"Bismillahiraahmanirrahim.., Perjuangan itu dirintis oleh orang-orang yg ALIM, diperjuangkn oleh orang-orang yg IKHLAS, dan dimenangkan oleh orang orang yang PEMBERANI.."

Suka Blog Ini..?

Minggu, 20 April 2014

Futatsu no Nagareboshi : Kisah 2 Bintang Jatuh




Alhamdulillah..!! kali ini saya bakalan nge-share novel keren lagi. Novel berjudul Futatsu no Nagareboshi alias Kisah 2 Bintang Jatuh ini adalah novel terakhir dari trilogi kisah samurai hasil karya Hikozza. So., saya sarankan Anda untuk baca lebih dahulu novel 1 & 2 yakni Seven Samurai & Hikari no Tsurugi-Samurai Cahaya (silakan di klik u/ prolognya).

Di story ketiga ini, Hikozza mengisahkan tentang dua tokoh sentral yang dijuluki “2 bintang jatuh” yakni Sano Ryu (sang Cahaya) & Yakushimaru Toshi (sang pewaris Samurai Cahaya). Kisah tentang Sano Ryu yang seakan ditunjukkan jalan takdir untuk bertemu dan melindungi seorang gadis sebagai satu-satunya putri dari lelaki bermata iblis. Juga kisah tentang Yakushimaru Toshi yang berusaha bangkit dari kematiannya dan mencoba merebut kembali Natsue, tanah kelahirannya.

Yuups., intinya di novel terakir ini bang Hikozza ingin menegaskan kepada kita bahwa di dunia ini tidak ada yang namanya ‘kebetulan’, semuanya hanyalah ‘garis takdir’ yang memang sengaja disediakan oleh Sang Pencipta untuk kita selesaikan dengan indah. Oke cukup kayaknya, hehe.. Berikut sedikit prolognya.. ^^

******

“Benarkah.? Ini seperti sebuah kebetulan..” Sano Ryu menatap Kana tidak percaya. Kana cepat menggeleng. “Ya.., mungkin seperti sebuah kebetulan,” gumamnya. “Tapi, aku lebih suka menyebutnya… garis takdir. Engkau memang sudah ditunjukkan untuk kemari, Itulah yang kemudian membuat haha, begitu saja percaya padamu, untuk membawaku pergi..” (Futatsu no Nagareboshi hal 93)
 
Tanah Natsue, di ujung Pulau Honshu terasa muram. Debu menebal dan bertebaran garang. Menyapu dan menyelimuti apapun yang ada.
Jauh dari kastil Keluarga Yokushimaru, tepat di ambang gerbang utara kastil, lelaki itu masih memandang nanar kejauhan. Ratusan prajurit berpakaian gusoku, pakaian tempur lengkap, berdiri di depannya dalam posisi jodan, atau mengacungkan samurai ke atas kepalanya dengan dua tangan.
Saat itu matahari sangat terik menyengat seakan marah. Angin terus menggelora membuat langit tertutup debu.
Lelaki itu memicingkan mata. Ia meyapukan pandangannya ke semua samurai di depannya. Ia merasa masih mengenal wajah-wajah itu, dan yakin wajah-wajah itu pun masih sangat mengenal dirinya.
Tapi, kilauan bilah samurai yang tertimpa sinar matahari segera menyadarkannya. Dengan gerakan berlahan, ia membawa tangannya untuk menyentuh samurainya dan mengelurakan dari sarungnya.
Semua mata tidak lepas melihat gerakannya. Karena seiring dengan itu cahaya menyilaukan tiba-tiba saja muncul dari arah bilah samurai itu. Semakin lama semakin menyilaukan, begitu mencolok di antara butir-butir debu yang mengangkasa.
Seketika semuanya tertegun. Bahkan lelaki yang mengeluarkan samurai itu sendiri. Ia sudah beberapa kali memegang samurai ini dan memainkannya, namun tidak pernah bercahaya sekemilau ini.
Ia tidak bisa berpikir terlalu lama tentang keheranan ini. Pertanyaan lain sudah menggantung di benaknya.
Apa kau harus tetap maju ke depan? Menghadapi semua samurai di depanku?”, batinnya bimbang. “Bukankah ini juga tanahku? Dan mereka merupakan orang-orang yang dulu mungkin pernah ku latih?”
Lelaki itu terdiam sejenak. Angin yang kemudian kembali menjawab pertanyaan-pertanyaannya.
Tidak bisa dielakkan lagi, ia terbawa kenangan-kenangan di tanah ini. Ia teringat pada ayah-ibunya, pada masa kecil bersama saudara-saudaranya…
Satu tetes air matanya jatuh.
“Maafkan aku, Ayah…”
Lelaki itu menguatkan hati. Dengan cahaya terus berpendar di samurainya, ia mengangkat samurainya membentuk posisi jodan yang terlihat begitu kokoh.
Lalu dengan satu sentakan, ia mulai berteriak keras. Teriakannya begitu kerasnya hingga para samurai di sekitarnya tersentak kaget. Bahkan orang-orang yang berada jauh dari gerbang, terutama yang berada di dalam kastil, dapat  mendengar dengan jelas gema teriakannya.
Ia pun, mulai melangkah ke depan…

******




Jumat, 18 April 2014

Aku Tahu Aku Keliru


(ilustrasi)


alhikmah.ac.id – Sudah lama Abu Jahal bersahabat akrab dengan Abu Dzar Al Ghiffari. Bahkan sebelum Islam masuk. Tidak heran, karena keduanya adalah saudagar yang sama-sama mengadu peruntungannya dengan berdagang. Keduanya terkenal sebagai kongsi dagang yang saling menguntungkan. Setiap kali Abu Dzar datang ke kota Mekkah, ia selalu membawa barang-barang dagangan yang hanya dijual dengan perantaraan Abu Jahal.

Tetapi hari itu alangkah herannya Abu Jahal ketika kedatangan Abu Dzar ternyata tidak disertai dengan barang apapun seperti biasanya. Apalagi uang perniagaan.

Kau membawa barang dagangan, hai sahabatku.?” Abu Jahal yang mempunyai nama asli Amr bin Hisyam ini bertanya.

Seperti yang kau lihat, tidak,” Abu Dzar menjawab.

Engkau membawa uang.?” tanya Abu Jahal semakin bingung dan heran.

Wah, juga tidak.”

Abu Jahal merengut mendengar jawaban sahabatnya itu. Dengan masih diliputi tanda tanya besar, ia berkata lagi, “Ada apa denganmu? Apa yang membuatmu datang jauh-jauh ke Mekkah tanpa membawa barang dagangan ataupun uang? Adakah tujuanmu yang lain?

Abu Dzar tersenyum dan tetap bersikap tenang. “Sahabatku, Abu Jahal,” ujarnya, “Kali ini kedatanganku bukan untuk mengadu untung dalam perdagangan.

Dahi Abu Jahal berkerut. “Lantas untuk apakah?

Aku ingin bertemu dengan kemenakanmu.

Hah, kau ingin bertemu dengan kemenakanku?” Abu Jahal tidak mengerti. Sungguh, tapi tampaknya ia sudah mulai curiga. “Siapa yang kaumaksud?

Muhammad.

Muhammad.?

Ya. Kudengar dari beberapa sahabatku bahwa Muhammad, kemenakanmu itu telah diangkat menjadi seorang Rasul. Engkau harus bangga mempunyai kemenakan semulia itu, sahabatku.” Abu Dzar berkata dengan senyum, tapi kemudian merasa heran karena tidak mendapatkan jawaban apapun dari orang yang ada di hadapannya itu.

Sejurus kemudian, terlihat kerut di wajah Abu Jahal. Ia berkata dengan suara keras, “Sahabatku, dengarkanlah aku jika kau ingin selamat. Jangan kautemui dia! Sekali-kali jangan pernah menemui kemenakanku itu!

Kenapa kau berkata seperti itu?” tanya Abu Dzar Al Ghiffari.

Abu Jahal menarik nafas sejenak. Ia memandangi wajah Abu Dzar dan kemudian berkata, “Kautahu, Muhammad itu amat menarik. Ia sangat mempesona. Sekali berjumpa dengannya, aku jamin kau pasti akan benar-benar terpikat dengannya. Wajahnya bersih, perkataannya berisi mutiara indah dan selalu benar. Perilakunya amat lembut, dan sopan membacakan wahyu, semua kalimatnya menyentuh jiwa.

Kali ini Abu Dzar yang ganti memandangi wajah Abu Jahal dengan lekat. “Aku tidak mengerti. Tapi, apa itu berarti kau yakin dia seorang Rasul.?

Abu Jahal mengangguk dengan tegas dan cepat. “Jelas. Mustahil rasanya jika ia bukan seorang Rasul. Otaknya teramat pintar-bahkan cerdas. Walaupun ia tidak bisa membaca ataupun menulis. Ia baik kepada semua orang tua ataupun muda, budi pekerti dan akhlaknya sangat mulia. Satu hal lagi yang perlu kauketahui, ia sangat tabah menghadapi apapun yang terjadi padanya. Ia mempunyai daya tarik yang hebat sekali.

Aku tidak habis mengerti terhadapmu, Abu Jahal sahabatku,” Abu Dzar menggeleng-gelengkan kepalanya. “Kau bilang kau yakin bahwa kemenakanmu itu adalah seorang Rasul.

Yakin betul. Aku tidak pernah meragukannya sedikitpun.

Kau percaya bahwa ia benar?

Lebih dari sekadar percaya.

Tapi engkau melarangku untuk menemuinya?

Abu Jahal mengangkat bahunya. “Begitulah….

Lalu, apakah engkau mengikuti ajaran agamanya?

Abu Jahal tampak menarik kedua alisnya. Roman mukanya berubah merah. “Ulangi sekali lagi pertanyaanmu…

Engkau mengikuti agamanya, menjadi pemeluk Islam?” Abu Dzar kembali mengulangi perkataannya seperti yang diperintahkan oleh Abu Jahal.

Kali ini Abu Jahal begitu geram. “Sahabatku,” ujarnya dengan nada suara yang tertahan, “Sampai detik ini, dan nanti-nantinya aku adalah Abu jahal dan tetap Abu Jahal. Aku bukan orang yang sinting. Otakku belum miring. Dibayar berapapun aku tidak akan menjadi pengikut Muhammad.!!

Lho, tapi bukankah kau yakin Muhammad itu benar?

Sahabatku, catat ini, walaupun aku yakin bahwa Muhammad itu memang benar, aku tetap akan melawan Muhammad sampai kapanpun jua. Sampai titik darah penghabisanku.” Abu Jahal menggerung.

Apa sebabnya?

Kau tahu, sahabatku Abu Dzar Al Ghiffari, jika aku menjadi pengikut kemenakanku sendiri, maka kedudukan dan wibawaku akan hancur. Akan kuletakan di mana mukaku di hadapan bangsa Quraisy?

Abu Dzar menggeleng-gelengkan kepalanya, “Pendirianmu keliru, sahabatku.

Aku tahu aku memang keliru.”

Engkau akan kalah kelak oleh kekeliruanmu itu.

Baik, biar saja aku kalah. Bahkan aku tahu di akhirat kelak bakal dimasukkan ke dalam neraka jahim. Tapi aku tidak mau dikalahkan Muhammad di dunia, walaupun di akhirat sana aku pasti dikalahkan.

Sambil berkata begitu, Abu Jahal beranjak meninggalkan Abu Dzar Al Ghiffari yang terdiam. Tampaknya, Abu Dzar tidak habis mengerti betapa anehnya perilaku dan sikap Abu Jahal itu dalam menerima kebenaran hanya karena berasal dari kemenakannya sendiri.


sumber : www.alhikmah.ac.id





Rabu, 16 April 2014

Ala KARISMA Al-Muk ^_^




Alhamdulillah, selalu ada yg unik di KARISMA (Kiprah antar Remaja Masjid Al-Mukarrom). Hanya organisasi remaja masjid, isinya orang2 kampung, di Sogaten Pajang, banyak anggota yang masih SMP, ada pula anak2 SMA, banyak juga yang SMK, adek2 yang SD pun Alhamdulillah mulai rajin ke masjid, ada pula yg dari luar kampung, kebanyakan hanya orang awam, bukan aktivis kampus dengan segala ke-ilmiahan serta mobilitas tinggi-nya, ah.., lebih tepatnya kami mungkin cuma aktivis “kampung”, tapi punya mobilitas juga lhoo, hehe..

Yah ada pula mahasiswa, juga bos kantin, guru, pembina pramuka, murobbi alaqo, pemain teater, papercrafter, blogger, gamers, otaku, fans jkt48, korea mania, jepang mania, komik mania, film mania, bahkan bus mania ada, ahli kamera, komputer & jaringan, ada juga penggemar bola, tinju, badminton, renang, pemain futsal tarkam, and suporter fanatik Persis Solo pun kami punya. 

Nah, keanekaragaman tadi pada akhirnya menggiring kami untuk berbincang hal-hal “mendasar” namun penuh makna. Hanya sayang sekali., tak semua orang (pun termasuk cah2 KARISMA) dapat memahami makna tersebut. Hehe.., tak apalah, lawong bisa tidaknya manusia menerima makna, hikmah, atau hidayah itukan hak prerogatif-Nya Allah swt, terserah Allah mau ngasih ke siapa, hehe.. (yg jelas Allah akan kasih ke siapa yg bersih hatinya kan? ^^)

Oke, di bawah ini (satu-dari sekian episode) ‘screenshots’ (maaf klo gambar kurang jelas) obrolan cah2 KARISMA di grup WhatsApp. Tentang Persis Solo, supporter, kericuhan, tribun, taharah/kesucian, pakaian, pentas panggung, sholat, ibadah. Yah pokoknya banyak hal2 cetek & remah yang ingin kami maknai secara mendalam. Berikut, semoga bermanfaat, bisa diambil hikmahnya, atau paling ndak bisa menghibur antum semua lah. Jzk ats perhatiannya.. ^^ 
 













to be continued dulu yaah... ^^




Selasa, 15 April 2014

Betapa Allah Mencintaimu (Sebuah Pengantar)




Suatu sore menjelang Maghrib, pertengahan Desember 2006, saya menyaksikan berita tentang seorang perempuan yang menyimpan mayat bayi dalam toples. Dengan dibungkus tiga lapis kain dan direndam cairan spiritus. Saya pun menuliskan fakta ini dengan hati gemetar. Dia, pemilik warung remang-remang telah menyimpan mayat itu selama 8 tahun, menjadikannya sebagai pesugihan. Masya Allah.!!

Dia perempuan, sama seperti saya. Bagaimana bisa demikian tega? Apakah nuraninya sebagai seorang ibu sudah mati? Apakah … rasanya saya tak sanggup lagi mengajukan tanya demi tanya. Ada puluhan, ratusan, bahkan ribuan kejadian tergelar di muka bumi, yang mengoyak nurani. Bapak memperkosa anak, ibu membunuh bayinya sendiri, anak menikam orangtuanya, suami membakar istri, istri memotong alat kelamin suami. Ada banyak sekali kejadian yang membuat nurani kita bertanya-tanya, “di mana Allah dia letakkan, saat dia berbuat demikian? Di mana Allah dia posisikan dalam hatinya?

Lepas dari kejadian serba ‘besar’ tersebut, mari kembali pada diri kita sendiri. Sudahkah kita jadikan Allah sebagai pemandu segenap aktifitas kita? Sudahkah kesadaran tentang pengawasan melekat-Nya membuat kita berhati-hati untuk merasa, berpikir, berkata, dan bertindak? Dia selalu mengawasi, tak pernah lengah walau sedetik. Karena Dia tidak pernah mengantuk dan tidak pernah tidur. Dia Maha Tahu segalanya, bahkan yang hanya terbesit di dalam hati.

Sudahkah kita merasa dimiliki dan memiliki-Nya? Sudahkah kita merasakan bahwa Dia teramat dekat? Sudahkah ayat-Nya membuat hati kita bergetar?

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya tentang Aku, maka (jawablah) bahwasanya Aku dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabilaa ia berdoa kepadaku..”

Terhadap janji Allah ini, mungkin ada yang menggugat, “Siang malam aku berdoa, tak putus-putus ku tunaikan sholat, tapi mengapa tak kunjung terkabulkan doaku?” Maka, sambungan dari ayat di atas menjadi jawabannya..

“…Maka hendaklah mereka itu memenuhi segala perintah-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku..”

Apakah kita sudah bersungguh-sungguh mematuhi-Nya? Yakinkah, atas kehalalan pangan dan pakaian kita? Yakinkah, sudah tidak ada yang terdzalimi oleh lisan dan tindakan kita? Yakinkah, kita sudah beriman pada-Nya? Sudahkah hati kita benar-benar ikhlas taat pada-Nya?

Acapkali, perintah Allah dimaknai dengan pengekangan. Seringkali, ujian dan cobaan dimaknai sebagai hukuman. Hidup kita, diwarnai dengan prasangka buruk kepada-Nya. Tak terbilang, hati kita berontak, “Engkau tak adil padakau atas perkara ini, Ya Allah!”. Bila demikian adanya, bagaimana bisa Dia kabulkan permohonan kita? Bagaimana Dia akan mengabulkan, sedang kita tidak bersungguh-sungguh pecaya pada janji-Nya? Allah Maha Penyayang.

Tak ada satupun makhluk di bumi, di langit, di planet manapun jua, yang sanggup memberikan kasih sayang lebih besar dari kasih sayang-Nya. Dia tak akan memberikan apapun kepada makhluk, kecuali yang baik. Dia tak akan memberikan aturan kecuali untuk kebaikan hidup makhluk yang telah Ia ciptakan.

Maka, segala cobaan … semua perintah-Nya adalah …
“… agar mereka selallu berada dalam kebenaran” (QS. Al Baqarah 2 : 186)

Wallahu’alam bishawab.



sumber : pengantar Jazimah al-Muhyi (FLP) dalam buku “Betapa Allah Mencintaimu” (Ratna Dewi Idrus)





Jumat, 11 April 2014

Surat Untukmu, Wahai yang Kucintai




Untukmu yang selalu Kucintai..


Saat kau bangun di pagi hari, Aku memandangmu dan berharap engkau akan berbicara kepada-Ku. Bercerita, meminta pendapat-Ku, mengucapkan sesuatu untuk-Ku walaupun hanya sepatah kata.


Sebelum makan siang, Aku melihatmu memandang ke sekeliling. Mungkin engkau merasa malu kapada-Ku. Itulah sebabnya engkau tidak sedikitpun menyapa-Ku. Engkau memandang tiga atau empat meja di sekitarmu dan melihat beberapa temanmu berbicara dan menyebut nama-Ku dengan lembut sebelum menyantap makanan yang Kuberikan, tetapi engkau tidak melakukannya.


Ah,, tak juga kau menyapa-Ku sata Subuh, Dzuhur, Ashar, Maghrib, dan Isya. Lagi-lagi kau masih mengacuhkan Aku. Tak ada sepatah kata, tak ada seucap doa, tak pula ada harapan dan keinginan untuk bersujud kepada-Ku.


Apakah salah-Ku padamu? Rezeki yang Kulimpahkan, kesehatan yang Kuberikan, harta yang Kurelakan, makanan yang Kuhidangkan, keselamatan yang Kukaruniakan, kebahagiaan yang Kuanugerahkan, apakah semua hal itu tidak membuatmu ingat kepada-Ku.?


Percayalah, Aku selalu mengasihimu, dan Aku tetap berharap suatu saat engkau akan menyapa-Ku, memohon perlindungan-Ku, bersujud menghadap-Ku, kembali kepada-Ku.


Yang selalu menyertaimu setiap saat.., setiap waktu..,
Allah SWT..




sumber : Betapa Allah Mencintaimu (2006) _Ratna Dewi Idrus_ hal : 10-11



Minggu, 06 April 2014

Kisah Seorang Pendoa




Ketika ku mohon kepada Allah KEKUATAN,
Allah memberiku kesulitan agar aku menjadi KUAT.

Ketika ku mohon Allah KEBIJAKSANAAN,
Allah memberiku masalah untuk KUPECAHKAN.

Ketika kumohon kepada Allah KESEJAHTERAAN
Allah memberiku akal untuk BERPIKIR.

Ketika kumohon kepada Allah sebuah CINTA,
Allah memberiku orang-orang BERMASALAH
untuk KUTOLONG.

Ketika kumohon kepada Allah BANTUAN,
Allah memberiku KESEMPATAN.

Aku tidak pernah menerima apapun yang KUPINTA,
Tetapi aku menerima segala yang KUBUTUHKAN.

Doaku terjawab sudah..


(terjemahan bebas dari History of Prayer oleh Deshinta Arriva Dewi, Tarbawi 12 Th. 2 Oktober 2000 / 2 Syakban 1421 H)-Spiritual Problem Solving hal 321