Belajar dari Kupu-kupu yang Cantik
“Wah, handphone baru Nak Mas..?” Tanya Ki Bijak
“Alhamdulillah ki, handphone ini baru kemarin ana beli, suaranya lebih jernih, bisa diloud lagi, ditambah fiturnya juga bagus ki, warna-warnanya juga indah..” Kata Maula seperti tengah berpromosi.
Ki Bijak tersenyum mendengar kata-kata Maula, mereka berdua terlibat diskusi mengenai handphone baru Maula.
“Nak Mas, kalau suara handphone ini diapakan tadi...diloudkan..? kira-kira dalam radius berapa suaranya bisa terdengar..?”, Tanya Ki Bijak.
“Mungkin masih bisa kedengaran dalam radius dua atau tiga meter ki..” Kata Maula.
“Nak Mas pernah dengar suara jangkrik..?”, Tanya Ki Bijak.
“Ya pernah ki, suaranya keras sekali, bahkan sampai terdengar dari radius puluhan meter....” Kata Maula.
“Nak Mas bandingkan besar jangkrik dengan besar handphone Nak Mas, pasti jauh lebih kecil, tapi dengan ukuran yang jauh lebih kecil sekalipun, jangkrik mampu menghasilkan suara dari gesekan sayap-sayapnya, jauh lebih keras dari handphone yang tercanggih sekalipun” Kata Ki Bijak.
Maula baru ‘engeh’ kearah mana pembicaraan gurunya.
“Iya ya ki, handphone ini sudah sedemikian canggih, tapi suaranya masih kalah dari jangkrik yang kecil..” Kata Maula.
Ki Bijak tersenyum lagi, “Itulah kenapa kita tidak boleh merasa sombong dengan kepandaian dan kepintaran kita, karena ilmu dan pengetahuan kita hanyalah seperti setitik tinta ditengah lauatan ilmu Allah..” Sambung Ki Bijak.
“Lalu Nak Mas perhatikan sayap kupu-kupu yang beterbangan itu..”, Kata Ki Bijak sambil menunjuk kearah beberapa kupu-kupu yang hinggap dan pergi diputik bunga.
Maula mengarahkan pandangannya kearah yang ditunjuk gurunya, ia mendapati beberapa ekor kupu-kupu dengan sayap yang bercorak sangat indah, kedua sisi sayapnya dihiasi motif dan garis yang sangat simetris, kalau ada titik hitam disayap kirinya, titik dengan warna dan ukuran yang sama terdapat pula disayap kananya, jika ada warna kecoklatan dan garis-garis halus disebelah sayap kanannya, pun demikian disayap kirinya, sungguh sebuah penciptaan yang sempurna, tak bosan mata Maula menyaksikan gerak sayap kupu-kupu yang berkipas-kipas, hingga Ki Bijak meneruskan perkataannya.
“Nak Mas bandingkan dengan corak dan warna casing handphone Nak Mas yang mahal itu,lebih indah mana..?”, Tanya Ki Bijak.
“Subhanallah, tiada kesempurnaan dan keindahan yang melebihi kesempurnaan dan keindahan yang Allah ciptakan ki..” Kata Maula.
“Nak Mas benar, tiada kesempurnaan dan keindahan yang setara atau menyamai kesempurnaan dan keindahan ciptaan Allah yang seharusnya makin membuat kita bersujud demi menyaksikan keagungan dan kebesaran-Nya..” Kata Ki Bijak.
“Ki, demikian banyak dan jelas kesempurnaan dan keindahan yang Allah ciptakan, tapi kenapa sedikit sekali diantara kita yang mengetahui atau menyadarinya ki..” Kata Maula.
“Seandainya hati anak adam ini tidak tertutupi oleh debu dosa dan kufarat, jangankan hanya keindahan yang jelas nampak didepan mata, keindahan-keindahan langit sekalipun ia akan mampu melihatnya..” Kata Ki Bijak.
“Ki, sebesar apa pengaruh dosa terhadap kepekaan dan ketajaman “mata hati” dalam melihat “kebesaran Allah”..?” , Tanya Maula.
