Ada
cerita menarik saat pengumpulan zakat Romadhon kemarin. Selama 10 hari
terakhir, beberapa murid TPQ yang sudah rutin ikut ngaji pada ikut berjaga-jaga di
masjid untuk membantu panitia zakat. Suatu ketika, ada salah seorang dari
mereka ada yang bertanya kepada saya, “Mas,
kalau seusia-ku gini sudah boleh bayar zakat belum ya?”. Saya cukup kaget
dengan pertanyaan bocah kelas 6 SD tersebut. Lantas saya jawab, “Boleh banget lah, bayi baru lahir saja
sudah bayar zakat kok”. Dia hanya mesam-mesem dan berjanji esok hari
akan membawa beras zakatnya.
Alhamdulillah
esok harinya benar dia membawa beras zakat. Lagi-lagi saya dibuat surprise saat
melihat dia hanya membawa 3 liter beras saja, & ditulis di catatan zakat atas
nama dirinya sendiri. Saya pikir dia akan membawa sekarung beras atas nama dia
& keluarganya yang jumlahnya cukup banyak itu, tapi ternyata tidak. So, segala
kejadian tadi membuat saya -mau tidak mau- bersuudzon mungkinkah selama ini dia
(dan keluarganya) tidak tahu menahu perkara zakat? atau bahkan belum pernah
membayar zakat sama sekali?
Jika
melihat kondisi keluarganya yang –sepertinya- agak acuh dengan pendidikan
agama, saya jadi cukup maklum. Dia sendiri pernah bercerita kalau selama
Romadhon ini kakaknya hanya berpuasa paling banter 5 hari saja, dengan alasan puasa
membuat perutnya sakit (lapar kali yang dimaksud, hehe..) Nah itu baru
kakaknya, mungkin ada cerita lain tentang orang tua atau saudara-saudaranya
yang lain.
Walau
demikian, Alhamdulillah saya tidak melihat ada penolakan dari keluarganya kalau
anak ini aktif di masjid. Bahkan beberapa kali si bocah sempat diantar kakaknya
ke masjid dengan sepeda, dan beberapa kali pula sepeda motor keluarganya pernah
dipinjam untuk keperluan masjid, dan itu semua tidak menjadi masalah.
Saya
jadi takjub dengan si bocah. Sudah satu tahun ini dia aktif ngaji, belajar dari
Iqro jilid 1 sampai sekarang sudah masuk Iqro jilid 5. Bahkan dia termasuk peserta
aktif tadarus harian remaja selama Romadhon ini, ikut berjasa mengkhataman
Al-Quran sampai 2 kali. Dengan kondisi keluarga yang cukup acuh dengan agama, dia
masih bisa istiqomah sampai sekarang adalah hal yang luar biasa.
Bagi
saya pribadi, pertanyaan si bocah tentang zakat di atas adalah murni kesadaran
dia akan pentingnya melaksanakan perintah agama. Dan tentu saja kedasaran itu
datang karena hidayah Allah SWT. Saya sungguh berharap peristiwa zakat tadi
menjadi awal bagi dirinya untuk terbukanya pintu-pintu hidayah yang lain, dan sukur-sukur
menjadi pintu hidayah juga bagi keluarganya kelak. Semoga dia selalu istiqomah,
& semoga ini menjadi awal kebangkitan Islam di dalam keluarganya. Amin ya
Rabb..
Oia
ada satu lagi.! Si bocah tahun ini masuk SMP walau sayang dia tidak diterima di
sekolah negeri yang ia inginkan. Apakah itu jadi masalah? Bagi sebagian orang
mungkin iya jadi masalah, tapi simak obrolan kami berikut. “Kalau gak diterima di sekolah negeri, kamu mau daftar di sekolah swasta
mana?”, tanya saya. Sambil mesam-mesem dia jawab, “Aku pingin sekolah di Muhammadiyah aja mas, yang AGAMAnya bagus”
Subhanllah, di antara ratusan sekolah swasta dia pilih salah satu sekolah karena agamanya. Alhamdulillah semoga ini menjadi pertanda baik, insyaAllah.
Subhanllah, di antara ratusan sekolah swasta dia pilih salah satu sekolah karena agamanya. Alhamdulillah semoga ini menjadi pertanda baik, insyaAllah.