Fenomena Bayi yang Dibuang Motif Mengapa Bayi Dibuang :
1) Belum siap secara ekonomi
>>Subjek rata-rata usia dewasa, suami-istri / sudah menikah, namun tidak memiliki kesiapan untuk memenuhi kebutuhan hidup terutama dalam hal ekonomi. Elizabeth B. Hurlock dalam buku Psikologi Perkembangan menyebutkan bahwa salah satu kondisi yang menambah penyesuaian pernikahan yang lebih baik adalah dengan mengetahui jumlah ideal anak.
>>Faktanya, kebanyakan subjek / pelaku adalah mereka yang memiliki jumlah anak tinggi, namun hidup dalam kondisi di bawah garis kemiskinan. Status ekonomi yang tiidak sesuai harapan mereka , merupakan bahaya dalam hubungan keluarga, terutama dalam keluarga besar dimana masalah kekurangan uang selau terjadi setiap bulan. (Edler, 1969). Karena merupakan suatu bahaya / permasalahan, maka membuang bayi dilakukan agar bayi selamat dari kemiskinan dan subjek terlepas dari tanggungjawab mereka.
2) Belum siapnya secara mental
>>Faktor yang menyebabkan orang tua melakukan pembuangan bayi diantaranya belum siapnya secara mental mempunyai serta mengurus anak dengan segala kebutuhan yang diperlukan sang anak baik dalam material maupun inmaterialnya.
>>Kadangkala terlihat adanya remaja yg tdk melibatkan diri dalam kehidupan masyarakat. Mereka tdk mw mengambil tenggung jawab penuh sbg orang dewasa. Mereka belum memperoleh tempat dalam masyarakat, belum mempunyai pekerjaan tetap. Tanggungjawab pada kehidupan berkeluarga, dirasakannya sbg beban yg terlalu berat, shg mereka hanya berpetualang dalam permainan cinta (Singgih D Gunarsa dan Yulia )
3) Tekanan dari keluarga
>>Elizabeth B. Hurlock (Psikologi Pendidikan, hal: 233) menyebutkan bahwa kehidupan social remaja yang baru dan lebih aktif dapat mengakibatkannya melanggar peraturan keluarga terutama tentang hubungan dengan lawan jenisnya.
>>Sangat sesuai dengan tema bahwa kondisi hamil diluar pernikahan terutama pada subjek remaja merupakan suatu bentuk pelanggaran berat di keluarga. Pihak keluarga yang tidak ingin menanggung aib dan malu pada akhirnya memaksa subjek untuk membuang janin / bayinya yang mereka anggap sebagai bentuk penuntasan masalah.
4) Tekanan dari lingkungan
>>Beberapa kondisi yang meyebabkan remaja ditolak oleh lingkungannya adalah karena memiliki perilaku sosial yang kurang baik, kurangnya kematangan terutama dalam pengendalian diri dan emosi, serta adanya sifat-sifat kepribadian yang dapat mengganggu (Elizabeth B Horlock, 1980).
>>Termasuk dalam hal ini adalah fenomena seorang remaja yang hamil di luar pernikahan, tentunya menjadi kondisi yang sangat menekan karena tidak sesuai dengan norma sosial di masyarakat. Pada akhirnya, perilaku seperti ini hanya akan dianggap sebagai sebuah aib dan karena tidak ingin menanggung rasa malu, membuang bayi / janin tampakny sudah menjadi hal umum yang dilakukan remaja untuk menghindarinya.
5) Statusnya anak yang belum jelas
>>Dalam hal ini anak tidak tahu siapa orang tua kandungnya dikarenakan statusnya yang tidak jelas dan sang anak tidak punya bukti kelahiran secara hukum Negara dan agama yang berlaku. Sehingga mempersulit sang anak apabila kelak ia membutuhkan identitas kelahiran.
6) Banyaknya kemudahan aborsi secara legal
>>Banyaknya tempat praktek yang menyediakan jasa aborsi / menggugurkan bayi dengan berkedok sebagai tempat pengobatan kehamilan atau semacamnya. Sehingga pelaku mudah mencari tempat aborsi secara legal tanpa mengundang curiga dari lingkungan masyarakat sekitar.
Subyek utama :
· Remaja yang melakukan seks bebas dan hamil diluar pernikahan.
· Orang tua yang tidak bisa membiayai anak karena himpitan ekonomi
· Korban pelecehan seksual
· Pihak – pihak lain diluar ibu kandung bayi (orang tua, pasangan, saudara, dll)
Dampak :
>>Karena mayoritas subjek atau pelaku utama adalah karena kehamilan pra-nikah-pada-remaja, maka akan berdampak sebagai berikut :
a. Pengguguran kandungan dengan sengaja atau sering disebut abortus provocatus. Selain melanggar agama dan hukum juga berakibat membahayakan keselamatan jiwa. Tindakan aborsi ilegal mengakibatkan terjadi infeksi, perdarahan dan sebagai akibat lanjut adalah kemandulan.
b. Terjadi berbagai komlikasi kesehatan yang buruk bagi janin dalam kandungan. Antara lain persalinan prematur dan berat badan bayi yang rendah karena kurang gisi. Gangguan pertumbuhan organ / bayi cacat akibat pernah mengkonsumsi obat obatan dan akibat penggunaan korset untuk menutupi kehamilan dengan menekan perut.
c. Komplikasi kehamilan pada ibu yang mengandung : -Anemia ( kekurangan sel darah merah / Hemoglobine ) karena kebutuhan gisi selama hamil tidak diperhatikan , -Akibat stres berlebihan menimbulkan hiperemesis gravidarum (mual muntah yang berlebihan), -Terjadi kenaikan tekanan darah atau keracunan kehamilan yang di sebut pre eklampsia atau berlanjut menjadi eklampsia dan dapat mengancam jiwa, -Terjadi infeksi baik saat hamil maupun masa nifas, terutama pada kehamilan dengan latar belakang sosial ekonomi rendah, -Meningkatkan angka kematian ibu.
Solusi :
1. Pendidikan seks sejak dini
>>Telaah-telaah tentang apa yang terutama ingin diketahui tentang seks menunjukkan bahwa perempuan sangat ingin tahu tentang keluarga berencana, “pil antihamil,” pengguguran dan kehamilan. Di lain pihak, laki-laki ingin mengetahui tentang penyakit kelamin, kenikmatan seks, hubungan seks, dan keluarga berencana. Minat utama mereka tertuju pada masalah hubungan seks, konteksnya dan akibatnya.
>>Beberapa remaja merasa bahwa informasi seks yang diperoleh dari orang tua sudah cukup (George Clarlk , 1971). Padahal dengan keingintahuan remaja akan seks yang semakin tinggi dan berkembang hendaklah menjadi perhatian utama orang tua yaitu dengan memberikan pengetahuan seks yang lengkap, jelas dan memuaskan sehingga remaja tidak mencari tahu pada sumber yang menyesatkan.
>>Pendidikan seks benar-benar diperlukan oleh remaja. Tempat memberikan pendidikan seks itu yg terbaik adalah di sekolah, baru kemudian di rumah (untuk melengkapi) juga peranan masyarakat di luar sekolah dan media-massa (Dr. Sarlito Wirawan Sarwono 1981, Pergeseran Norma Perilaku Seksual Kaum Remaja)
2. Pendidikan moral dan agama
>>Hanya sedikit remaja yang mampu mencapai tahap perkembangan moral yang demikian (memiliki perasaan malu dan bertanggungjawab) sehingga remaja tidak dapat disebut secara tepat orang yang “matang secara moral” (Langfored&George, 1975). Artinya sebagian besar remaja selalu mengalami klris moral sehingga dibutuhkan pendidikan moral yang baik dan intensif untuk memberikan kesadaran bagi remaja terutama kesadaran akan perasaan bersalah dan perasaan malu. Jika kesadaran ini sudah terbentuk, maka diharapkan remaja mampu menjaga perilakunya sesuai norma-norma.
>>Beberapa remaja menolak segala ajaran mengenai nilai moral dan keagamaan yg disampaikan kepadanya atau ia mengunci dirinya di dalam dunianya sendiri, dengan nilai dan normanya sendiri dan tidak menyatakan pendiriannya kpd lingk. nya.Pengamatan di kota-kota besar membuktikan bahwa tidak jarang pemuda yg menjadi “penolak agama” yg menganggapnya sbg dongeng yg diteruskan oleh tradisi yg hanya menghabiskan waktu dan tenaga. Sehingga, nilai-nilai moral dan agama pada remaja harus ditegakkan agar remaja tdk kehilangan pegangan tentang moral dan keyakinan agama. Dengan demikian remaja diharapkan mempunyai makna dan tujuan hidup bagi diri sendiri dan manusia pada umumnya.
3. Perhatian orang tua terhadap anak
>>Peran orangtua sangat penting dalam usia perkembangan terutama dalam memberikannya perhatian agar sang anak tidak mudah terpengaruh hal-hal negative dalam menjalani kehidupan terutama di jaman modern ini dimana teknologi dan budaya semakin berkembang.
>>Hendaknya selalu ada komunikasi antara orang tua dan remaja agar tdk terjadi jarak yg signifikan. Pendidikan seks dan isu-isu tentang pernikahan harus diutarakan oleh orang tua sehingga remaja mendapatkan wawasan tentang hal tersebut (Soesmalijah Soewondo, 2001)…bunga rampai, Psikologi perkembangan pribadi). Terdapat interaksi antara orang tua dan remaja sehingga timbul afeksi (rasa cinta dan kasih sayang), menyediakan rasa aman, kebutuhan remaja yg tercukupi, menimbulkan persahabatan dan memberikan kesempatan pada remaja untuk bersosialisasi.
4. Kesiapan mental
>>Untuk menjadi orang tua dibutuhkan kesiapan mental dari kedua belah pihak yang telah resmi menikah secara hukum agama dan hukum Negara, sehingga saat mempunyai anak orang tua dapat bersama-sama bertanggung jawab mengurus dan membimbing sang anak dengan cara yang baik dan benar.
5. Kesiapan ekonomi >>Segala kebutuhan yang diperlukan sang anak menjadi prioritas dari peran orang tua , untuk itu orang tua bertanggung jawab atas kesiapan ekonominya sehingga keperluan sang anak dapat terpenuhi secara baik. Untuk menjadi orang tua juga membutuhkan kesiapan ekonomi yang menunjang kebutuhan anak dalam materi sehingga sang anak dapat hidup secara layak dan tercukupi, yaitu salah satu caranya ialah dengan memiliki pekerjaan ataupun ketrampilan yang bernilai ekonomi.
DAFTAR PUSTAKA
Hurlock, Elizabeth. B. 1980. Psikologi Perkembangan. Jakarta : Erlangga
Rukadjat, A, Bratanata, dkk. 1972. Psikologi Perkembangan. Jakarta : Gaya Tunggal
Sarwono, S. W. 1981. Pergeseran Norma Perilaku Seksual Kaum Remaja. Jakarta : CV.Rajawali
Singgih, D. G. dan Yulia. .Psikologi Perkembangan. Jakarta : PT BPK Gunung Mulya
Soewono, Soesmiljah. 2001. Psikologi Perkembangan Pribadi. Jakarta : UI Press
TUGAS 3 (DISKUSI) PSIKOLOGI PERKEMBANGAN I
1) Taqwa Hasma Septyanida F100100018, 2) Wening Fitriani Utami F100100044, 3) Rangga Oktavianto F100100068, 4) Tri Setyono F100100120, 5) Muhammad Reza Putra F100104016, FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010