Ada peristiwa teramat
penting pernah direkam sejarah yang dialami oleh Umar bin Khattab selaku Amirul Mukminin saat itu beserta Ummu Khultsum istri tercintanya. Pada suatu
inspeksi, Umar mendengar suara rintihan seorang wanita di sebuah kemah di
pinggiran kota Madinah. Di depan pintu tampak seorang laki-laki tengah duduk tampak
kebingungan. Umar mengucapkan salam kepadanya lalu menanyakan perihal dirinya.
Dengan nada polos, laki-laki itu menjelaskan bahwa ia datang dari desa yang
mengharap kebaikan Amirul Mukminin. Umar menatap laki-laki itu dengan belas
kasih.
Ketika Umar menanyakan
soal wanita yang merintih di dalam kemah, laki-laki itu justru marah. Ia tidak
tahu bahwa orang yang ada di hadapannya sekarang adalah Amirul Mukminin yang
dicarinya. “Pergilah engkau, dan jangan
lagi menanyakan soal yang bukan urusanmu!”, bentak lak-laki tersebut kepada
Umar bin Khattab.
Namun Umar tidaklah
marah. Ia bahkan semakin ingin mengetahui keadaan sebenarnya. Ia menanyakan
lagi, sembari menawarkan pertolongan yang bisa ia lakukan. Melihat lawan
bicaranya yang tulus, laki-laki itu luluh hatinya. “Ia adalah istriku yang hendak melahirkan. Namun tak seorangpun yang
membantunya”, jawab laki-laki tersebut putus asa.
Umar tersentak
mendengar jawaban laki-laki itu. Sensitifitas jiwa kepemimpinannya tersentuh.
Ia bangkit dan bergegas meninggalkan laki-laki itu. Umar lantas menemui Ummu
Khultsum, istri tercintanya. Lalu bertanyalah Umar kepada Istrinya, “Maukah kau pahala Allah yang akan
dilimpahkan Allah kepadamu?.”
“Apakah kebaikan dan pahala itu,
wahai Amirul Mukmini?”, kata Ummu Khultsum balik bertanya penuh harapan dan
keheranan.
Umar kemudian
menceritakan apa yang dilihatnya barusan. Ia meminta kelonggaran hati istrinya
untuk mengulurkan bantuan demi kelahiran sang bayi. Maka, tanpa harus diberi penjelasan
panjang lebar, Ummi Khultsum bergegas menyiapkan segala perbekalan yang
diperlukan. Sementara Umar, beliau mengambil karung berisi gandum dan minyak
samin.
Sejurus kemudian
berangkatlah pasangan suami istri ini menuju kemah di pinggiran kota Madinah.
Umar memikul sendiri bahan makanan, sementara Ummu Khultsum membawa segala yang
dibutuhkan saat seorang wanita melahirkan. Dengan berjalan setengah berlari,
keduanya tiba lebih cepat.
Ummu Khultsum langsung
masuk kemah. Ia bertindak sebagai bidan dadakan, sementara Umar dan laki-laki
tadi memasak roti dan minyak samin di luar. Tidak lama berselang, Ummu Khultsum
berseru, “Wahai Amirul Mukminin, berilah
kabar gembira kepada saudaramu itu, Allah telah mengaruniainya seorang bayi
laki-laki.”
Laki-laki itu
terperanjat kaget dan bahagia. Ia bahagia lantaran istrinya melahirkan bayi
dengan selamat. Namun yang membuat ia sesungguhnya terperanjat adalah bahwa laki-laki
yang ada di hadapannya , yang tadi sempat dimarahi dan dibentaknnya, ia ternyata
adalah Amirul Mukminin, Umar bin Khattab. Istrinya laki-laki itupun demikian,
ia tidak menyangka bahwa Ummu Khultsum, wanita yang membantunya melahirkan
adalah istri dari Amirul Mukminin.
Bagi Umar ra sendiri,
pertolongan yang ia berikan semata-mata karena Allah memerintahkan untuk saling
tolong menolong dan karena tanggungjawabnya sebagai seorang Khalifah yang wajib
menjaga keselamatan serta kesejahteraan rakyatnya. Ia melakukan itu bukanlah
untuk pencitraan, apalagi upaya cari muka. Ia juga tak sedang kampanye, apalagi
sekedar menunjukkan kebaikan dirinya di hadapan rakyatnya.
Sungguh ini adalah
contoh nyata keluarga pemimpin sekaligus pasangan suami-istri teladan, yang
wajib ditiru oleh para penguasa di zaman sekarang ini. Semoga kelak kita
mendapatkan pemimpin yang tegas serta lembut seperti Umar bin Khattab ra. Amin
Ya Rabbal ‘alamin..!!
sumber : Kisah Cinta Penggugah Jiwa _ Irfan Supandi (2008)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar