"Bismillahiraahmanirrahim.., Perjuangan itu dirintis oleh orang-orang yg ALIM, diperjuangkn oleh orang-orang yg IKHLAS, dan dimenangkan oleh orang orang yang PEMBERANI.."

Suka Blog Ini..?

Sabtu, 28 Desember 2013

Kyoryuger Kyoryured Papercraft




Alhamdulillah akhirnya ada waktu sharing lagi. Baiklah kawan2 kali ini saya cuman mau pamer ppc terbaru saya yakni KyoryuRed dari Zyuden Sentai Kyoryuger  (Kyoryuger adalah serial Super Sentai yg ke 37 dari Jepang). Tapi sayang, KyoryuRed yg ane share ini sebenere hanyalah recolour dari pola Bima Satria Garuda designya mas WongDay yang memang sudah free bisa anda download. Oke, lantaran cuman recolour iseng ane saja, untuk pattern nya mohon maaf tdk bisa ane bagi (hal ini demi menghormati designer aslinya, hehe..). Coba ane bisa ngedesain sendiri yah?? -_- Ya sudahlah. This is it.. 

Kyoryuger formasi penuh

versi Toys nya dari SHFiguarts

Name : Kyuryu Red (Daigo King)
Level : easy-medium
Paper : Inkjet 110 gm / 4 lembar

Alhamdulillah sudah jadi. Silakan dinikmati & jika penasaran monggo segera belajar recolour juga, hehe..

bagian body, ane ndak pinter recolour sbenere, jadi asal tempel saja
sperti gambar di atas


bagian lengan, antara atas & bawah warna tdk sama
bukan disengaja, tp lantaran tintany habis, hehe..


leher & armor bagian bahu


nah, setelah bagian tangan, leher, dan armor bahu ditempel di body.
Yups, cukup keren lah, hehe...


ini kepalanya, agak rumit buatnya -_-


sepatunya, bagian dlm sepatu di isi gulungan kertas sbg pemberat


yeah.., smua part sudah jadi & siap rakit.!!


Oke finish.!! KyoryuRed tampak depan dan belakang.
Yesss.., keren juga ternyata ^^


closeup bagian belakang, iseng-iseng berhadiah


closeup bagian depan juga keren bro..


tampak samping, ternyata cukup keren & gagah juga, hehe...


closeup bagian samping, sugoooi bro... *_*!!!


Kyoryured bersama Bima Satria Garuda,
siap maju pemilu 2014, hihi.. ^^



Oke, demikian yg bisa saya pamerkan. Smoga bisa menginspirasi
Anda semua. Wis pokoke u/ hal2 baru eksperimen saja lah, hehe..
Goodluck, & bye..bye.. ^^



Kamis, 26 Desember 2013

Criteria of Trustworthiness (Part 1)




Berikut kriteria-kriteria yang harus ada di dalam suatu penelitian sehingga hasil penelitian tersebut bisa bersifat Trustworthiness (terpercaya) :

1. Credibility
Lincoln & Guba (1985) menyebut kredibilitas sebagai "kepercayaan" dari sebuah penelitian. Mereka merancang kredibilitas agak sejalan dengan validitas internal dalam penelitian kuantitatif. Kredibilitas (credibility) adalah salah satu kriteria utama peneliti kualitatif yang berguna untuk menentukan apakah kesimpulan dari penelitian tersebut masuk akal bagi suatu penelitian kualitatif.

2. Transferability
Transferability mirip dengan validitas eksternal dalam penelitian kuantitatif (Lincoln & Guba, 1985). Validitas eksternal mengacu pada sejauh mana temuan pada penelitian ini dapat digeneralisasi untuk populasi. Dalam penelitian kualitatif, bagaimanapun, generalisasi dalam arti kuantitatif bukanlah tujuan. Sebaliknya, tujuannya adalah agar klinisi dan pendidik (sebagai peneliti) dapat memberikan gambaran cukup rinci dari proses penelitian, (termasuk dalam menggambarkan partisipan, setting, dan waktu) sehingga pembaca/konsumen dapat membuat keputusan tentang sejauh mana penemuan dari penelitian ini  berlaku untuk seseorang atau tempat di mana mereka bekerja.
Johnson (1997) menyarankan menggunakan "logika replikasi." Artinya, semakin banyak temuan penelitian ini dialkukan untuk berbagai kelompok manusia, maka akan lebih bisa digeneralisasi untuk orang-orang diluar riset asli. Transferability disebut juga sebagai naturalistic generalisasi (Stake, 1990).

3. Dependability
Dapat diartikan sebagai keandalan, yaitu konsistensi hasil penelitian dari waktu ke waktu dan antar peneliti (Lincoln & Guba, 1985). Hal ini mirip dengan konsep reliabilitas dalam penelitian kuantitatif. Klinisi & pendidik (sebagai peneliti) dituntut  terlibat dalam strategi untuk menunjukkan bahwa temuan serupa mencakup penelitian serupa, dan semua anggota tim peneliti setuju dengan hasil penelitian ini.

4. Confirmability
Konfirmabilitas mengacu pada sejauh mana temuan penelitian merupakan refleksi asli dari subjek penelitian (Lincoln & Guba, 1985). Konsep ini mirip dengan objektivitas dan netralitas dalam penelitian kuantitatif. Mencapai tahap konfirmabilitas juga berarti sejauh mana gangguan dari peneliti bisa dicegah. Untuk mencapai hal ini, klinisi dan pendidik (sebagai peneliti) harus "mendengarkan data" dan melaporkannya secara langsung (demi menghindari bias).

5. Authenticity
Authenticity (keaslian) mirip dengan konfirmabilitas di mana klinisi dan pendidik (sebagai peneliti) berupaya untuk mewakili perspektif otentik dari partisipan (Guba & Lincoln, 1989). Perbedaan halus antara authenticity dengan konfirmabilitas adalah bahwa konfirmabilitas mengacu pada kriteria metodologi, sedangkan authenticity (keaslian) mengacu pada kriteria teoritis.

6. Coherence
Kline (2008) mendefinisikan koherensi sebagai tingkat konsistensi pada perspektif epistemologis di seluruh desain penelitian -yaitu, bagaimana kita dan tradisi penelitian yang  kita pilih mengasumsikan bahwa pengetahuan yang akan dibangun dalam penelitian ini adalah untuk diatasi.
Setelah tradisi penelitian yang sesuai dipilih, peneliti bertanggung jawab untuk menanamkan tradisi itu selama proses penelitian dan menggambarkan secara menyeluruh dalam laporan penelitian.
Pertanyaan penelitian sesuai dengan metode, yang mana juga sesuai dengan analisis dan interpretasi data. Pemeriksaan terkait untuk melihat  koherensinya meliputi pertanyaan-pertanyaan ini:
1. Apakah metodologi sesuai dengan tujuan penelitian?
2. Apakah peneliti menggunakan terminologi untuk menggambarkan desain yang sesuai dengan tradisi penelitian yang dipilih?
3. Seberapa komprehensif kah prosedur pengumpulan data dan analisisnya?
4. Apakah kesimpulan sesuai dengan bagian lain dari desain penelitian?


sumber buku : Hays, Danica.G. & Singh, Anneliesi.A. 2012. Qualitative Inquiry in Clinical and Educational Settings. London : The Guildford Press (chapter 7-Turstwothiness_dengan tambahan secukupnya)



Rabu, 25 Desember 2013

12 Ancaman Peneliti terhadap Validitas Penelitiannya Sendiri




Dalam sebuah penelitian, hasil yang bisa terpercaya (Trustworthiness) dan bisa menjadi rujukan merupakan tanda bahwa penelitian tersebut memiliki kualitas yang baik. Namun untuk mencapainya tidaklah mudah dan ancaman dari berbagai sudut haruslah dihadapi oleh peneliti. Hanya saja, seringkali peneliti mengabaikan bahwa dirinya sendiri (-peneliti) juga bisa menjadi ancaman yang menyebabkan penelitiannya tidak memiliki sifat Trustworthiness. Lalu, apa sajakah ancaman-ancaman itu? Berikut 12 ancaman dari peneliti (researcher threats)  terhadap validitas hasil penelitian : 

1. Mengembangkan tujuan penelitian yang tidak pantas (fokus  hanya pada tujuan pribadi, menyesuaikan pesanan orang lain, atau demi kepentingan penyandang dana dan pihak tertentu). Hal ini menyebabkan penelitian tidak objektif karena hasil penelitian yang bersifat manipulatif berdasar kepentingan pribadi / golongan.

2. Memilih sampel penelitian yang tidak memadai (sampel penelitian tidak memenuhi kriteria, atau sampel tidak cukup kuat untuk bisa menjawab pertanyaan penelitian).

3. Literatur atau sumber rujukan yang tidak mencukupi, atau tidak memiliki dasar yang kuat.

4. Mengabaikan bias penelitian dan tiidak melakukan Breacketing (mengurung asusmsi dan teori saat melakukan penelitian kualitatif).

5. Membuat pertanyaan penelitian yang tidak terjawab.

6. Menggambarkan data secara  tidak akurat. Penelitia gagal untuk memeriksa / mengecek kebenaran data dari partisipan (tidak Triangulasi data), serta tidak memberikan deskripsi data secara mendalam.

7. Peneliti gagal memanfaatkan sumber data penelitian (partisipan) dan gagal dalam memaksimalkan metode dalam mencari data tersebut (tidak melakukan wawancara secara mendalam, gagal dalam pengkodingan data, observasi, check list, dll).

8. Tidak memperhatikan pola antar data (misalnya membatasi proses pengkodingan).

9. Peneliti mengamati /  mengobservasi secara selektif (pilah-pilih) terhadap setting/situasi. Peneliti melihat apa yang ingin dilihat saja serta mengabaikan kejadian di luar tujuannya (bias pengamatan & konfirmasi).

10. Terjadinya Efek Hawthorne, yaitu kondisi psikologis di mana partisipan merubahh sikapnya karena mengatahui bahwa ia sedang diamati oleh peneliti sehingga data yang didapat tidak alami. Dalam wawancara kualitatif, mimik muka dan nada bicara peneliti bahkan bisa menentukan bagaimana partisipan akan merespon.

11. Respon wawancara (jawaban wawancara partisipan) berdasarkan pesanan dan jenis pertanyaan, bukan murni pandangan pribadi dari partisipan penelitian sehingga data yang diperoleh tidaklah valid.

12. Membuat kesepakatan palsu di antara anggota tim peneliti selama pengumpulan data (terlibat dalam "groupthink").



sumber buku : Hays, Danica.G. & Singh, Anneliesi.A. 2012. Qualitative Inquiry in Clinical and Educational Settings. London : The Guildford Press (chapter 7-Turstwothiness_dengan tambahan secukupnya)







Senin, 16 Desember 2013

Mengapa Menolak Kebenaran 'Teori Konspirasi'?




Telah banyak kita jumpai kajian-kajian adanya konspirasi di dunia ini yang di dalangi oleh para Satanis, Yahudi, Illumintai, Kabalah atau Freemasonry. Namun, masih banyak juga kita dapati orang2 yang tidak percaya akan temuan2 ini, meskipun sudah didukung dengan bukti & teori ilmiah, dan berdasarkan penelitian ilmiah pula. Lantas, apa saja yang menjadi penyebab mengapa orang2 ini menolak bahkan menentang kebenaran tentang ini.?? Mungkin jawaban yang paling mendekati adalah beberapa hal  berikut :

1   1)      Sisi psikologis, bahwa info2 ini memang sulit untuk dicerna. Dengan demikian otak akan memaksa orang untuk memprogram ulang sesuatu yang sudah tertanam bertahun-tahun di paradigmanya. Karena hal ini butuh mentalitas atau energi yang sangat besar , maka cara terbaik adalah dengan menolak info tersebut.
2   2)      Ego, akan melawan & mereka (orang2 yang tidak percaya ini) merasa bahwa kata-kata mereka sendiri jauh lebih bisa dipercaya dari informasi ini. mereka tidak terima ada pihak yang mendapat kebenaran sebelum mereka. Karena itulah mereka menyangkalnya.
3   3)      Zona nyaman, orang2 ini sudah terlanjur hidup nyaman dengan caranya (yang cepat) hingga segan untuk mengubah cara hidupnya tersebut. Mereka cenderung mengabaikan atau tak peduli dengan apa yang terjadi dengan dunia, terlalu fokus dengan kepentingannya sendiri.
4  4)      Propoganda, mereka tidak siap lepas dari propaganda karena sudah tergantung dengan sistem propaganda tersebut. Mereka seakan menjadi kaku, sehingga cenderung berjuang untuk melindungi sistem tersebut.
5   5)      Sistem, mreka percaya bahwa suara dari sistem telah menjadi penentu utama dari kenyataan,. Nah, apakah suara sistem itu ?  Yaitu MEDIA dan Televisi (TV) di rumah2 mereka.

Maka, solusinya adalah : kita semua harus menyadari & mengetahui bahwa tubuh kita ini adalah kumpulan energi yang sangat bisa terpengaruh oleh energi sekitar, tapi kita pun juga sangat bisa untuk mempengaruhi energi sekitar. Cara kerjanya adalah :  saat kita mengeluarkan energi positif dan melepaskannya pada getaran tinggi, maka energi ini akan bergabung dengan energi luar dari jenis yg sama, “yang artinya kita akan mendapatkan umpan balik berupa energi positif pula” (juga berarti kita tetap berada di zona positif/aman).

Contohnya adalah : saat kita memasuki masjid yang penuh dengan energi positif dan spiritual, maka yang akan kita dapatkan adalah energi spiritual & positif pula (seperti ketenangan, rasa aman, syukur, ikhlas, dan nikmat). Dan ini pun akhirnya menjawab pertanyaan mengapa masjid dibangun dengan pilar segi depalan dan kubah. Karena struktur inilah yang paling efektif untuk penyaluran energi (termasuk pada gereja, piramid, gedung bertingkat, dan lain-lain). Tapi, apakah yg menentukan jenis energi seperti apa yang akan disalurkan? Maka jawaban yang paling tepat yakni jenis kegiatan manusia yang bertempat di  bangunan tersebut.



Kita juga patut tahu bahwa sesungguhnya saat ini tengah terjadi pertempuran energi (antara energi positif dan negative) yang juga berkaitan dengan arsitektur bangunan. Di bumi, terdapat lokasi-lokasi  yang disebut sebagai “Vortex Point”. Freemasonry adalah salah satu yang berhasil membangun sesuatu di Vortex Point ini. Mereka meyakini bahwa Dajjal tdk bisa datang ke dunia samapi semua energi di seluruh dunia berada pada tahap tertentu. Untuk itulah mereka mendirikan banyak bangunan2 tinggi & besar dengan praktik-praktik negative (maksiat, bidah, syirik, dosa, dll) di dalamnya. Tentu hal ini dengan tujuan untuk melawan Masjid, Gereja, dan Sinagog yang memiliki energi positif. Termasuk di dalamnya adalah tugu-tugu atau menara yang ada di seluruh dunia. Wallahu’alam bi shawab..



sumber : muh reza putra _ review video Revolusi Perdamaian eps.23-24 




Jumat, 13 Desember 2013

Fokus Untuk Orang Lain




Ibu ini baru saja pulang dari pasar. Namun,sampai di depan rumahnya, dia melihat pemandangan memilukan. Tiba-tiba dia teringat. Anaknya yang baru berumur tujuh bulan berada di dalam rumah itu! Bergegas sang ibu berlari secepat-cepatnya. Belanjaan di tangannya dilemparkan. Dia terobos kobaran api yang makin membesar. Demi menyelamatkan bayinya. Ia luka. Berdarah-darah. Api membakar tubuhnya. Kepalanya pening. Tertimpa genting dan reruntuhan puing. Tapi tidak peduli demi buah hati. Sakit tak ia rasakan. Ia terus menerobos mencari-cari. Dia dapati sang bayi. Terkapar dalam luka bakar.

Buru-buru ia gendong. Tertatih-tatih. Menerobos keluar api yang berkobar. Ia membelai sang anak, dan bergegas mencari pertolongan ke rumah sakit terdekat.

Jibaku sang ibu membuatnya tak secuil pun merasakan pedihnya sakit dan luka. Fokus pada buah hatinya. Cintanya. “Anakku… Anakku..” Itulah yang ada di dalam benaknya. Seluruh potensi, kekuatan dan daya upaya pun tertuju padanya.

Ketika sang ibu di rumah sakit, barulah dia merasakan sakit. Dia baru sadar, ternyata tubuhnya penuh luka bakar. Kapan sang ibu merasakan sakit? Bukan! Bukan ketika menerobos kobaran api, bersentuhan panasnya api, atau ditimpa reruntuhan puing-puing rumahnya. Dia baru merasakan sakit ketika sang anak dalam perawatan rumah sakit. Saat tanggung jawab perawatan dialihkan kepada pihak rumah sakit, dan dia pun sendirian.

Saat memikirkan dirinya sendiri. Tubuhnya yang penuh luka, kaki dan tangannya pun penuh darah. Ketika itulah, pedihnya mulai dirasa. Kepala, tangan, punggung, dan kakinya sudah tidak menentu kondisinya. Sakit yang sedari tadi tertahan itu pun muncul tiba-tiba. Katika ia mulai memikirkan dirinya sendiri, dalam kesendirian.’

Sahabatku, kita tidak merasakan sakit ketika kita fokus untuk memberikan manfaat kepada orang lain. Namun, ketika kita memikirkan diri kita sendiri, bersiap-siaplah kita akan lebih banyak merasakan sakit daripada senang dan bahagia.


sumber : dikutip dari halaman belakang buku “Spiritual Problem Solving” (penulis : Solikhin Zero to Hero & Kang Puji Hartono, SPS)