"Bismillahiraahmanirrahim.., Perjuangan itu dirintis oleh orang-orang yg ALIM, diperjuangkn oleh orang-orang yg IKHLAS, dan dimenangkan oleh orang orang yang PEMBERANI.."

Suka Blog Ini..?

Senin, 11 Maret 2013

Berkelana Dalam Pilihan




Ya Allah,
sesungguhnya Kau uji aku dengan nikmat-nikmat
Lalu aku bersyukur
Itu lebih aku sukai,
daripada Kau uji aku dengan musibah-musibah
Lalu akau harus bersabar

--Abu Darda’, Radhiyallhu ‘Anhu--


Jika kita ditimpa musibah atau dikaruniai nikmat, maka menisbatkannya kepada takdir dan ketetapan Allah adalah hal yang baik. Minimal, tidak masalah. Pada nikmat-nikmat itu kita berucap “Alhamdulillah”. Dan atau menambahkan “Jazakumullahu khairan”, ketika ada peran sesame di dalamnya.

Pada musibah-musibah itu kita berucap, “Innalillahi wa inna ilaihi raaji’un”. Tambahkan, semisal ada yang menyergah, “Semisal kalau kamu hati-hati, kamu oasti nggak jatuh!”, kita akan menjawab, “Iya, maaf. Saya memang kurang hati-hati. Tapi ini sudah ketentuan Allah kok.” Jawaban ini akan menjauhkan kita dari sesal kemudian yang tak berguna. Terlebih lagi, kita harus menutup “Seandainya” atau “Kalau saja”, agar tak menjadi gerbang hati penyambut syaithan.

Sebailknya, menisbatkan maksiat kepada takdir adalah perkara yang terlarang. Adalah seorang santri suatu malam memanjat pohon rambutan di depan rumah Ustadznya. Dan ia membawa karung. Diunduhnya semua yang terjangkau oleh tangannya. Akhirnya santri-santri sekompleksnya pun kenyang rambutan malam itu. Keesokan harinya, tanpa penyellidikan yang muluk-muluk, para santri yang tidak kebagian rambutan sudah menunjukkan tersangkanya pada Ustadz.

Sang guru bertanya, “Mengapa kau curi rambutan?

Takdir Ustadz..

Sang Ustadz menjewer telinga santrinya, memuntirnya, sampai tubuh bersarung itu terpuntir-puntir mengikuti telinganya.

Adao.. Sakit Ustadz. Kok saya dihukum? Padahal saya mencuri itu kan sudah menjadi takdir Allah?

Lho, jeweran ini juga takdir kan?

Begitulah takdir. Hanya disebut begitu ketika sudah terjadi. Tapi dalam hal berbuat maksiat, janganlah kita menisbat. Karena selalu ada ruang di antara rangsangan dan tanggapan. Dan ruang itu berisi pilihan-pilihan. Maka itulah gunanya misteri takdir. Agar kita memilih di antara bermacam tawaran. Untuk menyusun cita dan rencana. Lalu bertindah dengan prinsip indah, “Kita bisa lari dari takdir Allah yang satu ke takdir Allah yang lain, dengan takdir Allah pula.


sumber : JalanCintaParaPejuang_SalimAFillah_ProUMedia 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar