"Bismillahiraahmanirrahim.., Perjuangan itu dirintis oleh orang-orang yg ALIM, diperjuangkn oleh orang-orang yg IKHLAS, dan dimenangkan oleh orang orang yang PEMBERANI.."

Suka Blog Ini..?

Senin, 29 April 2013

Serdadu Kumbang dalam Perspektif Psikologi Sekolah (Bag 4/6)




Oke, analisis ketiga saya tentang film Serdadu Kumbang kali ini mengenai besarnya peran seorang “Agen of Change” dalam merubah kehidupan, kebiasaan, pola pikir, bahkan keyakinan pada diri Amek dkk. Oia, tentunya perubahan kearah yang lebih baik alias positif. 

Merasa menjadi Agen of Change haruslah  wajib ada di setiap benak seseorang yang menginginkan perubahan positif di lingkungan termasuk pada benak kita masing-masing. Dengan memiliki perasaan demikian, kita akan mampu menjadi pioner dalam perubahan tanpa menunggu orang lain untuk bergerak terlebih dahulu. 

Yups, seperti apakah peran Agen of Change dalam film ini? Berikut, semoga bermanfaat dan bisa menjadi pelajaran berharga bagi kita semua yang menginginkan perubahan dalam kebaikan. Ok, this is it…


Analisis 3
Agen of Change 
Agen perubahan atau lebih popular dikenal sebagai “Agen of Change” ialah satu/sekelompok orang yang memiliki peran besar untuk memicu terjadinya perubahan-perubahan positif dalam suatu komunitas. Dalam film ini, sosok bu guru Imbok memiliki peran yang banyak dan beragam bagi kehidupan murid-muridnya terutama Amek dan keluarga. Maka, di sini saya menyimpulkan bahwa sosok yang dianggap pas berperan sebagai Agen of Change adalah bu guru Imbok.

Salah satu sifat seorang  Agen of Change adalah peka terhadap permasalahan yang ada sehingga tahu mana yang harus diubah, dihilangkan, atau dipertahankan. Sosok bu Imbok sangat memahami bahwa siswa dan orangtuanya mayoritas menganggap remeh sekolah dan memandang sekolah itu tidak penting. Untuk itulah di dalam film ini, sang guru mencoba mengajarkan membaca kepada penduduk. Ketika penduduk merasakan sulitnya belajar membaca, sang guru mulai memasukkan sugestinya kepada para orangtua bahwa membaca itu susah, sehingga sekolah sebagai tempat belajar bagi anak-anak itu sangatlah penting untuk itu harus didukung penuh terutama oleh orangtua.

bu Imbok tak hanya mewarnai dunia pendidikan Amek dkk
namun juga kehidupan sosial mereka

Agen of Change juga merupakan seseorang yang sangat menyadari bahwa setiap orang atau setiap pihak itu saling “terkoneksi” satu sama lain. Artinya ia mampu memanfaatkan lingkungan demi terciptanya perubahan yang lebih baik. 

Papin, turut serta membantu bu Guru Imbok untuk mendidik anak-anak

Sifat ini telah ditunjukkan bu guru Imbok dalam perannya di  film serdadu kumbang. Guru mampu memanfaatkan lingkungan anak didiknya untuk memberikan pendidikan baik mata pelajaran ataupun pendidikan moral. Sang guru juga menjalin kerjasama apik dengan Papin yang merupakan sesepuh sekaligus Ustadz di desa Amek untuk mengajarkan kebaikan dan sejarah kepada anak-anak di desa terutama anak didiknya.


Alhamdulillah, semoga memberi inspirasi dan motivasi kepada kita u/ bisa segera menjadi seorang Agen of Change, to be continued.. ^^



Serdadu Kumbang dalam Perspektif Psikologi Sekolah (Bag 3/6)




Alhamdulillah, ini adalah analisis ke dua saya mengenai film Serdadu Kumbang. Analisis kali ini adalah tentang kultur sekolah yang sudah umum terjadi di Indonesia. Kultur sekolah dalam hal ini terbagi menjadi dua yaitu “resistance culture” dan “pemberian stereotipe”. Kedua hal ini mungkin biasa dilakukan di sekolah-sekolah, namun secara tidak langsung ternyata berdampak cukup besar bagi siswa. Tentu kedua hal ini patut menjadi sorotan seorang psikolog sekolah agar dampak negatifnya dapat diminimalisir. Oke apa saja penjelasan mengenai kultur sekolah adalah sebagai berikut. This is it…


Analisis 2
Kultur Sekolah
Salah satu bentuk kultur sekolah adalah adanya “Resistance Culture” yakni menjudge / memberi prasangka kepada seseorang berdasarkan budaya. Salah satu contoh nyata dari resistance culture yang sering terjadi di masyarakat adalah anggapan bahwa seorang wanita tidak perlu sekolah tinggi-tinggi karena pada akhirnya mereka hanyalah akan menjadi ibu rumah tangga.

Nah, resistance culture yang berbeda juga beberapa kali turut mewarnai film ini. Dalam salah satu adegan, Ibu Amek tak segan menyuruh Amek untuk berhenti sekolah saja jika si Amek kerjaannya hanya menonton TV. Juga saat Amek dan kawan-kawannya membolos, mereka lebih memilih mencari ikan dan berenang daripada belajar di sekolah, meskipun pada akhirnya mereka didatangi oleh bu Guru Imbok untuk diberi nasihat bahwa meski kelak mereka menjadi nelayan, peternak, atau apapun bukan berarti sekolah itu tidak penting.

Meski demikian, dalam film ini memperlihatkan bahwa Amek dan kawan-kawan bukanlah orang yang meremehkan sekolah. Mereka memiliki cita-cita yang tinggi dan berani mengungkapkannya dengan antusias kepada guru apa cita-cita mereka dan alasan mengapa mencita-citakan profesi tersebut. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa resistance culture beberapa kali ada namun tidak terlalu mencolok di film ini. Bahkan boleh dikatakan pola pikir Amek dan teman-teman sudah sangat baik mengenai pentingnya sekolah dan pentingnya meraih cita-cita.

Amek dkk rajin menuliskan & menggantungkan cita-cita mereka
di atas pohon


Selain resistance culture, termasuk kultur sekolah adalah “Setereotipe”yakni mensematkan lebel dan beban tertentu kepada beberapa pihak. Contoh yang sering ada di sekolah Indonesia yaitu label 'anak paling nakal' dan label 'anak paling cerdas'. Label-label ini (positif/negatif) sedikit banyak tnetu dikhawatirkan dapat membebani siswa yang bersangkutan sehingga menghambat perkembangan mereka secara optimal.

Pemberian stereotipe cukup terlihat dalam film ini. Label yang diberikan kepada beberapa anak adalah label siswa paling pintar (juara) dan label siswa paling nakal. Label siswa paling pintar diberikan kepada kakak Amek yakni Minun. Pada saat upacara sang kepala sekolah memuji Minun di depan semua murid dan berharap besar bahwa Minun akan mampu lulus Ujian Nasional sekaligus mendapatkan beasiswa. Minun terlihat bangga saat dipuji, namun mungkin pujian ini juga yang kelak menjadi beban tersendiri. Di akhir kisahnya, Minun yang tidak lulus ujian nasional merasa sangat tertekan sehingga ia melakukan hal yang membuat nyawanya terengut. Tertekannya Minun patut menjadi sorotan karena hal ini mungkin diakibatkan rasa bersalah sebagai siswa pintar yang tidak mampu lulus ujian nasional, dan juga disertai perasaan kecewa karena ia merasa cita-citanya tidak akan tercapai lantaran tidak lulus UN.

pak Alim menghukum Amek dkk hanya karena prasangka 
yang belum tentu kebenarannya


Sedangkan stereotipe anak nakal disematkan kepada Amek dan dua orang temannya, dan secara umum kepada anak-anak di kelas Amek. Kenakalan yang mereka lakukan hanyalah sebatas membolos sekolah, terlambat, atau pernah kepergok mencuri timun di rumah tetangga yang terkenal pelit, meskipun pada akhirnya mereka bisa disadarkan oleh Papin. Seringnya mereka nakal dan dihukum menjadikan stereotipe atau label bahwa mereka adalah anak nakal. Sampai suatu ketika terjadi kejadian yang tidak disengaja yaitu patahnya kursi Pak Alim saat akan mengajar kelas Amek. Pak Alim bersikeras menyangka bahwa itu pasti karena ulah jahil Amek dan kawan-kawan sehingga seluruh kelas dihukum tidak boleh mengikuti ulangan. Hingga akhirnya Amek terpaksa berbohong bahwa ia yang melakukan hal tersebut semata agar teman-temannya bisa mengikuti ulangan harian. Setelah diusut, ternyata memang kursi di kelas sering patah dan kejadian tadi bukanlah kesengajaan para murid.

Alhamdulillah semoga bisa kita ambil hikmahnya, to be continued... ^^ 



Rabu, 24 April 2013

Serdadu Kumbang dalam Perspektif Psikologi Sekolah (Bag 2/6)




Oke, sesuai janji postingan saya ini adalah kelanjutan dari riview film ‘Serdadu Kumbang di post sebelumnya, dan kali ini mengenai analisis pertama saya mengenai film tersebut berdasarkan teori-teori Psikologi Sekolah dari catatan pribadi. Nah, harapan terbesar saya adalah semoga analisis yang sangat sederhana ini bisa memberikan informasi & inspirasi kepada kita semua tentang apa yang harus dan wajib kita lakukan untuk masyarakat apabila kelak kita menjadi seorang psikolog. Bismillah, this is it…


Analisi I
Peran Guru atau Psikolog Sekolah

Beberapa hal yang patut kita ketahui tentang “peran sesungguhnya” dari seorang psikolog (baik sebagai psikolog sekolah ataupun psikolog masyarakat) adalah “mampu memberikan pelayanan khususnya kepada sekolah dan masyarakat, mampu memahami tingkat perkembangan anak didiknya, serta mampu menyusun program untuk lingkungan sekolah dan masyarakat..”

Berdasarkan film Serdadu Kumbang, jelas tidak terdapat seorang psikolog sekolah ataupun psikolog masyarakat. Namun, dalam film ini terdapat sosok guru yakni bu Guru Imbok, yang meski tak maksimal namun mampu menggantikan peran psikolog sekolah sekaligus psikolog masyarakat meskipun beliau sesungguhnya hanyalah seorang yang berprofesi sebagai guru atau pengajar SD-SMP biasa.

Hal ini terlihat dari sikap bu guru Imbok dimana ia rela menyediakan waktu luangnya untuk membantu belajar anak-anak, bahkan ia juga menyempatkan diri untuk membimbing penduduk-penduduk yang buta huruf agar bisa membaca. Perilaku ini sesuai dengan sifat-sifat yang harus dimiliki oleh seorang psikolog masyarakat yaitu “memiliki kesadaran, tanggung jawab, kepedulian, kepekaan untuk memajukan, memperbaiki, meningkatkan kualitas, memenuhi harapan secara konkrit, serta peka terhadap hal yang perlu diperbaiki dari yang sudah ada, atau melakukan perubahan yang bisa lebih bermanfaat bagi masyarakat..”

Dalam psikologi sekolah, juga disebutkan bahwa faktor kunci terjadinya perubahan sosial-budaya ditentukan oleh kondisi psikologi atau kepribadian kreatif individu. Kepribadian individu yang kreatif atau inovatif adalah kepribadian yang selalu mendorong ke arah perubahan..”
bu Guru Imbok tak segan langsung turun ke lapangan 
u/ memberi nasihat kepada Amek dkk

Hal ini telah ditunjukkan oleh sosok bu guru Imbok dalam film yang mau membuka kelas membaca bagi penduduk desa yang sebelumnya tidak pernah dilakukan oleh guru yang lain di desa tersebut. Kegiatan tersebut merupakan suatu bentuk kegiatan yang kreatif dan juga inovatif (baru) bagi desa Amek sehingga disambut masyarakat dengan sangat antusias. 

Selain itu, guru juga tidak segan menemani murid-muridnya bermain bersama, menikmati pemandangan, serta mendampingi Amek saat berlatih berkuda. Dalam kegiatan sosial pun seperti pengajian anak-anak, berlatih alat musik, dan bernyanyi bersama penduduk desa, bu Imbok juga turut serta di dalamnya. Bu guru Imbok dalam film ini tidak hanya berperan di sekolah namun juga di kehidupan anak didik dan lingkungan sekitarnya.

Dengan demikian, sang guru telah menunjukkan ciri kepribadian kreatif atau inovatif yakni menjunjung tinggi pengetahuan, otonomi, keteraturan hidup, humanis, dan disiplin nurani, serta tegas atau adil..”


alhamdulillah smoga bermanfaat , to be continued... ^^

Minggu, 21 April 2013

Serdadu Kumbang dalam Perspektif Psikologi Sekolah (Bag 1/6)





Alhamdulillah, sebelumnya saya ucapkan terimakasih kepada bu Aulia selaku dosen Psikologi Sekolah yang telah memberikan tugas review film dan analisisnya. Klo tanpa tugas dari beliau, saya ndak bakalan sempat nonton apalagi nganalisis film keren ini, hehe.. Yah, jujur film ini sedikit banyak telah menginspirasi saya tentang pentingnya peran psikolog di masyarakat dan sekolah.

Meski film ini bukan kisah tentang seorang psikolog, tapi kewajiban psikolog sangat kentara terlihat di film ini terlebih dalam mendampingi anak-anak di persiapan menghadapi UN, memberi dukungan moral dan spiritual, membersamai mereka dikala belajar, istirahat, bahkan di saat mereka bermain. Yah, bagi saya itu semua semata tidak hanya agar anak-anak ini bisa lulus UN, namun lebih jauh lagi adalah mengajarkan mereka untuk mampu dewasa & bijaksana dalam menghadapi dan menyikapi hidup. 

Oke berikut ringkasan film ‘Serdadu Kumbang’ berdasarkan perspektif Psikologi Sekolah dari catatan pribadi saya, hehe.. Semoga bermanfaat!!


~~ Film “Serdadu Kumbang” mengkisahkan seorang anak berusia ± 12 tahun bernama Amek bersama kawan-kawannya yang tinggal di suatu pedesaan kecil di Sumbawa. Meski memiliki bibir sumbing, Amek terkenal sebagai seorang joki kuda yang handal hingga akhirnya ia terpilih mewakili desanya untuk suatu perlombaan. Amek tinggal bersama ibu dan kakaknya, sedangkan ayahnya bekerja di Malaysia. Bersama teman-temannya, Amek menempuh pendidikan di suatu sekolah yang hanya memiliki 5 guru, serta ± 15 murid SD dan ± 15 murid SMP. Meskipun sudah memiliki ruangan kelas dan gedung, namun sekolah Amek masih minim fasilitas seperti kursi yang kerap kali patah.

amek dkk, menjadi 'trio nakal tapi baik hati' di film ini



Amek dan teman-temannya seringkali merasa lelah bersekolah karena setiap masuk mereka sering dihukum oleh salah satu guru yang terkenal galak yaitu Pak Alim. Hukuman yang diberikan lebih menjurus pada aktifitas fisik seperti lari, skotjump, dan pushup yang berlebihan hingga pernah terjadi kasus pingsannya salah seorang teman Amek akibat kelelahan. Ketegasan yang terkesan kaku ini diberikan Pak Alim lantaran tidak ingin siswa-siswanya tidak disiplin sehingga menyebabkan mereka kembali tidak bisa lulus UN untuk kedua kalinya. Meski demikian, masih ada dua orang guru yang mengajar dengan cara yang baik dan tulus sehingga mereka dicintai oleh murid-muridnya. Salah satu guru tersebut yakni bu Imbok, yang bahkan rela mendatangi rumah murid-muridnya yang membolos sekolah demi sekedar memberikan pengertian bahwa membolos itu tidak baik dan bersekolah itu sangatlah penting. Guru ini pula yang menyediakan waktu luangnya untuk memberikan pelajaran tambahan pada anak-anak tersebut, bahkan bagi para penduduk terutama lansia yang buta huruf di desa Amek. 

waktu dihukum sama pak Alim


Salah satu masalah yang paling riskan terjadi pada siswa-siswa dan orangtua wali adalah kala mereka akan menghadapi Ujian Nasional (UN). UN mungkin benar-benar menjadi momok terbesar warga di desa Amek sehingga hal ini menyebabkan beberapa orangtua wali murid bahkan tidak segan untuk meminta pertolongan ke dukun serta meminta jimat agar anaknya lulus meskipun mereka tahu hal itu syirik dan berdosa. Salah satu murid tercerdas yang dipresdiksi akan lulus adalah kakak perempuan Amek sendiri yang bernama Minun. Namun sayang, pada saat pengumuman kelulusan, semua siswa SMP dinyatakan tidak lulus UN termasuk Minun yang notebene adalah juara kelas dan peraih piala penghargaan. Pihak sekolah sempat diprotes oleh orangtua wali dan mempertanyakan mengapa siswa secerdas Minun bahkan tidak bisa lulus UN. Klimaks dari dampak ketidaklulusan ini menyebabakan Minun merasa tertekan sehingga ia melakukan suatu tindakan yang pada akhirnya merengut nyawanya sendiri.


Kematian Minun begitu mengguncang jiwa keluarga terutama Amek. Amek pun jatuh sakit karena menolak untuk untuk makan dan memilih diam. Namun, mengingat jasa kakaknya yang rela mengeluarkan tabungan demi menebus kuda Amek yang digunakan untuk jaminan hutang, Amek akhirnya bangkit kembali untuk berlatih kuda dan belajar dengan sungguh-sungguh agar ia bisa lulus UN. Pada akhirnya, Amek dan teman-temannya berhasil meraih impiannya yaitu lulus UN Sekolah Dasar. Hal ini juga berkat bimbingan bu guru Imbok yang rela mengajar anak didiknya diluar jam sekolah, serta bimbingan Papin, salah seorang ustadz yang turut memotivasi anak-anak agar mengerjakan UN dengan cara yang baik (jujur). Tidak hanya itu, Amek pun akhirnya berhasil memenangkan kejuaraan balap kuda. Bahkan, ia kini mendapatkan sesuatu yang tidak akan ia duga-duga yakni operasi bibir sumbing gratis. ~~


Alhamdulillah, demikian postingan hari ini, untuk postingan selanjutnya insyAllah akan kita analisis film ini berdasarkan teori-teori Psikologi Sekolah (tentu saja dari materi dosen dan catatan saya, hehe..). Yups, yang terpenting bukanlah seberapa panjang analisisnya, tapi pelajaran apa saja yang dapat kita ambil, dan kemudian kita contoh dari analisis tersebut. Oke kawan, terimakasih atas perhatiannya, and sayonara..!!!! ^^    Oia, galeri2 lainnya : 


kumpul bersama kawan-kawan

suasana kelas Amek, siiip!!! pada antusias semua

Papin selalu memotivasi anak didiknya

bu Guru Imbok tidak segan membersamai murid-muridnya, 
patut kita contoh!! ^^

pengajian di masjid, agenda dakwah yang patut di pertahankan

always together, hehe..