“Besar Nak Mas, bahkan sangat besar sekali, karena hati kita ini ibarat lensa yang membantu kita untuk dapat melihat dengan jelas segala hal yang Allah perkenankan untuk kita ketahui, namun ketika lensa itu tertutup oleh debu-debu dosa, maka pandangan mata hati kita akan buram dan samar, atau bahkan tidak bisa kita gunakan untuk melihat sama sekali, manakala kotoran dan debu-debu dosa itu sedemikian banyak dan berkerak dihati kita..” Kata Ki Bijak.
“Ki, apakah mungkin kotoran dan debu itu bisa dibersihkan ki..?” Tanya Maula.
Ki Bijak menghela nafas panjang, “Insya Allah bisa Nak Mas, selama kita masih diberi kesempatan hidup oleh Allah swt..” Katanya lagi.
“Meskipun dosa-dosa kita banyak ki..” Tanya Maula
Ki Bijak mengangguk, “Nak Mas perhatikan lagi kupu-kupu itu, Nak Mas tahu dari apa kupu-kupu itu berasal...?” Tanya Ki Bijak.
“Kupu-kupu berasal dari ulat yang bermetoforposis menjadi kepompong sebelum kemudian akhirnya menjadi kupu-kupu ki..” Kata Maula, sambil mengingat pelajaran biologi yang pernah didapatnya dulu.
“Siapapun hampir pasti jijik ketika melihat ulat bulu yang gatal, tapi ketika ulat bulu yang hitam dan besar itu bermetaforposis kemudian jadi kupu-kupu, insya Allah setiap orang menyukainya, terlepas dari apa kupu-kupu itu berasal..”
“Demikianpun kita Nak Mas, sengaja atau tidak disengaja, mungkin suatu ketika periode kehidupan kita terjebak dalam kubangan dosa yang membuat kita kotor dan penuh debu dosa, dan ketika itu kita ibarat ulat yang sangat menjijikan dimata Allah swt..”
“Dengan keagungannya, kemudian Allah memerintahkan kita untuk bersegera menuju ampunannya dengan menyesali dan bertobat dari salah dan dosa kita, mungkin kita akan merasakan “sakit” ketika kita mulai meninggalkan hobi judi kita misalnya, mungkin kita akan menderita manakala kita tak lagi meminum khamr kegemaran kita misalnya, mungkin kita akan merasakan lelah, manakala kita harus banyak duduk bersila dan berdzikir untuk membasuh dosa-dosa kita, mungkin kita akan merasa merugi ketika pertama kali kita bersedekah, tapi perasaan sakit, perasaan menderita, perasaan lelah itupun dialami oleh ulat yang ingin menjadi kupu-kupu, jadi adalah sesuatu yang wajar dalam proses tobat kita, kita merasakan sesuatu yang kadang sedikit menyakitkan, yang harus kita ingat bahwa dengan itu, insya Allah kita akan menjadi “kupu-kupu” yang indah, yang lucu, dan tidak lagi dijauhi atau membuat jijik orang-orang disekitar kita..” Kata Ki Bijak lagi
Maula kembali memperhatikan kupu-kupu itu, indah warnanya, imut gerakannya, dimanapun kupu-kupu itu hinggap, tak satupun bunga yang melarangnya, karena kupu-kupu tidak pernah membuat kerusakan pada putik bunga, justru kupu-kupu menjadi sarana perkawinan antara putik sari dan benang sari serta penyebaran bibit-bibit bunga ketempat-tempat yang dihinggapinya...
Ki Bijak memperhatikan Maula yang terlihat sangat asyik memperhatikan kupu-kupu disekitarnya;
“Kita pun seharusnya meniru dan belajar dari kupu-kupu Nak Mas, indah perilaku kita, bijak tutur kata kita, sopan dan santun gerak – gerik kita, sehingga kita bisa diterima dimanapun kita menginjakan kaki, dikantor, dirumah, atau dimanapun, dan seperti kupu-kupu itu lagi, sedapat mungkin keberadaan kita bisa membawa manfaat bagi orang lain dan lingkungan tempat dimana kita tinggal...” Kata Ki Bijak.
Maula tersenyum, perkataan gurunya barusan, adalah penjelasan dari apa yang tengah ia pikirkan, kemudian hatinya lirih berkata;
“Terima kasih ki, terima kasih kupu-kupu, puji syukur kepada-Mu yang Allah, hari ini hamba Engkau ajari hamba dengan hikmah yang sangat indah ..”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar