Sempurnanya suatu sistem
yang diatur dalam Islam memang tidak diragukan lagi. Nah, salah satu sistem
terbaik dan paling berpengaruh untuk kesejahteraan umat dunia adalah “Sistem
Ekonomi Islam/Syariat.” Jika anda mencari info perbedaan sistem ekonomi
konvesional (sistem bunga/riba) dengan sistem ekonomi Islam (sistem bagi hasil),
sungguh banyak sekali akan anda dapati entah dari media cetak ataupun dunia maya. Maka,
kali ini akan sedikit kami jelaskan perbedaannya dalam contoh atau aplikasi
nyata. Semoga bermanfaat..!! ^^
A. Pada sistem bunga
Penentuan besarnya pengembalian ditentukan di awal, jadi untung atau ruginya
peminjam tidak menjadi perhatian dan tanggung jawab pihak bank. Contoh :
--Misalnya, si A meminjam uang di sebuah bank
konvensional sebesar Rp. 10.000.000,- dengan jangka waktu pelunasan selama 12
bulan. Besar bunga yang harus dibayar si A, ditetapkan bank secara pasti,
misalnya 24 % setahun. Dengan demikian si A harus membayar Rp. 200.000
per bulan, selain pokok pinjaman.
--Pada bulan pertama si A mendapatkan keuntungan
bersih misalnya, sebesar Rp. 1.000.000,- maka yang disetorkannya kepada bank tetap
Rp. 200.000,-
--Pada bulan kedua, keuntungannya meningkat,
misalnya menjadi Rp. 1.500.000,- maka yang disetorkan kepada Bank tetap Rp.
200.000,-
--Pada bulan ketiga, keuntungan mungkin saja
menurun, misalkan Rp. 750.000,- maka pengembalian yang dibayarkan pada bulan tetap
Rp. 200.000,- demikian seterusnya hingga bulan cicilan selesai.
A. Pada
sistem bagi hasil
Penentuan jumlah
besarnya tidak ditetapkan sejak awal, karena pengemblian bagi hasil didasarkan
kepada untung rugi dengan pola nisbah (rasio) bagi hasil. Maka jumlah bagi
hasil baru diketahui setelah berusaha atau sesudah ada untungnya. Contoh :
--Misalnya, si A menerima pembiayaan mudhrabah
sebesar Rp. 10.000.000,- dengan jangka waktu pelunasan 12 bulan. Jumlah bagi
hasil yang harus dibayarkan kepada Bank belum diketahui sejak awal. Kedua belah
pihak hanya menyepakati porsi bagi hasil misalkan 80 % bagi hasil dan 20 %
untuk bank syariah.
--Pada bulan pertama si A mendapatkan keuntungan
bersih misalnya, sebesar Rp. 1.000.000,- maka bagi hasil yang disetorkannya
kepada bank syariah ialah 20 % x Rp. 1.000.000,- = Rp. 200.000,- jadi bagi
hasil yang harus dibayarkan ialah Rp. 200.000,- ditambah pokok pinjaman.
--Pada bulan kedua, keuntungannya meningkat,
misalnya menjadi Rp. 1.500.000,- maka bagi hasil yang disetorkan sebesar 20 % x
Rp. 1.500.000,- = Rp. 300.000,- maka jumlah setoran bagi hasil pada bulan kedua
sebesar Rp. 300.000,-
--Pada bulan ketiga, keuntungan mungkin saja
menurun, misalkan Rp. 750.000,- maka bagi hasil yang dibayarkan pada bulan
tersebut ialah 20 % x Rp. 750.000,- = Rp. 150.000,- dan seterusnya hingga bulan
cicilan selesai.
Dengan demikian, jumlah
bagi hasil selalu berfluktuasi dari waktu ke waktu, sesuai dengan besar
kecilnya keuntungan yang diraih mudharib (pengelola dana / pengusaha).
Hal ini tentu berbeda sekali dengan bunga. SubhanAllah..!!!
sumber : Tugas makul : “Muamalah
dalam Perspektif Psikologi”_MuhRezaPutra_2012_disusun dari berbagai sumber