan pertanyaan biasanya cenderung kurang berindikasi untuk menyelidiki.  Selama ini pertanyaan siswa tidak saling berkaitan dan siswa sangat jarang dapat mengemukakan gagasannya (Rowe, 1978).

Menurut Abimanyu (Marli, 2002) ada beberapa faktor yang menyebabkan siswa kurang berani mengajukan pertanyaan  pada saat berlangsung pembelajaran :
>>Pertama, telah berakarnya kebiasaan mengajar dengan menggunakan metode berceramah sehingga guru terlalu dominan dan tidak memberi kesempatan kepada siswa untuk berpartisipasi.
>>Kedua, latar belakang kehidupan siswa  dalam lingkungan keluarga dan masyarakat yang tidak terbiasa mengajukan pertanyaan dan gagasan.
>>Ketiga, adanya perasaan sungkan bertanya balik terhadap guru maupun teman.
>>Keempat, siswa tidak menguasai materi sehingga tidak tahu apa yang harus ditanyakan.
>>Kelima, siswa takut salah dan takut ditertawakan oleh teman. Padahal menurut Dahar (1978), dalam proses belajar mengajar pada umumnya pertanyaan mempunyai peranan yang sangat penting. Dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh siswa dapat diketahui sejauh mana siswa itu berpikir  dan menurut Rustaman (2002) pertanyaan dalam pembelajaran  akan meningkatkan kualitas pembelajaran.




Daftar pustaka :
Anggraeni, Sulistyowati. 2008. Pengaruh Pelatihan Ketrampilan Sosial Menggunakan Metode Stop Think Do terhadap Penyesuaian Sosial Anak Sekolah Dasar. Vol. 2 No. 1.








Tidak ada komentar:

Posting Komentar