Conger
(1976) & Dusek (1977) mendefinisikan kenakalan remaja sebagai suatu
kenakalan yang dilakukan oleh seseorang individu yang berumur di bawah 16 dan
18 tahun yang melakukan perilaku yang dapat dikenai sangsi atau hukuman.
Sedangkan Fuhrmann (1990) menyebutkan bahwa kenakalan remaja suatu tindakan
anak muda yang dapat merusak dan menggangu, baik terhadap diri sendiri maupun
orang lain.
Istilaah kenakalan remaja (juvenile
deliquency) mangacu pada suatu rentang perilaku yang luas, mulai dari
perilakuyang tidak dapat diterima secara sosial (seperti bertindak berlebihan
di sekolah), pelanggaran (seperiti melarikan diri dari rumah), hingga tindakan
kriminal. (Santrock, 1983:22). JP. Chaplin (1981:128), menyebutkan
dalam kamus lengkap psikolog sebagai deliquent
: seorang anak muda yang melanggar, berdosa, atau bersalah biasanya di bawah
usia 18 tahun.
Fitria (2011) dalam Jurnal Ilmiah Teknologi dan Informasi
menyatakan bahwa bentuk-bentuk pelanggaran siswa yang kerap kali terjadi antara
lain : terlambat masuk sekolah, siswa
tidak masuk tanpa keterangan atau alpa, bolos, tidak masuk tidak mengerjakan
tugas dari guru, mengganggu kelas yang sedang belajar, menyontek, tidak
memperhatikan pelajaran yang sedang dijelaskan oleh guru, berbicara dengan
teman sebelahnya saat pelajaran berlangsung, terlambat hadir di sekolah,
membawa rokok dan merokok di lingkungan sekolah, memakai sweter, topi
dilingkungan sekolah dan perkelahian atau tawuran.
Beberapa
remaja mengabaikan peraturan-peraturan dan hukum-hukum yang diharapkan
dipatuhi, dan beberapa lainnya tidak mampu mempelajari apa yang benar dan apa
yang salah. Di lain pihak, banyak remaja yang mengorbankan standar-satandar
orang tua kalau hal itu dapat dipandang menjamin diperolehnya dukungan sosial
dari teman-temannya. Banyak remaja membenarkan perbuatan-perbuatan yang mereka
ketahui sebagai perbuatan yang salah dengan mengatakan bahwa “semua orang”
melakukannya (Elizabeth Hurlock, 1980:238).
Inonu Taimiyah dan Dwi Priyo Utomo
(2011) menyatakan bahwa kenalan yang mereka
(remaja) lakukan itu pada umumnya disertai unsur-unsur mental dengan
motif-motif subyektif, yaitu untuk mencapai satu obyek tertentu dengan disertai
kekerasan dan agresi.
Ika
(2008) dalam jurnaal ilmiah menyebutkan istilah kenakalan remaja (juvenile
deliquency) ini mengacu kepada rentang suatu perilaku yang luas, mulai dari
perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial (seperti bertindak berlebihan
di sekolah), pelanggaran (seperti melarikan diri dari rumah), hingga
tindakan-tindakan kriminal (seperti mencuri).
Sementara
itu, Ika juga menyebutkan bahwa salah satu faktor eksternal penyebab kenakalan
remaja aalah faktor lingkungan sekolah. Lingkungan sekolah yang tidak
menguntungkan bisa berupa bangunan sekolah yang tidak memenuhi persyaratan, di
antaraya adalah :1) tanpa halaman bermain yang cukup luas, 2) tanpa ruangan
olah raga, 3) jumlah murid di dalam kelas yang terlalu banyak dan padat.
Singgih
D. Gumasro mengatakan dari segi hukum kenakalan remaja digolongkan dalam dua
kelompok yang berkaitan dengan norma-norma hukum, yaitu : (1) kenakalan yang
bersifat amoral dan sosial serta tidak diantar dalam undang-undang sehingga
tidak dapat atau sulit digolongkan sebagai pelanggaran hukum ; (2) kenakalan
yang bersifat melanggar hukum dengan penyelesaian sesuai dengan undang-undang
dan hokum berlaku sama dengan perbuatan melanggar hukum apabila dilakukan orang
dewasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar